Konser Musik untuk Pilkada Diizinkan, Mbah Tedjo: Mungkin Maksudnya ‘Mulia’

Tangkapan layar cuitan Sudjiwo Tedjo. (Twitter/@sudjiwotedjo)

IDTODAY NEWS – Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah menjadi sorotan setelah memberi lampu hijau soal konser musik untuk kampanye meski masih di tengah pandemi Covid-19.

Desas-desus diperbolehkannya konser musik saat pandemi tersebut sebagaimana disebutkan dalam Pasal 63 ayat 1 huruf b PKPU Nomor 10 tahun 2020 tentang Pilkada di Tengah Bencana Nonalam Covid-19.

“Kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf g dapat dilaksanakan dalam bentuk 1) rapat umum; 2) kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik; 3) kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan/atau sepeda santai; 4) perlombaan, 5) kegiatan sosial berupa bazaar dan/atau donor darah; 6) peringatan hari ulang tahun Partai Politik; 7) melalui media sosial.”

Terkait hal ini, Budayawan Sudjiwo Tedjo menanggapinya dengan santai lewat akun Twitternya @sudjiwotedjo.

“Jangan buru-buru sewot. Konser musik Pilkada masa Pandemi diizinkan mungkin dengan maksud mulia,” kicau budayawan yang akrab disapa Mbah Tedjo ini, Rabu (16/09/2020).

Baca Juga  Said Didu Puji Langkah Yenny Wahid Mundur Dari Garuda Demi Efisiensi, tapi Beri Peringatan ke Pemerintah

Lebih lanjut, Mbah Tedjo memaparkan maksud prasangkanya di balik kata mulia yang disebutkannya itu.

“Yaitu, kelak yang datang mencoblos betul-betul yang sudah lulus seleksi alam, yaitu yang belum modyar. Bupati/walkot/gubernur betul-betul dipilih oleh mereka yang sukses melawan kematian. Bravo,” sambungnya.

Sontak, cuitan sarkas Sudjiwo Tedjo tersebut langsung disambar oleh puluhan warganet di kolom komentarnya.

“Tapi sayangnya gak ada hubungannya imunitas tubuh sama akhlak seseorang. Aku sih berharap yang terseleksi alam : cabup/cawalkot/cagub yang akhlakless,” timpal pemilik akun @Yusuf_Ek***

“Ya kalo demografi orang-orang yang dateng ke konser itu single-person household semua. Lah kalau dia tidak tinggal sendirian? Misal terinfeksi di konser, pulang bisa nulari penghuni lain. Besoknya beraktivitas di luar nulari berapa orang lain? Ra mashok Mbah,” ungkap warganet lainnya @muny***.

Baca Juga  Tekan Kematian, PDIP Minta Satgas Covid-19 Libatkan RT/RW Dampingi Warga Isoman

“Mantappp mbah! Pilkada ini adalah Pemilihan Kesaktian Diri di Daerah. Yang gak sakti minggir,” tulis @febri***

Di lain sisi, Komisioner KPU I Dewa Raka Sandi turut membenarkan diperbolehkannya konser musik untuk kampanye.

Hanya saja menurutnya, peraturan itu harus dilihat dengan cermat khususnya terkait jumlah peserta (penonton) hingga penerapan protokol kesehatan.

“Selain jumlah juga diatur protokolnya. KPU juga akan mengatur secara lebih detail dalam pedoman teknis kampanye. Salah satunya, didorong dilaksanakan secara online dengan frekuensi terbatas,” kata Dewa kepada Suara.com, Rabu (16/9/2020).

Kampanye Pilkada Saat Pandemi: Pengabaian Potensi Klaster Baru

Kasus positif virus Corona (Covid-19) juga muncul di tengah masa tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan, sudah sebaiknya tidak ada lagi kegiatan-kegiatan selama pilkada yang melibatkan massa, salah satunya kampanye.

Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19 memaksakan adanya penyesuaian dalam segala aspek, termasuk soal kampanye. Kampanye yang biasanya dilakukan dengan melibatkan massa, kini seharusnya sudah tidak perlu dilakukan.

Baca Juga  Ridwan Kamil Tidak Mau Anak-anak Muda Jabar Jadi Beban Negara

“Kampanye bawa massa. Itu artinya sama dengan menihilkan, mengabaikan potensi klaster,” kata Dicky saat dihubungi, Jumat (11/9/2020).

Dicky menganggap apabila kegiatan itu tetap dilakukan, maka yang rugi penyelenggara, peserta dan masyarakatnya sendiri.

Apalagi melihat potensi calon kepala daerah yang bisa saja tertular Covid-19 dengan gejala, hal tersebut dianggapnya jelas bakal merugikan. Dengan begitu, ia menilai harus ada solusi di mana keselamatan masyarakat bisa lebih diutamakan ketimbang pelaksanaan Pilkadanya itu sendiri.

“Harus ada solusi yang memenangkan sektor kesehatan masyarakat tanpa mengurangi tujuan pelaksanaan Pilkada,” ujarnya.

“Itu harus didiskusikan oleh penyelenggara pemilu, dalam hal ini adalah KPU, KPUD dengan Bawaslu, pemerintah, terutama melibatkan pakar,” tambah Dicky.

Sumber: suara.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan