IDTODAY NEWS – Komisioner Komnas HAM Munafrizal Manan menyampaikan beberapa catatan terkait Rancangan Peraturan Presiden tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme. Menurutnya, pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme seharusnya bersifat ad hoc atau tidak tetap.
“Komnas HAM berpandangan bahwa pelibatan TNI itu harus diletakkan dalam bingkai perbantuan. Oleh karena itu sifatnya ad hoc, bukan permanen,” kata Munafrizal dalam diskusi daring bertajuk Catatan Kritis dalam Perspektif Sekuritisasi, Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Legislasi Perpres TNI, Kamis (26/11/2020).
Munafrizal berpendapat, penugasan kepada TNI hanya dapat dilakukan ketika Polri sudah menyatakan tidak sanggup menangani terorisme.
Oleh sebab itu, ia mengusulkan agar dalam rancangan perpres diatur norma yang menyatakan urgensi-urgensi alasan mengapa TNI dilibatkan.
“Misalnya, karena ini sudah berskala tinggi. Sehingga kita bisa dapatkan kepastian bahwa pelibatan TNI ini sifatnya ad hoc dan perbantuan, bukan day to day dan bukan juga permanen,” jelasnya.
Di samping itu, ia melihat adanya kecenderungan penggunaan model perang untuk mengatasi aksi terorisme dalam rancangan perpres.
Munafrizal mencontohkan soal pengaturan tentang penindakan aksi terorisme oleh TNI. Hal ini yang menurutnya masih dirasa luas untuk dipahami.
Kemudian, ia menilai akan terjadinya tumpang tindih dengan kewenangan yang sudah dimiliki oleh kementerian atau lembaga lain.
“Kepolisian dan BNPT. Meski misalnya sudah disebut bahwa sudah diantisipasi kemungkinan itu. BNPT fokus pada pencegahan misalnya,” ujar Munafrizal.
Tak kalah penting, menurutnya, pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme berpotensi terjadinya pelanggaran HAM.
“Kita belajar dari pengalaman apa yang dilakukan oleh Densus, termasuk negara lain yang melibatkan TNI. Potensi pelanggaran HAM itu nyata sekali. Kepolisian kita, Densus, pernah ada beberapa kejadian yang ada korban diduga terorisme tapi masih diragukan kepastiannya, tapi sudah terlanjur meninggal atas tindakan yang dilakukan Densus,” ucap dia.
Adapun DPR telah menyerahkan masukan terkait Perpres tentang Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/11/2020).
Menurut Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin, salah satunya masukan yang diberikan yakni soal pembentukan badan pengawas yang berada di bawah pengawasan DPR. Ia mengatakan, usulan tersebut sebagai bentuk pengawasan dan menjalankan amanat UU Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Komisi I DPR telah memberikan pandangan-pandangan yang menarik, ada tiga hal yang disampaikan, salah satunya dibentuk badan pengawas yang institusinya di bawah naungan DPR untuk melakukan proses pengawasan UU Nomor 15 Tahun 2018,” ujar Azis, dikutip dari Antara.
Sementara, Yasonna mengatakan, amanat UU Nomor 15 Tahun 2018 menyebutkan bahwa pelibatan TNI dalam pemberantasan aksi terorisme diatur lebih lanjut dalam Perpres. Namun, kata Yasonna, sebelum Perpres tersebut dibuat, pemerintah perlu meminta pertimbangan dari DPR RI.
“Ini satu-satunya Perpres yang perlu mendapatkan pertimbangan DPR karena pentingnya substansi di dalamnya. Kami sudah memasukkan draf Perpres ke DPR beberapa bulan lalu dan kami secara resmi telah berkonsultasi dengan Pimpinan DPR untuk meminta pendapat dan kemudian dihadiri Pimpinan Komisi I dan Komisi III DPR,” kata Yasonna.
Yasonna mengatakan, setelah pemerintah mendapatkan masukan dari Komisi I dan Komisi III DPR, maka pemerintah akan membahasnya secara internal.
Tak hanya itu, ia akan menyampaikan kepada Presiden dan mengirimkan surat kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD terkait masukan yang sudah diberikan DPR.
“Kami akan sampaikan kepada Menkopolhukam dan beliau akan mengadakan rapat untuk membahas masukan dari Komisi I dan Komisi III DPR,” ujarnya.
Baca Juga: Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan Barang di Kemenag Kembali Dipanggil KPK
Sumber: kompas.com