Pakar Hukum Ini Tak Sepakat RUU Kejaksaan Dahulukan RKUHP

Pakar Hukum Pidana, Prof Romli Atmasasmita tidak sepakat dengan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Kejaksaan. Foto/SINDOnews

IDTODAY NEWS – Pakar Hukum Pidana, Prof Romli Atmasasmita tidak sepakat dengan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Kejaksaan. Sebab, kewenangan jaksa untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan harus menunggu dari hukum acara pidana atau revisi KUHP yang tengah digodok.

“Saya tidak sependapat kalau prosedur pembahasan ini lebih didulukan dari hukum acaranya (KUHP), rancangannya. Proses itu payung hukumnya acara pidana (KUHAP),” ujar Prof Romli kepada wartawan, Selasa (29/9/2020).

Diketahui, dalam Pasal 1 Ayat (1) RUU Kejaksaan disebutkan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan pengacara negara serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.

Romli menilai payung hukum proses tidak menyebut secara tegas bahwa penuntut itu adalah penyidik. Namun, kejaksaan itu dominus litis bahwa penuntut tunggal dan penyidikannya untuk tindak pidana tertentu, yakni tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

”Jadi payungnya dulu, karena proses beracara kan tidak ada hukum acara kejaksaan. Saya katakan tidak setuju (RUU Kejaksaan), sabar saja menunggu perubahan KUHAP yang sudah ada di Prolegnas DPR,” imbuhnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, kewenangan jaksa bakal diperluas lagi melalui RUU Kejaksaan alias tidak lagi semata-mata melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu saja (korupsi, TPPU dan pelanggaran HAM berat). Akan tetapi, jaksa ingin menangani tindak pidana administrasi yang ada di kementerian atau lembaga.

Baca Juga  Soleman Ponto: Revisi UU Kejaksaan Tak Kurangi Kewenangan Penyidikan Polri

“Mau diambil, boleh (memang). Jadi UU Kejaksaan memberi celah untuk keluar. Tapi, payung hukumnya (KUHP) menyebut penuntut. Lex spesialisnya ya UU Tipikor, TPPU dan pelanggaran HAM. Tapi sekarang, yang spesialis itu ingin diperluas oleh UU tentang struktur organik kejaksaan yang harusnya KUHP,” katanya.

Sumber: SindoNews.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan