Beda Suara Senayan soal ‘Jamuan’ Jaksa ke 2 Jenderal Terdakwa

Gedung DPR RI di kwasan, Senayan, Jakarta/RMOL

IDTODAY NEWS – Sajian santap siang yang dihidangkan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) kepada tersangka kasus Djoko Tjandra, Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo Utomo menyedot perhatian anggota DPR. Suara politisi di Senayan terpecah.

‘Jamuan’ itu diberikan saat proses pelimpahan berkas dan tersangka pada Jumat 16 Oktober 2020. Kejagung menyebut hal itu bukan didefinisikan sebagai ‘jamuan’.

“Itu bukan jamuan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono melalui pesan singkat, Senin (19/10/2020).

Hari mengatakan pelaksanaan tahap II itu bertepatan dengan jam makan siang. Hari menyebut dalam perkara pidana khusus ataupun pidana umum, pemberian makan siang sudah selayaknya dilakukan, namun sesuai situasi dan kondisi.

“Dalam proses pelaksanaan tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) baik itu perkara pidana umum maupun pidana khusus, jika sudah jadwalnya makan siang, maka kami akan memberikan makan siang kepada tersangka, kadang pengacara hukum dan penyidik juga diberikan makan siang sesuai situasi kondisi,” jelas Hari.

Hari mengatakan makanan berupa nasi kotak memang sering kali menjadi pilihan untuk dipesan. Namun jika tidak memungkinkan, bisa juga memesan di mana saja asal sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).

Kepala Kejari (Kajari) Jaksel Anang Supriatna tidak membantah jamuan itu. Anang menyebut pemberian makan siang kepada para tersangka adalah hal wajar.

“Jadi begini, itu kan para terdakwa semua, baik JPU dari pukul 09.00 WIB pagi sampai 14.00 WIB siang kan. Kami selaku tuan rumah itu biasa, standar, menyiapkan makan siang,” kata Anang.

Baca Juga  Pamer Foto Jokowi Dan Biden, Menlu Retno Kena Tegur Komisi I DPR

Anang menegaskan tidak ada hal istimewa yang diberikan kepada para tersangka itu. Lagi pula, menurutnya, harga soto ayam lebih murah jika dibanding nasi kotak.

Terkait jamuan makan siang dari Kejari Jaksel untuk 2 jenderal polisi ini sampai ke telinga Komisi Kejaksaan (Komjak). Komjak berencana akan memanggil pihak terkait.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi III DPR Herman Herry mengungkapkan jamuan makan siang yang diberikan yang diberikan Kajari Jaksel Anang Supriatna kepada Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo merupakan bentuk perlakukan yang manusiawi dari Kajari Jaksel dan patut diapresiasi.

“Perlakuan yang manusiawi dari Kajari Jaksel, justru saya acungi jempol,” kata Herman.

Herman menilai saat ini kasus itu masih pada tahap pelimpahan berkas dan belum ada vonis berkekuatan hukum tetap.

Ia mengatakan jamuan yang diberikan Kajari Jaksel itu juga bisa dimaknai sebagai bentuk respek kepada tersangka yang merupakan 2 jenderal polisi. Ia meminta seluruh pihak mengedepankan azas praduga tak bersalah.

Saat ditanya apakah jamuan itu tidak khawatir akan menimbulkan kecemburuan dari tersangka di kasus lain, Herman memberi penjelasan. Herman menyebut saat ini publik sudah cerdas.

Dalam kesempatan terpisah, anggota Komisi III DPR F-Gerindra, Habiburokhman, meminta masalah jamuan makan siang 2 jenderal Polri tersangka kasus red notice Djoko Tjandra tak dibesar-besarkan.

Habiburokhman juga keberatan dengan istilah ‘jamuan’ terkait makan siang 2 jenderal itu.

“Saya pikir istilah ‘jamuan’ agak berlebihan, seolah disiapkan khusus acara makan siang bersama. Padahal sebagaimana diceritakan para pihak yang hadir itu cuma hidangan makan siang karena memang sudah jam makan,” kata Habiburokhman.

Baca Juga  PPP soal Habib Rizieq: Konstitusi Kita Tak Kenal Istilah Revolusi

“Di semua institusi sama, di Kepolisian dan KPK kalau masuk jam makan juga disediakan kok makan siang,” imbuhnya.

Habiburokhman lantas meminta persoalan makan siang ini tidak dibesar-besarkan. Dia meminta seluruh pihak fokus untuk mengusut kasus kasus terkait red notice Djoko Tjandra ini.

Suara berbeda dilontarkan sejumlah anggota Dewan. Anggota Komisi III F-PPP, Arsul Sani, yang mendukung Komisi Kejaksaan (Komjak) menyelidiki maksud ‘jamuan’ makan siang ini.

“Kami di Komisi III menilai Kejari Jaksel berlebihan dalam soal jamuan terhadap 2 pati Polri yang sedang jadi tersangka,” ujar Arsul.

Arsul kemudian menyoroti pernyataan pengacara salah satu tersangka yang menyebut perlakuan jaksa ke tersangka lain sama dengan perlakuan 2 jenderal itu. Arsul menyebut hal itu tidak benar.

“Yang disampaikan oleh pengacara yang bersangkutan itu menurut saya memang fakta, bahwa tidak benar kalau diklaim perlakuan yang sama juga diberikan kepada tersangka-tersangka lainnya pada saat serah terima,” katanya.

Wakil Ketua MPR itu juga meminta Kajari Jaksel tidak membela diri. Arsul meminta kejadian seperti itu tak terulang.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni menilai tidak ada aturan yang mengatur soal pemberian makanan kepada tersangka.

“Setau saya nggak ada aturannya kalau tersangka nggak boleh disajikan makanan tertentu atau Kajari tidak boleh menyajikan makan ke tersangka,” kata Sahroni kepada wartawan pada Senin (19/10/2020).

Baca Juga  KRPI : UU Cipta Kerja Cacat Hukum

Namun, Sahroni menegaskan bahwa semua tersangka harus mendapat perlakukan yang sama saat menjalankan proses hukum. Menurut Sahroni, di luar aturan yang berlaku, tetap ada etika yang terganggu di masyarakat akibat kejadian itu.

Politikus Partai NasDem ini menilai para tersangka dapat menunggu di ruangan dan makan bersama para tersangka kasus lain. Ia mengimbau Kajari Jaksel dapat lebih sensitif.

Lebih lanjut, Sahroni meminta semua pihak dapat mengawasi proses hukum yang berlangsung ke depannya.

Sedangkan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKB Jazilul Fawaid meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) mengevaluasi Kejari Jaksel.

“Saya percayakan kepada Kejagung untuk mengambil sikap atas peristiwa tersebut, agar Kejagung tidak pudar wibawanya. Lakukan introspeksi sekaligus evaluasi untuk perbaikan pelayanan yang adil,” kata Jazilul.

Jazilul menegaskan bahwa prinsip kesetaraan di mata hukum harus dijunjung tinggi. Waketum PKB itu meminta agar prinsip tersebut selalu diterapkan.

“Saya belum lihat dan memastikan kebenaran fakta kejadian tersebut. Salah satu prinsip hukum itu equality before the law, perlakuan sama di depan hukum, praktikkan sesuai prosedur yang benar dan adil,” terangnya.

Wakil Ketua MPR RI itu meminta pihak kejaksaan introspeksi. Introspeksi, menurut Jazilul, harus dilakukan demi menjaga kepercayaan publik terhadap kejaksaan.

Namun Jazilul meminta pihak terkait tidak menyebarluaskan foto-foto perihal jamuan makan siang Kejari Jaksel. Itu agar tidak timbul kecurigaan dari publik.

Sumber: detik.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan