Fadli Zon Bongkar Sejarah Kelam 30 September, ‘Jelas, PKI Pelaku Kudeta’

Politisi Gerindra yang juga sejarawan, Fadli Zon membongkar sejarah PKI dalam tayangan ILC TVOne. /Instagram/@hccjawabarat/@fadlizon

IDTODAY NEWS – Indonesia Lawyers Club, Selasa, 29 September 2020 malam mengangkat tema ‘IDEOLOGI PKI MASIH HIDUP?’. #ILCIdeologiPKI.

Hadir sebagai narasumber, Fadli Zon, KH. Marsyudi Syuhud, Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo (Gubernur Lemhanas), Sukmawati Soekarnoputri (Putri Presiden Pertama RI Soekarno), Ilham Aidit (Putra Alm. DN. Aidit), dan sejumlah tokoh lainnya.

Lama populer dengan profesi politikus, banyak yang sering mengesampingkan nama Fadli Zon, dalam bidang sejarah.

Pria yang kini menjabat Wakil Ketua DPR RI bidang politik dan keamanan, pernah menulis beberapa buku bertema sejarah, di antara puluhan judul yang telah rilis.

Seperti halnya ‘Hari Terakhir Kartosoewirjo’, Fadli Zon sempat membuat geger dengan koleksi 81 Foto Eksekusi Imam DI/TII yang dia terbitkan 2012

Selain menulis budaya lokal seperti Kujang Pasundan dan Keris Lombok, ia juga menulis sejarah internasional, Gerakan Etnonasionalis: Bubarnya Imperium Uni Soviet.

Dalam acara yang disiarkan TvOne tersebut, Fadli menyebut, terdapat dua kali upaya Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan kudeta. Yakni pada 1948 dan 1965

“Tidak ada kontroversi, tidak ada versi-versi lain. Mohon maaf gubernur Lemhanas, jelas-jelas disebutkan upaya kudeta PKI,” kata Fadli Zon tegas, seperti Pikiran-rakyat.com kutip dari Youtube Indonesia Lawyers Club, Rabu, 30 September 2020.

Baca Juga  RR: Jangan Mimpi Ekonomi Pulih Dengan Model Kepemimpinan Jokowi

Politisi Partai Gerindra ini mengatakan, ia memang bukan bagian dari generasi yang mengalami tragedi 1965.

Namun kata dia, sebagai lulusan Studi Rusia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (FIB UI), dan lulus program doktoral bidang sejarah, Fadli erat bersinggungan dengan literatur di bidang itu.

Ia lantas menunjukkan buku yang sempat ia tulis, ‘Kesaksian Korban Kekejaman PKI 1948’, yang menurut dia dibuat atas anjuran KH Yusuf Hasyim, tokoh besar Nahdlatul Ulama.

“Kami bersama-sama mewawancarai korban-korban kekejaman PKI saat itu, dan benar-benar terjadi, PKI bekerja sama dengan Belanda menusuk kita dari belakang,” katanya.

Ketika NKRI bersiap-siap menghadapi Agresi Militer Belanda II, Soekarno , Hatta, dan tokoh-tokoh bangsa mengantisipasi serangan itu.

Tiba-tiba 18 September 1948, diawali kerusuhan-kerusuhan di Solo dan Yogya, dideklarasikanlah Soviet Madiun.

Deklarasi dimulai dengan pidato Muso Manowar, pemimpin PKI.

Baca Juga  Tanggapi Megawati, Fadli Zon: Yang Amburadul Itu Indonesia

Kata Fadli, ia yakin Muso dibantu Belanda masuk ke Indonesia, dengan sejumlah tokoh, ada Suripno, sampai Maruto Darusman.

“Kita masih dalam suasana revolusi, kalau tidak ada izin Belanda, (Muso) mana bisa masuk,” ucap dia.

Berita-berita tentang Muso pun didukung oleh Belanda. Perkumpulan PKI juga dilindungi Belanda.

“Kalau kita lihat sejarah, PKI ini tidak terlibat proklamasi. Tidak. Yang terlibat itu tokoh nasionalis, dan Islam,” kata Fadli Zon.

Di awal-awal masa kemerdekaan RI dulu, PKI malah mengatakan proklamasi itu revolusi yang gagal. Revolusi borjuis.

Menghadapi manifesto Muso dengan pembukaan ‘jalan baru Republik Indonesia’, Bung Karno dalam pidatonya sampai berkata, “Pilih Soekarno Hatta atau pilih Muso”.

Muso membalas dengan penghinaan, dengan menyebut Bung Karno menjual romusha, dan akan menjual rakyat Indonesia ke imprealis Amerika.

“Rakyat Indonesia tidak butuh. Rakyat belum lupa semboyan-semboyan Soekarno, mereka mengerti bahwa kaum dagang romusha, tak becus, memerintah negara. Oleh karena rakyat Madiun dan daerah-daerah lain sekarang akan melepaskan diri, dari budak-budak imprealis,” demikian Fadli membacakan salinan pidato Muso kala itu.

Baca Juga  Bagi Relawan Jokowi, Rencana Kementerian BUMN Impor SDM Merendahkan Anak Bangsa

“Ini otentik,” tegas Fadli.

Kekejaman kepada ulama

Dari penelusuran historisnya, Fadli mengungkapkan pada 1948 kebanyakan tokoh NU yang jadi korban.

Di Tangerang, Ponorogo, Gontor, misalnya, ratusan orang dibuang ke sumur-sumur, lubang buaya.

“Belum termasuk yang dibantai dan hilang,” ucap dia.

Menurut Fadli, situasi revolusioner menghadapi AMB II, membuat penumpasan PKI belum tuntas saat itu.

Tahun 1954 dalam kongres V PKI membuat program metode kombinasi tiga bentuk perjuangan. Yaitu perang gerilya di desa, melawan setan-setan kota, infiltrasi kalangan bersenjata

Fadli menunjukkan fotokopian Harian Rakyat, koran milik PKI yang dipimpin Nyoto, yang terbit 2 Oktober 1965. Di mana terdapat editorial Gerakan 30 September, dan memuat karikatur jenderal-jenderal jatuh ke jurang.

“Jadi jelas, PKI pelaku (kudeta) itu tidak bisa diragukan lagi. Tidak perlu ada versi-versi lain. Menurut saya, selesai kita, dengan adanya TAP MPRS no.25, dan UU no.27 tahun 1999 selesai perdebatan itu,” pungkas dia.

Sumber: pikiran-rakyat.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan