Melihat besarnya kekuatan PDIP, saingan Gibran bukan paslon dari partai lain, tetapi justru dari internal partai seperti DPC PDIP Solo atau sosok seperti Achmad. Tapi kini Achmad sudah mundur. Selagi Gibran masih mendapat dukungan dari DPP PDIP yang dipimpin Megawati Soekarnoputri, kemenangan dia sudah di depan mata.

Mempertahankan Tradisi Buruk

Kehadiran Gibran tak beda dengan politikus yang lahir dari rahim dinasti politik seperti Tommy Soeharto, Titiek Soeharto, Puan Maharani, Edhie Baskoro Yudhoyono, dan Agus Harimurti Yudhoyono. Semuanya maju ke politik setelah bapaknya lebih dahulu menjadi politikus cum presiden. AHY adalah yang paling serupa: ujug-ujug menjadi calon Gubernur DKI Jakarta setelah hijrah dari militer padahal minim pengalaman.

Gibran memang sedikit tahu diri. Ia merintis dari wali kota dan tidak langsung ke level gubernur. Hanya saja jalannya juga berbeda dengan Jokowi yang lebih dulu menjadi petugas partai baru ikut dalam kontestasi. Gibran langsung menjadi anggota sekaligus ikut perebutan kursi kepala daerah. Posisinya diuntungkan dan populer karena terkenal dengan sebutan “anak presiden.” Apalagi keputusan ini tak akan berpengaruh ke ayahnya yang sudah menjabat di periode kedua. Tak ada yang bisa mencegah “politik dinasti” ini muncul.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan