IDTODAY NEWS – Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat, Chandra Purna Irawan menyampaikan bahwa meninggalnya Ustadz Maheer At-Thualibi menyisakan banyak pertanyaan. Sebelumnya, beredar kabar Ustadz Maaher meninggal dunia di Rutan Mabes Polri.

Chandra mengatakan, apakah penyidik mengetahui bahwa Ustadz Maheer memiliki riwayat penyakit, mengingat seseorang sebelum ditahan biasanya akan diperiksa berkaitan dengan kesehatannya. Pada waktu Ustadz Maheer sakit apakah diantarkan ke dokter hingga sembuh atau pulih dan dinyatakan dapat kembali oleh dokter.

“Apakah dokter yang merawat memberikan izin untuk kembali ke rutan? Apabila dokter memberikan izin kembali ke rutan apakah sudah dipertimbangkan bagaimana teknis medis untuk merawat dan pengobatan di rutan?,” kata Chandra melalui pesan tertulis kepada Republika, Rabu (10/2).

Ia menyampaikan pertanyaan selanjutnya terkait meninggalnya Ustadz Maheer di rutan. Siapa yang akan merawat di rutan, dan apakah yang merawat di rutan memiliki kemampuan medis. Apabila kembali ke rutan atas kehendak pasien apakah ada pernyataan yang ditandatangani pasien.

“Apakah dokter sudah menjelaskan secara detail risikonya apabila memutuskan keluar dari rumah sakit, dan masih banyak pertanyaan lainnya,” ujarnya.

Terkait meninggalnya Ustadz Maheer di rutan, Chandra menyampaikan, dikhawatirkan dan diduga berpotensi menimbulkan kecurigaan publik. Komisi III DPR RI atau yang menaungi bidang hukum, mungkin perlu untuk menanyakan hal ini kepada Polri terkait meninggalnya tersangka di rutan.

Menurutnya, apakah mungkin perlu dilakukan otopsi atau perlu ditanyakan kepada pihak rumah sakit dan dokter yang merawat Ustadz Maheer. “Atau mungkin Komnas HAM melakukan penyelidikan apakah ada dugaan pelanggaran HAM? atau mungkin Ombudsman RI turut melakukan pemeriksaan apakah ada dugaan maladministrasi?,” ujarnya.

Baca Juga  Gempa M6,2 Guncang Majene, Kantor Gubernur dan Hotel Ada Yang Roboh

Chandra menegaskan, pada hakikatnya jika seorang tersangka karena sakit yang dideritanya benar-benar harus dirawat di rumah sakit, dalam keadaan tidak ditahan pun ia akan tetap menjalani perawatan yang sama. Maka sudah semestinya diantarkan ke rumah sakit hingga sembuh atau pulih dan dinyatakan dapat kembali oleh dokter. Ini sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pembantaran (Stuiting).

Baca Juga  Perusakan Mobil Ketum PA 212, Munarman FPI: Kami Tahu Otak Pelakunya

Baca Juga: Kader Demokrat Tak Percaya Sebelum Jumhur Dan Syahganda Dibebaskan

Sumber: ihram.co.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan