Farhan mengungkapkan, ada petisi masyarakat untuk DPR yang meminta vaksin agar digratiskan sebagai respons dari pernyataan Menteri Kesehatan bahwa 25 juta dosis gratis, 75 juta masyarakat dapat dibeli yang ditetapkan secara sepihak. “Bahkan Menkes juga tidak clear, siapa yang wajib dan siapa yang bisa beli. Jadi, bisa disimpulkan sampai sekarang masalah vaksin ini masih sangat belum jelas untuk masyarakat,” katanya.
Farhan menilai, optimisme Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bio Farma merancang infrastruktur untuk kemapanan distribusi harus didukung. “Kalau sudah menyiapkan sistem distribusinya, ada rasa optimis. Tetapi tidak menjawab distribusi dari puskesmas ke masyarakat. Apakah akan dilakukan program seperti Pekan Imunisasi Nasional secara serempak? Ataukah akan diberikan secara selektif sesuai prioritas.”
Yang diharapkan, menurut Farhan, vaksinasi harus terlaksana dengan adil merata kepada masyarakat dari ujung Sabang sampai Merauke. Maka pemerintah diharapkan bisa memberikan transparansi program vaksinasi nasional ini.
“Saat ini kita perhatikan ada komunikasi ‘TAK KENAL MAKA TAK KEBAL’. Layak diapresiasi sebagai usaha untuk membuat kita mengerti apa itu vaksin COVID-19. Sayangnya tidak terlihat usaha lain. Saya khawatir terjadi tumpang tindih dan tarik menarik kewenangan soal komunikasi publik. Sehingga lima jubir vaksin COVID-19 suaranya nyaris tak terdengar. Tampaknya ada kegagalan koordinasi di antara lembaga negara dengan BUMN yang menangani COVID-19. Tercermin dari optimisme yang tiba-tiba membludak karena kedatangan 1,2 juta dosis vaksin Sinovac. Padahal BPOM tegas tidak akan keluarkan izin pemakaian darurat dalam waktu dekat,” ujarnya.
Baca Juga: Umar Pelaku Ancam Penggal Kepala Polisi Ternyata Simpatisan FPI
Sumber: viva.co.id