Khatib Bungsu Syaikh Nurdin Ariyani Membuat Raja Launru Sulawesi Jadi Mualaf

Foto: Kompleks Makam Dato Ri Tiro di Bulukumba/bulukumba.go.id

Tak mau memaksa
Dalam menyampaikan pelajaran tasawuf, Datuk Ri Tiro berusaha menyesuaikan dengan kecenderungan masyarakat Bulukumba pada masa itu yang menyukai hal-hal yang bersifat kebatinan. Dalam penerapannya, Datuk Ri Tiro tidak terlalu mementingkan keteraturan syariat. Salah satu ajaran beliau yang terkenal adalah “dalam menyusun lima telur, yang pertama diletakkan tidak selalu yang menempati urutan pertama”. Artinya, penerapan lima rukun Islam tidaklah harus berurutan mulai dari syahadat sampai haji.

Baca Juga  2.570 Mualaf di Dubai 2020 Termasuk 4 Napi Ini, Mengapa?

Kala itu, Datuk Ri Tiro membolehkan setiap orang yang baru mengenal Islam untuk memilih apa yang dirasa lebih memudahkan. Puasa, misalnya, jika dirasa lebih mudah daripada shalat, dapat dilakukan terlebih dahulu, demikian pula dengan syariat-syariat yang lain. Langkah ini dilakukan Datuk Ri Tiro karena dia tidak ingin memaksakan penerimaan Islam oleh penduduk. Dia memilih mengajarkan Islam secara perlahan-lahan. Untuk itu, dia tidak ingin memberatkan penduduk untuk mengerjakan ibadah pada awal mereka mengenal Islam.

Baca Juga  Mualaf Hanan Sandercock, Temukan Kedamaian Hidup dalam Islam

Selain itu, Datuk Ri Tiro juga tidak berusaha menghilangkan tradisi lokal di daerah tempat dia menyebarkan Islam. Alhasil, di daerah tersebut, akulturasi Islam dan budaya hingga sekarang masih terasa.

Sumber: Republika

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan