Muhammadiyah Nilai Tak Ada yang Salah di Pasar Muamalah Depok

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Sekjen MUI), H. Anwar Abbas (Foto: ibadah.co.id)

IDTODAY NEWS – Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas angkat bicara perihal kasus Pasar Muamalah Depok, Jawa Barat, yang bertransaksi menggunakan dinar dan dirham. Anwar Abbas menilai tidak ada yang salah dengan penggunaan dinar dan dirham karena bukan merupakan mata uang resmi suatu negara.

Anwar Abbas awalnya menjelaskan terkait kewajiban bertransaksi di Indonesia menggunakan rupiah. Dia menekankan kewajiban itu harus dilakukan demi menjaga nilai tukar rupiah.

“Semestinya kita dalam bertransaksi di dalam negara Republik Indonesia haruslah mempergunakan mata uang rupiah, karena mata uang rupiah adalah alat pembayaran yang sah di Indonesia. Ini penting untuk kita perhatikan, karena kalau kita langgar maka dia akan berpengaruh terhadap kekuatan dan nilai tukar dari mata uang rupiah itu sendiri,” kata Anwar dalam keterangannya, Senin (8/2/2021).

Anwar mengatakan, berdasarkan peraturan Bank Indonesia (BI), siapa pun di Indonesia diwajibkan menggunakan rupiah dalam bertransaksi. Ini bahkan berlaku bagi turis asing di Indonesia.

Anwar lalu membandingkan dengan kondisi di Bali yang kerap menggunakan mata uang asing dalam bertransaksi. Menurutnya, hal tersebut seharusnya tak bisa dibenarkan.

“Tetapi di Bali kita lihat masih banyak orang melakukan transaksi dengan US dollar. Ini tentu saja maksudnya adalah untuk memudahkan transaksi, terutama dengan wisatawan asing. Tapi hal ini tentu tidak bisa kita terima, karena dia jelas-jelas akan membawa dampak negatif bagi perekonomian nasional, karena permintaan kepada mata uang rupiah tentu akan menurun,” ujarnya.

Lebih lanjut, Anwar lalu membandingkan dengan yang terjadi di Pasar Muamalah Depok. Menurutnya, dinar dan dirham di Pasar Muamalah tersebut berbeda dengan mata uang asing.

“Menurut saya tidak sama, karena mereka yang bertransaksi di Bali tersebut mempergunakan mata uang asing yang resmi, seperti US dollar, euro, dan lain-lain. Sementara transaksi yang terjadi di Pasar Muamalah Depok tersebut tidak mempergunakan mata uang asing. Memang mereka menyebutnya dengan mata uang dinar dan dirham, tapi itu jelas bukan mata uang resmi salah satu negara di manapun di dunia ini,” sebutnya.

Baca Juga  Panglima TNI Dan Kapolri Tinjau Sentra Vaksinasi Dan Penerapan PPKM Darurat Di Kota Bandung

Kemudian Anwar beranggapan dinar dan dirham di Pasar Muamalah Depok berlaku seperti tiket voucher atau koin mainan anak. Dia juga beranggapan tidak jadi masalah penggunaan dinar-dirham tersebut lantaran dibuat dengan menggunakan uang rupiah.

“Pertanyaannya bolehkah kita melakukan transaksi barter dan atau kita bertransaksi dengan mempergunakan voucher dan koin tersebut? Saya rasa tidak ada masalah, karena untuk membuat komoditi dinar dan dirham tersebut mereka juga telah membelinya terlebih dahulu dengan mempergunakan Rupiah,” imbuhnya.

Anwar menilai transaksi menggunakan dinar-dirham di Pasar Muamalah Depok tak masuk kategori menggunakan mata uang asing. Menurutnya, transaksi di Pasar Muamalah Depok seperti sistem barter.

Baca Juga  Setahun Bekerja, Kiprah Stafsus Milenial Jokowi Dinilai Tak Terlihat

“Untuk menjawabnya saya jelas tidak tahu. Tapi, menurut saya, apa yang mereka lakukan tidak masuk ke dalam kategori mempergunakan mata uang asing. Tapi adalah masuk ke dalam kategori transaksi yang menggunakan sistem barter atau voucher atau coin, di mana komoditi emas (dinar) dan perak (dirham) yang mereka miliki mereka tukarkan dan atau barterkan dengan komoditi-komoditi serta jasa yang mereka inginkan. Pertanyaannya salahkah hal demikian?” ungkap Anwar.

Seperti diketahui, pendiri Pasar Muamalah Depok Zaim Saidi telah ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan oleh polisi. Zaim disangkakan dengan Pasal 9 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Baca Juga: Bersama Dasco, Abu Janda Bertemu Natalius Pigai

Sumber: detik.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan