Pembahasan RUU Cipta Kerja Dinilai ‘Kejar Tayang’

Ilustrasi/Foto: Omnibus Law Cipta Kerja (Tim Infografis Fuad Hasim)

IDTODAY NEWS – Pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ditargetkan rampung awal Oktober. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun mengatakan RUU Cipta Kerja akan segera selesai.

Namun, masih ada sekitar 1.800 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari total 8.000 DIM yang belum dibahas. Menurut Anggota Baleg Hendrawan Supratikno, DIM yang belum dibahas ini adalah pembahasan di Bab IV RUU Cipta Kerja yakni tentang klaster ketenagakerjaan yang masih didiskusikan secara tripartit, termasuk juga klaster investasi dan administrasi pemerintahan.

“Dalam DIM yang masih belum dibicarakan, adalah DIM yang substantif, dan banyak di Bab IV atau ketenagakerjaan), lalu bab X atau pusat investasi pemerintah, dan bab XI di administrasi pemerintahan,” paparnya ketika dihubungi detikcom, Sabtu (15/8/2020).

Dihubungi secara terpisah, Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Elen Setiadi mengatakan, pemerintah sudah selesai membahas klaster ketenagakerjaan secara tripartit yakni bersama dengan serikat pekerja atau buruh dan juga pelaku usaha.

“Khusus untuk klaster ketenagakerjaan sesuai dengan hasil pembahasan tripartit yang dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan dengan pimpinan Serikat Pekerja/Serikat Buruh, serta Kadin dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),” jelas Elen kepada detikcom.

Menurutnya, saat ini Kemnaker sedang menyusun finalisasi atau penyempurnaan rumusan klaster ketenagakerjaan berdasarkan hasil pertemuan tripartit tersebut.

“Saat ini Kementerian Ketenagakerjaan sedang memfinalisasi penyempurnaan rumusan sesuai hasil pembahasan,” ujar Elen.

Namun, menurut Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Ahmad Khoirul Umam, pembahasan RUU Cipta Kerja yang ditargetkan rampung tahun ini seperti aksi ‘kejar tayang’ atau terburu-buru.

“Kerja model ‘kejar tayang’ yang dipraktikkan pemerintah dan DPR ini jelas mengindikasikan besarnya kepentingan politik dan bisnis yang bermain di balik pembahasan RUU Omnibus Law ini. Untuk itu, RUU ini merupakan representasi dari eksistensi oligarki, yang mempertemukan kekuatan politik dan kepentingan bisnis hingga membentuk koalisi yang mampu membajak dan menyalahgunakan otoritas negara,” kata Umam ketika dihubungi detikcom.

Ia menilai, pembahasan RUU ini berjalan tidak transparan, dan masih banyak bab-bab yang belum dijelaskan tujuannya.

“Pemerintah dan DPR nampaknya benar-benar berniat membajak otoritas rakyat melalui politik legislasi yang tidak transparan dan akuntabel. Pembahasan RUU ini berpotensi berimplikasi besar terhadap regulasi penanaman modal, kehutanan, rezim perizinan bisnis berskala besar di sektor tambang dan perkebunan, nasib tenaga kerja, hingga relasi pemerintah pusat-daerah ini, seolah sengaja dijaga di dalam ‘ruang gelap’ kekuasaan,” tutur Umam.

Dihubungi secara terpisah, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio pun mempertanyakan serikat pekerja mana yang diklaim pemerintah sudah diajak bicara.

“Kalau dibilang sudah tripartit dengan buruh, buruh yang mana? Organisasi buruh itu kan banyak. Agendanya juga banyak. Ada yang pengin jadi anggota DPR, macam-macam. Jadi yang mana? Makanya jangan buru-buru. Karena kan organisasi buruh banyak sekali. Nah ini yang mana yang diajak bicara? Apakah dia real mewakili buruh untuk kepentingan buruh, atau untuk kepentingan masuk ke legislatif, masuk ke eksekutif, kita nggak tahu,” jelas Agus kepada detikcom.

Baca Juga  Tak Puas Debat Dengan Bahlil, Begini Keberatan Cipayung Plus Soal UU Cipta Kerja

Ia pun meminta pemerintah dan DPR tak terburu-buru menyelesaikan RUU ini. Apalagi, melihat tekanan pandemi Corona pada perekonomian global, ia tak yakin ketika RUU ini disahkan maka investasi bisa langsung masuk.

“Itu kan ide dari Presiden melihat bahwa iklim investasi kita itu kan susah, bertele-tele dan koruptif, sehingga investor enggan datang ke Indonesia, maka muncul lah Omnibus Law ini,” imbuh Agus.

“Apa iya kalau diselesaikan tahun ini, lalu tahun depan investasi masuk? Kan semua lagi resesi di dunia. Artinya apa? Tenang saja dulu dikerjakan. Kalau nanti sampai tahun depan ya nggak apa-apalah, yang penting kan jangan Omnibus Law ini jadi persoalan baru lagi,” sambung Agus.

Sumber: detik.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan