Jamuan Jaksa untuk 2 Jenderal di Kasus Djoko Tjandra Jadi Sorotan

Foto: Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo (Foto: ANTARA/Rommy S)

IDTODAY NEWS – Jamuan’ makan siang pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) untuk dua jenderal tersangka kasus red notice Djoko Tjandra menjadi sorotan. Komisi Kejaksaan (Komjak) memastikan akan turun tangan.

Jamuan makan siang Kejari Jaksel diungkapkan oleh kuasa hukum Irjen Napoleon Bonaparte, Petrus Bala Pattyona. Melalui akun Facebook-nya, Petrus menggunggah foto bersama para tersangka kasus red notice Djoko Tjandra, termasuk kliennya, Irjen Napoleon.

Namun, Petrus membantah adanya perlakuan khusus kepada kliennya. Menurutnya, pemberian makan itu biasa dilakukan tuan rumah kepada tamunya.

“Ada yang komen seolah-olah kasus ini istimewa dan mendapat perlakuan khusus, sehingga perlu saya luruskan bahwa makan siang yang disediakan karena memang sudah jam makan, ada yang menjalankan ibadah salat dan makan siang seperti ini,” kata Pertrus dalam Facebook-nya, seperti dikutip detikcom, Minggu (18/10/2020).

“Biasanya, bila advokat mendampingi klien, baik di kepolisian, kejaksaan atau KPK, apabila sudah jam makan, pasti tuan rumah menawarkan makan untuk tamunya,” imbuhnya.

Petrus, yang mengizinkan tulisan di Facebook-nya dikutip, mengaku belum pernah menerima jamuan makan siang sejak dia menjadi pengacara. Apalagi, jamuan makan itu diberikan oleh kepala kejaksaan.

Baca Juga  Dugaan Suap Jaksa Pinangki Melebihi Jumlah Harta Kekayaannya

“Sejak saya menjadi pengacara tahun 1987, baru sekali ini di penyerahan berkas perkara tahap 2 istilahnya P-21, yaitu penyerahan berkas perkara berikut barang bukti dan tersangkanya dijamu makan siang oleh Kepala Kejaksaan,” ungkap Petrus.

Mengenai jamuan makan siang itu tak dibantah oleh Kepala Kejari (Kajari) Jaksel Anang Supriatna. Anang menyebut pemberian makan siang kepada para

“Jadi begini, itu kan para terdakwa semua, baik JPU dari pukul 09.00 WIB pagi sampai 14.00 WIB siang kan. Kami selaku tuan rumah itu biasa, standar, menyiapkan makan siang,” kata Anang saat dimintai konfirmasi, Minggu (18/10).

Tak hanya untuk para tersangka, ‘jamuan’ makan siang itu diklaim juga untuk jaksa dan kuasa hukum para tersangka. Faktor keamanan dijadikan alasan pemberian makan siang itu.

“Tidak hanya para terdakwa, tetapi juga ada pengacara. Faktor keamanan juga, supaya nggak ke sana-ke mari,” terang Anang.

Baca Juga  Ini Dia Calon Kuat Kabareskrim Pengganti Komjen Sigit

Adapun tersangka kasus Djoko Tjandra yang ‘dijamu’ makan siang tersebut, yakni Irjen Napoleon, Brigjen Prasetijo Utomo dan pengusaha Tommy Sumardi. ‘Jamuan’ itu diberikan saat proses pelimpahan berkas dan tersangka pada Jumat (16/10).

Para tersangka dijamu makan siang berupa soto ayam. Anang pun menyakini harga soto ayam tidak lebih dari Rp 20 ribu.

“Soto ayam kantin, paling nggak nyampe Rp 20 ribu,” sebut Anang.

Bahkan, menurut Anang, pihaknya ingin membelikan nasi kotak. Tapi karena waktu dan alasan keamanan, pihak Kejari Jaksel memutuskan untuk membeli makanan yang ada di kantin kantor.

“Karena nasi kotak nggak keburu waktunya, yang terdekat aja cepat yang ada. Makanya kita sediakan yang dekat kantor aja, yang di samping,” ujar Anang.

Anang menegaskan tidak ada hal istimewa yang diberikan kepada para tersangka itu. Lagi pula, menurutnya, harga soto ayam lebih murah jika dibandingkan nasi kotak.

“Hanya pertimbangan kecepatan saja, tidak ada hal-hal yang istimewa, dan kalau diukur, lebih mahalan nasi kotak kok, coba deh,” tuturnya.

Baca Juga  MAKI Sebut Ada 'King Maker' di Kasus Djoko Tjandra

Terkait jamuan makan siang sampai ke telinga Komjak. Komjak berencana akan memanggil pihak terkait.

“Lebih lanjut menyangkut informasi ini akan kami minta penjelasan ke Kejaksaan Jakarta Selatan, minta keterangan atau penjelasan bagaimana hal tersebut secara jelas,” kata Ketua Komjak, Barita Simanjuntak melalui pesan singkat, Minggu (18/10).

Pada dasarnya, semua orang sama di mata hukum. Barita menyebut tidak ada satu orang pun yang bisa diistimewakan.

“Pada prinsipnya semua orang sama di hadapan hukum, tidak ada yang diistimewakan berdasarkan prinsip equality before the law dan due process of law,” tegas Barita.

Barita pun berucap bahwa seorang jaksa harus melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Segala aspek yang dilakukan pun harus bisa dipertanggungjawabkan.

“Tentu saja dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan tersebut termasuk dalam hal di atas harus berdasarkan ketentuan sehingga semua aspek dapat dipertanggungjawabkan kalau ada pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat,” jelas Anang.

Sumber: detik.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan