IDTODAY NEWS – Deputi Balitbang DPP Partai Demokrat Syahrial Nasution menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD soal KLB Demokrat versi Jhoni Allen di Sibolangit Sumut.

Syahrial menanggapi Mahfud MD yang seolah-olah menyamakan KLB Demokrat di Sumut ini dengan kasus yang melanda PKB di era Megawati Soekarnoputri pada 2002 lalu.

”Sangat berbeda. Kudeta terhadap PD yang dilakukan kader-kader partai yang sudah dipecat dan peserta yang tidak memiliki hak suara serta melibatkan pihak eksternal,” jelas Syahrial, Sabtu (6/3).

Salah satu hal lagi yang membedakan KLB Demokrat ini dengan kasus PKB 2002 lalu terletak pada adanya keterlibatan pejabat Negara dari Istana Presiden.

“Pejabat negara ini dari Istana Presiden, Moeldoko. Padahal sebelumnya dia mengaku tidak ikut campur soal kudeta PD, cuma minum-minum kopi di hotel. Itu kan bohong,” tegas pria asal Medan ini.

Politisi muda PD ini berharap Presiden Jokowi tak membiarkan masalah ini.

Baca Juga  Merasa Dicemarkan Nama Baiknya, PMII Akan Laporkan Gatot Nurmantyo ke Polisi

“Jadi kalau Pak Jokowi membiarkan kebohongan ini, biarkan rakyat yang menilai,” jelasnya.

Politisi PD ini juga meminta agar Menko Polhukam memberikan pernyataan yang benar terkait kasus PD ini.

Baca Juga: Potensi Moeldoko Capres Kecil Karena Reputasinya Merebut Demokrat Dari AHY

“Jangan bohong! Sepanjang sejarah parpol di Indonesia, baru kali ini ada perampasan ketum partai dengan menempatkan pejabat eksternal dari penguasa. Biasanya, tokoh boneka internal,” katanya.

“Jejak digital dan sejarah itu nyata. Jangan-jangan Anda senang @PDemokrat dibuat seperti ini?,” tegas Deputi Balitbang DPP Partai Demokrat ini.

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD angkat suara terkait Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara.

Menurut Mahfud, KLB merupakan urusan internal partai. Karena itu, pemerintah tidak berhak mencampuri.

“Sesuai UU 9/98 Pemerintah tak bisa melarang atau mendorong kegiatan yang mengatasnamakan kader Partai Demokrat di Deli Serdang,” kata Mahfud melalui akun twitter resminya @mohmahfudmd, Sabtu (6/3).

“Sama dengan yang menjadi sikap Pemerintahan Bu Mega pada saat Matori Abdul Jalil (2002) mengambil PKB dari Gus Dur yang kemudian Matori kalah di Pengadilan (2003),” jelas Mahfud MD.

Mahfud menjelaskan, sejak era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga Joko Widodo (Jokowi), pemerintah tidak pernah larang KLB karena menghormati independensi partai politik.

“Saat itu Bu Mega tak melarang atau pun mendorong karena secara hukum hal itu masalah internal PKB. Sama juga dgn sikap Pemerintahan Pak SBY ketika (2008) tidak melakukan pelarangan saat ada PKB versi Parung (Gus Dur) dan versi Ancol (Cak Imin). Alasannya, itu urusan internal parpol,” jelas Mahfud.

Mantan Ketua MK itu memahami, risiko yang diterima pemerintah apabila tidak melarang KLB maka bisa dianggap cuci tangan.

Baca Juga  Gara-gara Puan Maharani, PKB Keluar dari Koalisi PDIP

“Tapi kalau melarang atau mendorong bisa dituding intervensi, memecah belah, dan sebagainya,” kata Mahfud.

Menurut Mahfud, KLB PD baru akan menjadi masalah hukum jika hasil KLB sudah didaftarkan ke Kemenkum HAM.

Jika hasil itu didaftarkan, pemerintah baru akan bertindak dengan meneliti keabsahan hukum dari KLB PD di Sumut.

“Kasus KLB PD baru akan jadi masalah hukum jika hasil KLB itu didaftarkan ke Kemenkum HAM. Saat itu pemerintah akan meneliti keabsahannya berdasarkan UU dan AD/ART parpol,” jelasnya.

“Keputusan Pemerintah bisa digugat ke pengadilan. Jadi pengadilanlah pemutusnya. Dus, sekarang tidak/belum ada masalah hukum di PD,” kata Mahfud lewat akun Twitter resminya @mohmahfudmd, Sabt

Baca Juga: Moeldoko Disebut Kacang Lupa Kulit, Jerry Massie: Misinya Menggagalkan AHY Jadi Capres

Sumber: pojoksatu.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan