MUI Batal Bahas Politik Dinasti dan Masa Jabatan Presiden

Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh. (Foto: BNPB)

IDTODAY NEWS – Praktik politik dinasti tak jadi masuk agenda pembahasan Komisi Fatwa MUI dalam forum Musyawarah Nasional (Munas) MUI pada 25-28 November mendatang. Begitu juga dengan pembatasan masa jabatan kepala pemerintahan (bupati/walikota, gubernur, presiden) dari 5 menjadi 7-8 tahun.

Menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh dalam rapat pada Senin malam kemarin, kedua isu tersebut dialihkan menjadi rekomendasi.

“Dari 12 isu yang masuk daftar inventarisasi, hingga Senin malam kemarin mengerucut menjadi tiga isu dengan pertimbangan aktualitas, kemendesakan, dan skala prioritas,” kata Niam kepada detik.com tadi malam.

Para ulama memberi perhatian dan prihatin melihat perkembangan politik dinasti selama era reformasi ini. Bila hal itu dibangun berdasarkan kompetensi dan prestasi tentu tidak masalah. Sayangnya yang kerap terjadi justru tidak demikian.

Untuk pembahasan masa jabatan kepala pemerintahan selama 5 tahun perlu dievaluasi karena dalam praktiknya selama ini kurang efektif. Seringkali kepala pemerintahan menggunakan tahun pertama untuk konsolidasi. Visi dan misi baru dijalankan di tahun ke dua dan ke tiga, sebab tahun ke empat sudah terpecah untuk kepentingan pemilu berikutnya.

“Sebelum reformasi kan kita menjalankan pemilihan melalui perwakilan, lalu pemilihan langsung di era reformasi. Jadi bisa saja ada perubahan-perubahan,” kata Niam seraya menegaskan isu ini tak jadi dibawa ke Komisi Fatwa tapi dialihkan menjadi rekomendasi.

Baca Juga  Apresiasi Langkah Pemerintah Soal Vaksin Corona, Ketua MPR: Kita Bersyukur Presiden Menggratiskannya

Tentang tiga isu besar yang telah disepakati untuk dibahas Komisi Fatwa nantinya adalah terkait pemanfaatan organ tubuh untuk kepentingan pengobatan seperti teknologi stem cell, zakat perusahaan, serta haji belia dan dana talangan.

Salah satu pertimbangan terkait haji dan dana talangan adalah kenyataan lebih dari 50% Jemaah haji Indonesia berusia lanjut. Bila dimungkinkan mendapatkan dana talangan, peserta haji kemungkinan akan berusia lebih muda.

Baca Juga  Rocky Gerung: Ada Menteri Berakal Sehat yang Mulai Gerah dengan Jokowi

“Ini menggunakan analogi dalam perencanaan keuangan. Bila punya rumah atau mobil umumnya dilakukan dengan mencicil, apakah dimungkinkan mendapat dana talangan untuk daftar haji. Ini yang nanti akan dibahas memungkinkan tidaknya secara fiqih,” jelas Niam.

Selengkapnya, saksikan Blak-blakan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, “Fatwa Vaksin, Politik Dinasti, dan Suksesi” di detik.com, Rabu (21/10/2020).

Sumber: detik.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan