GAR ITB Minta Pembela Din Syamsuddin Baca Laporan Mereka ke KASN

Presiden Jokowi disaksikan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maruf Amin (kedua kanan), Wakil Presiden keenam Try Sutrisno (tengah), Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin (ketiga kanan), Sekretaris MUI Anwar Abbas (kanan), Ketua MUI bidang Pendidikan dan Kaderisasi Abdullah Jaidi (kiri) dan Ketua MUI bidang Pemberdayaan Ekonomi Umat Lukmanul Hakim (ketiga kiri) meletakkan batu pertama proyek pembangunan Menara MUI di Bambu Apus, Jakarta, Kamis 26 Juli 2018. (FOTO: ANTARA/Puspa Perwitasari)

IDTODAY NEWS – Perwakilan Gerakan Antiradikalisme Alumni Institut Teknologi Bandung (GAR ITB) Shinta Madesari Hudiarto enggan menanggapi berbagai pembelaan terhadap dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Muhammad Sirajuddin Syamsuddin alias Din Syamsuddin yang dilaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara terkait radikalisme. Shinta menduga para pihak yang membela Din belum membaca dengan cermat laporan GAR ITB kepada KASN.

“GAR tidak akan menanggapi apa-apa, lha wong Bapak-bapak itu mungkin juga belum pernah baca laporannya. Baca dulu lah dengan cermat, baru komen.,” kata Shinta ketika dihubungi, Sabtu, 13 Februari 2021.

Shinta mengatakan GAR ITB melaporkan Din Syamsuddin ke KASN dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada 28 Oktober 2020. Dalam salinan surat kepada kedua kepala lembaga tersebut, GAR ITB menilai Din telah melakukan pelanggaran substansial atas norma dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN, dan/atau pelanggaran disiplin PNS.

Din dinilai bersikap konfrontatif terhadap lembaga negara dan keputusannya. Ini merujuk pada pernyataan Din yang dianggap melontarkan tuduhan tentang adanya ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam proses peradilan di Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilpres 2019.

Baca Juga: Yusril: Demokrasi Jadi Permainan Kekuasaan untuk Melanggengkan Kekuasaan

Din juga dianggap mendiskreditkan dan menstimulasi perlawanan terhadap pemerintah yang berisiko memicu disintegrasi bangsa. Buktinya, menurut GAR ITB, adalah pernyataan Din dalam webinar “Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19” yang diselenggarakan Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) dan Kolegium Jurist Institute (KJI) pada 1 Juni 2020.

Dalam webinar itu, Din dianggap memiliki prasangka buruk terhadap pemerintah, menuduh pemerintah otoriter, represif, serta anti terhadap kebebasan berpendapat, menuduh pimpinan negara telah membangun sistem kediktatoran konstitusional, menuduh pemerintah melanggar konstitusi serta menjalankan roda pemerintahan secara menyimpang, dan menuduh pemerintah telah melakukan pembiaran terhadap berkembangnya paham komunisme.

Kiprah Din dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) juga turut dipersoalkan. KAMI dinilai sebagai cerminan oposisi pemerintah. Din dianggap melanggar sumpah dan kewajibannya sebagai ASN untuk selalu setia dan taat sepenuhnya kepada pemerintahan yang sah dengan menjadi pemimpin dan bergabung dalam organisasi ini.

Baca Juga  Hasril Chaniago Jelaskan soal 'Kakek Arteria Dahlan Pendiri PKI Sumbar'

Baca Juga: Mahfud MD Bela Din Syamsuddin: Beliau Kritis, Bukan Radikalis

Selain itu, GAR ITB menilai Din melontarkan fitnah dan mengeksploitasi sentimen agama saat merespons kejadian penganiayaan fisik yang dialami ulama Syekh Ali Jaber. Padahal, tulis GAR ITB, kejadian itu merupakan kasus pidana umum. “GAR ITB melihat adanya nuansa licik dalam cara terlapor mendramatisasi kasus kriminal tersebut.”

Menurut GAR ITB, Din telah melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Noor 21 Tahun 2020 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

“Terlapor telah melakukan berbagai tindak pelanggaran disiplin PNS, yang berdampak negatif pada pemerintah dan NKRI,” begitu tertulis dalam surat.

Baca Juga  Doa Habib Idrus Buat Jokowi dan Megawati: Pendekkan Umurnya

Maka dari itu, GAR ITB menilai Din layak dijatuhi hukuman disiplin paling berat. Merujuk PP Nomor 53 Tahun 2010, hukuman disiplin berat meliputi penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun; pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; pembebasan dari jabatan; pemberhentian dengan tidak hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Shinta mengatakan, pada 24 November 2020 KASN telah melimpahkan kasus tersebut kepada Satuan Tugas Radikalisme SKB 11 Menteri. Pada 19 Januari 2021, GAR ITB menanyakan kepada Satgas ihwal perkembangan penanganan kasus itu.

Lalu pada 28 Januari 2021, GAR ITB mengirim surat kepada KASN dan meminta ada keputusan terkait aspek disiplin PNS terhadap Din Syamsuddin kendati kasusnya sudah dilimpahkan kepada Satgas. Surat terakhir inilah yang kemudian ramai diperbincangkan hingga sejumlah pihak menyatakan pembelaan terhadap Din.

Baca Juga: PBB: 400 Ribu Anak Yaman Bisa Mati Kelaparan Tahun Ini

Sumber: tempo.co

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan