IDTODAY NEWS – Pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Syihab, menyinggung pembuatan dan pengesahan omnibus law dalam acara peringatan Maulid Nabi. Rizieq menilai undang-undang dibuat dengan proses yang lucu.

“Indonesia bikin undang-undang, namanya omnibus law. Niatnya sih bagus katanya, katanya. Untuk mempermudah dan memperlancar dunia usaha katanya. Untuk meringkaskan lebih dari 70 undang-undang dalam satu undang-undang saja, katanya. Lalu bagaimana sikap kita, ya kalau untuk kebaikan sih, nggak ada masalah. Cuma yang jadi masalah, Saudara, ini undang-undang prosesnya lucu,” kata Rizieq di Jl KS Tubun, Petamburan, Jakarta Pusat, Minggu (15/11/2020) dini hari.

Rizieq mengatakan perubahan jumlah halaman dalam undang-undang omnibus law tersebut terjadi berkali-kali. Dia lantas menyinggung pembuatan undang-undang tersebut seperti membuat kuitansi warung kopi.

“Dari 800 halaman jadi 900-an, dari 900 naik jadi seribuan, dari seribu turun lagi jadi 812, dari 812 naik lagi jadi seribu sekian. Ini lagi bikin undang-undang atau lagi bikin kuitansi warung kopi?” kata Rizieq.

Rizieq menjelaskan proses pembuatan undang-undang. Menurutnya, pembuatan undang-undang perlu dilakukan dengan membuka dialog dan mengundang ulama hingga buruh.

“Yang namanya bikin undang-undang, Saudara, ini saya kasih tahu, masyarakat mesti paham. Yang namanya undang-undang, sebelum disidangkan, DPR itu harus ngundang tokoh masyarakat dari semua elemen. Undang ulamanya, kenapa ulama mesti diundang? Karena dalam undang-undang omnibus law ada hal-hal yang menyangkut agama,” tuturnya.

Baca Juga  Terbaru, Begini Nasib Oknum TNI Sambut Habib-RS, Diborgol dan Pakai Baju Tahanan

“Undang juga ormas-ormasnya, undang juga pengusahanya, undang juga buruhnya, mahasiwanya ajak dulu dialog. Nggak boleh langsung bikin undang-undang, karena DPR itu wakil rakyat, bukan wakil partai,” sambungnya.

Selain itu, dia mengatakan, pembuatan undang-undang perlu melewati Badan Legislasi (Baleg) hingga berujung di paripurna. Undang-undang ini juga disebut perlu dibaca satu per satu sebelum disahkan.

“Kedua, itu dibahas dulu di Baleg, nggak langsung dibawa ke paripurna, fraksi-fraksi ikut membahas, puncaknya nanti di paripurna. Di paripurna ini menarik, seluruh anggota Dewan yang berjumlah ratusan lebih, itu harus baca kalimat per kalimat, kata per kata, huruf per huruf, dan disahkannya per pasal dulu,” kata Rizieq.

Sehingga, menurutnya, undang-undang tidak pernah dibuat dengan lebih dari 15 halaman. Dia menilai pembuatan omnibus law ini merupakan tindakan yang ngawur.

“Makanya, selama ini undang-undang nggak pernah tebel, paling 10 hingga 15 halaman supaya gampang dibaca, gampang dikaji, gampang dikoreksi. Tahu-tahu sekarang dibikin seribu halaman, nggak apa, nggak perlu dibaca, mau mulut berbusa lu baca. Kalau lu nggak baca, main ketok palu, disahkan, ini kan namanya ngawur, baca… baca…,” pungkasnya.

Sumber: rmol.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan