Derita Warga NTB “Saya Setuju-setuju Saja Ada MotoGP, tapi Tanah Ini Selesai Dulu, ITDC Harus Bayar”

Warga menolak penggusuran di kawasan Sirkuit MotoGP karena merasa belum dibayar(KOMPAS.COM/IDHAM KHALID)

IDTODAY NEWS – Hari ketiga pembebasan lahan area Sirkuit MotoGP di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, NTB, diwarnai penolakan oleh sejumlah warga, Minggu (13/9/2020).

Seperti diketahui, pembangunan Sirkuit MotoGP di Mandalika terkendala pembebasan lahan.

Warga menyebut pihak Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) belum membayar tanah mereka yang masuk dalam rencana pembangunan sirkuit.

Pihak ITDC menyebutkan ada 11 warga yang mengklaim masih mempunyai hak atas tanah di atas HPL ITDC.

Lahan-lahan tersebut akan dibersihkan atau dilakukan land clearing agar proyek pembangunan sirkuit bisa berjalan.

Untuk tahap pertama, land clearing dilakukan di tiga titik, yakni di lahan Amaq Karim HPL nomor 73, Masrup HPL nomor 76, dan Suartini dengan HPL 48, dengan total luas sekitar 2,5 hektar.

Perlawanan warga

Rumah seorang warga bernama Masrup (60) yang mengaku belum pernah menerima bayaran dari ITDC, dijaga ketat pihak keamanan baik dari kepolisian dan TNI dengan cara memagari rumah Masrup.

Masrup mengklaim tanah yang belum dibayar ITDC seluas 1,6 hektar.

Penjagaan oleh pihak kemanan itu dilakukan agar Masrup dan keluarga tidak melakukan penghadangan terhadap alat berat yang akan melakukan pengerjaan sirkuit.

“Kami dijaga oleh banyak polisi. Saya pingin menghentikan alat berat itu, tapi kita tidak bisa karena banyak mereka,” tutur Masrup dalam bahasa sasak.

Masrup sangat menyayangkan tindakan aparat yang menghadangnya. Menurutnya tanah itu adalah tanah peninggalan bapaknya dan tidak pernah dijual.

“Saya sudah puluhan tahun di sini, dulu masih hutan. Saya cari makan bersama anak istri, saya di sini tanam padi, ubi, sayur. Kalau saya digusur, saya cari makan lewat mana?” kata Masrup.

Baca Juga  Lelah Batin Digugat Anak Karena Warisan, Ibu Minta Air Susunya Dibayar

Walaupun sudah berusaha melawan dengan meronta, dia tetap tidak bisa menembus pertahanan polisi.

Masrup hanya bisa terdiam melihat alat berat itu masuk meratakan tanah di lahan yang dia klaim tersebut.

Anak sulung Masrup, Siti Aminah (30) menjelaskan, mereka bukannya menolak pembangunan sirkuit. Namun, mereka berharap pihak ITDC dapat membayar lahan tersebut terlebih dahulu.

“Saya setuju-setuju saja ada MotoGP, tapi tanah ini harus selesai terlebih dahulu, ITDC harus bayar,” kata Siti.

Seorang anggota keluarga Masrup yang tengah hamil sembilan bulan pingsan karena lelah meronta ingin menembus barisan polisi.

Jaksa dorong gugatan hukum perdata.

Sementara itu jaksa pengacara negara dari Kejaksaan Tinggi NTB selaku kuasa hukum ITDC, Candra mengatakan, warga pernah melakukan gugatan pada tahun 2017 ke pengadilan.

Namun, oleh pengadilan diputus NO atau gugatan tidak dapat diterima.

Warga masih mempunyai kesempatan untuk memperbaiki gugatan dan kembali menempuh jalur hukum.

“Sebenarnya masyarakat masih punya hak untuk melakukan perubahan terhadap gugatannya. Hanya itu saran yang bisa dilakukan oleh masyarakat, karena ITDC tidak mungkin melakukan negosiasi untuk melakukan ganti rugi tanpa adanya putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap,” kata Candra saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.

Candra menjelaskan, pengamanan yang dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan permohonan bantuan agar proses land clearing dapat berjalan lancar.

Hal itu juga dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan gangguan oleh warga.

“Kegiatan yang dilakukan kemarin itu adalah melakukan clearing terhadap lahan yang akan dibangun sirkuit. Ketika ada masyarakat yang mencoba menghambat dengan latar belakang apapun, dengan alasan apapun, makanya kita minta bantuan kepada pihak keamanan untuk menghindari masalah-masalah hukum yang kemungkinan terjadi dikemudian hari,” kata Candra.

Sementara itu Kapolres Lombok Tengah AKBP Esty Setyo Nugroho menyampaikan, kegiatan pengamanan land clearing telah berjalan dengan kondusif.

“Untuk hari ini kita melakukan pengamanan wilayah-wilayah yang diklaim. Sekarang ada dua lahan untuk melakukan land clearing ITDC. Milik saudara Masrup, dan saudara Suhartini, berjalan kondusif. Pada intinya tidak ingin berbenturan dengan masyarakat,” kata Esty.

Esty mengatakan, di lapangan pihaknya menemui kendala, di mana pihak ketiga yang tidak memberikan pemahaman hukum yang baik terhadap warga.

“Kita lakukan pendekatan mengumpulkan warga, mendatangi door to door untuk memberikan pengertian hukum. Tapi permasalahannya adalah banyaknya pihak ketiga yang menyampaikan tidak sesuai dengan fakta di lapangan,” kata Esty.

Selesai secara substansi

Gubernur NTB Zulkieflimansyah menyampaikan, persoalan pembangunan sirkuit di KEK Mandalika sudah selesai secara substansi.

Namun, memang masih ada persoalan seperti klaim tanah yang saat ini masih dalam proses komunikasi dengan warga.

“Secara substansial sudah selesai. Kita tentu tidak mau ada hal yang tidak manusiawi. Oleh karena itu dialog yang intensif, dialog yang lebih kekeluargaan terus dilakukan sehingga muda-mudahan ada cahaya di ujung terowongan,” kata Zulkieflimansayah ditemui di Mapolda NTB, Selasa (8/9/2020).

Gubernur yang akrab disapa bang Zul ini menyampaikan, dia telah melakukan rapat terbatas bersama Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk membahas KEK Mandalika.

“Kemarin itu rapat terbatas Mankomaritim Pak Luhut dan beberapa menteri yang lain akan memberikan perhatian yang serius terhadap Mandalika. Karena kita ditegaskan kembali bahwa diputuskan oleh panitia bahwa NTB sudah menjadi tuan rumah (MotoGP) Mandalika 2021,” kata Zul.

Lahan berstatus clean and clear

Corporate Communication ITDC Miranti N Rendranti mengatakan, tanah dalam kawasan HPL berstatus clean and clear.

“Kami pastikan status lahan yang masuk dalam HPL ITDC seluruhnya telah berstatus clean and clear, dan kami hanya membangun di lahan yang telah masuk dalam HPL ITDC,” kata Miranti dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (26/8/2020).

Legalitas status HPL ITDC atas kesebelas bidang lahan itu telah lolos verifikasi oleh Tim Teknis Percepatan Penyelesaian Masalah Tanah yang beranggotakan unsur Forkopimda NTB.

Belasan titik lahan telah memiliki kepastian hukum tetap berdasarkan putusan pengadilan, mulai tingkat pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung.

“Kami meminta semua pihak untuk menghormati hasil putusan pengadilan tersebut,” kata Miranti.

Miranti mengimbau kepada masyarakat yang memiliki bukti kepemilikan lahan yang tumpang tindih dengan HPL ITDC atau belum menerima pembayaran atas pelepasan hak tanah, bisa diselesaikan di pengadilan.

Sumber: kompas.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan