IDTODAY NEWS – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menyebut karakter sosiologi masyarakat Indonesia maupun umat Islam yang mayoritas sesunggunya adalah moderat.

Bahkan, dalam menyampaikan Pidato Pengukuhan Guru Besarnya mengatakan, bahwa secara sosiologis masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang moderat dan sejarah telah membentuk masyarakat Indonesia termasuk umat Islam itu adalah moderat.

Hal tersebut didukung dengan keberadaan nusantara dalam skup dimana kawasan Asia Tenggara dengan perbedaan kultur bangsanya yang cukup tinggi antara yang Negro- Austalia dengan Melanisia dan suku-suku lain kemudian bisa bersatu.

Soal keagamaannya pun sesungguhnya sangat moderat kata Haedar, bangsa Indonesia yang secara keagamaan awalnya menganut berbagai keyakinan setempat animisme dan dimanisme lalu datang agama Hindu dan menjadi mayoritas hingga datang agama Islam sampai saat ini mayoritas nyaris tanpa adanya peperangan.

“Ketika agama Hindu menjadi kuat di nusantara kemudian datang agama Islam lalu secara damai peralihan agama luar biasa tanpa peperangan. Dan ini tidak ditemukan di bangsa lain,” papar Haedar saat menjadi narasumber Seminar Nasional memperingati 1 tahun wafatnya KH Salahuddin Wahid yang diselenggarakan oleh Tebuireng Initiatives dengan tema ‘Memadukan Keberagaman, Bangsa Termajukan’, pada Sabtu (6/2/2021).

Proses ini, kata Profesor Ilmu Sosiologi UMY tersebut sebagai proses moderasi moderasi yang sebenarnya ada dalam karakter masyarakat Indonesia bahkan sebagian ahli menyebut didukung dengan kondisi alam yang tropis dan indah membuat karakter orang Indonesia menjadi bersikap tengahan, toleran dan bergorong-royong.

Baca Juga  Jokowi: Pekan Depan Mulai Vaksinasi Covid-19 untuk Petugas Pelayanan Publik

Sampai saat ini topik ini terus bertahan, begitu juga ketika awal perkembangan lahirnya gerakan kegamaan seperti Sarekat Islam (SI), Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persatuan Islam (Persis), Nahdlatul Ulama (NU).Biarpun dari semuanya ada perbedaan visi dan strategi tetapi saat itu tetapi tasamuhnya tinggi.

Tasamuh yang kuat juga dicontohkan para tokoh ulama terhadulu seperti Hadratussyaik Kiai Haji Hasyim Asy’ari dan Kiai Haji Ahmad Dahlan pernah berkmukim di Mekkah dan berguru di Semarang biarpun keduanya ada perbedaan dan fokus trategi dakwahnya berbeda tetapi membentuk tali silaturahim yang kuat.

Baca Juga  Protes Penutupan Masjid Saat PPKM Darurat, Netizen: Baru Sekarang Ada Menag Rasa Komunis

Sehingga sebut Haedar, ketika ada pengaduan bahwa di Yogyakarta ada tokoh yang sedang menyebarkan agama baru orang menganggapnya, justru Kiai Hasyim Asy’ari memberi jaminan bahwa Kiai Dahlan adalah tokoh Islam yang ingin membawa kemajuan Islam.

“Sehingga tokoh-tokoh itu kemudian tidak akan terkena kompor gas, yang kadang saat ini tokoh-tokoh keagamaan sering gampang masuk angin. Karena kompor gasnya kenceng, tetapi di dalamnya tidak autentik,” singgung Haedar.

Baca Juga: Terungkap Isi Percakapan Luhut Panjaitan dengan Menlu China di Telepon

Sumber: fajar.co.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan