IDTODAY NEWS – Perdagangan vaksin Covid-19 di apotek Kimia Farma ikut dikomentari Anggota DPD RI, Abdul Rachman Thaha.

Senator asal Kota Palu itu menilai pemerintah telah abai terhadap prinsip kedaruratan Covid-19 saat ini.

“Perdagangan Vaksin, Pemerintah Lempar Handuk?

” tanya Abdul Rachman Thaha kepada wartawan, Senin (12/7).

Abdul Rachman Thaha menekankan, vaksin Covid-19 di Indonesia digunakan atas dasar izin penggunaan darurat yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM).

“Dari sebutannya, ‘izin darurat’, bisa dibayangkan kegentingan yang harus segera teratasi lewat vaksinasi massal,” imbuhnya.

Dengan kata lain, Abdul Rachman Thaha memandang seharusnya seluruh pemangku kepentingan memiliki mindset yang sama, yiatu dalam situasi darurat yang terpenting adalah bagaimana sebanyak-banyaknya vaksin bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.

Namun, ia merasa aneh jika dalam situasi darurat yang bahkan kian memburuk seperti sekarang ini, Pemerintah justru memakai mindset non-kedaruratan dengan melakukan komersialisasi vaksin melalui apotek tertentu.

Baca Juga  Vladimir Putin Gelar Kampanye Vaksinasi Covid-19 Skala Besar Di Rusia

“Ketika target satu juta orang divaksin per harinya masih belum tercapai, termasuk akibat keterbatasan pasokan vaksin, sungguh aneh bahwa sebagian vaksin justru dialokasikan tidak untuk mencapai target itu,” tutur Abdul Rachman Thaha.

“Apakah Pemerintah memanfaatkan sumbangan vaksin dari negara-negara lain, lalu menjadikan persediaan vaksin sebelumnya sebagai barang dagangan?” sambungnya.

Dari situ, Abdul Rachman Thaha khawatir Pemerintah belum siap membangun safeguard untuk menangkal perdagangan gelap vaksin dan penjualan vaksin palsu.

Kekhawatiran itu menurutnya cukup beralasan, mengingat berbagai perlengkapan dan peralatan untuk penanganan Covid-19 ternyata sudah dipalsukan dan beredar di masyarakat.

“Antara lain, masker bekas pakai, oximeter palsu, dan sertifikat palsu. Jika nantinya terbukti vaksin palsu dll. itu lalu lalang tak terkendali, maka semakin nyata bahwa inisiatif perekonomian lewat perdagangan vaksin justru mendatangkan persoalan keamanan dan penegakan hukum yang luar biasa peliknya,” bebernya.

Baca Juga  Cium Aroma Saling Jegal untuk Pilpres 2024, Jimly Asshiddiqie: Pusat Kok Beroposisi ke Pemda

Di samping itu, Abdul Rachman Thaha juga menyoroti sistem prioritas pemberian vaksin yang dibuat pemerintah, apakah masih bisa dipertanggungjawabkan keberlanjutannya? Karena dahulu, ia ia melihat sejumlah kelompok masyarakat diprioritaskan menerima vaksin. Misalnya tenaga kesehatan, petugas layanan publik dan Lansia.

“Prioritas berikutnya orang dengan gangguan jiwa. Saya tak menangkap informasi tentang prioritas-prioritas berikutnya,” katanya.

Dalam konteks itu Abdul Rachman Thaha memandang perdagangan vaksin via apotek semakin kuat mengindikasikan bahwa Pemerintah sendiri kini justru abai terhadap sistem prioritas yang pernah dibangunnya sendiri.

Baca Juga  Ketua PP Muhammadiyah Keras Lagi: Pemerintah Jangan Cuma Bicarakan Resesi

“Untuk mengujinya gampang: Coba sajikan data, berapa persen orang-orang dari kelompok prioritas yang telah divaksin. Lalu tanyakan ke Pemerintah, bagaimana komersialisasi vaksin bisa mempercepat tuntasnya vaksinasi bagi seluruh anggota kelompok-kelompok prioritas tersebut,” paparnya.

Lebih lanjut, Abdul Rachman Thaha tak memungkiri prediksi Perekonomian negara yang dinilai banyak kalangan kian mendekati titik kolaps, dan memang perlu diselamatkan.

Akan tetapi, ia menggarisbawahi tentang konteks yang harus diselamatkan adalah kepentingan seluruh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat lapisan bawah yang pastinya terdampak paling hebat.

“Pemerintah perlu mengerahkan kreativitas guna menemukan terobosan-terobosan ekonomi yang lebih prospektif sekaligus sensitif terhadap masyarakat. Dan perdagangan vaksin pada masa sekarang, menurut saya, tidak patut menjadi terobosan itu,” demikian Abdul Rachman Thaha.

Sumber: rmol.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan