IDTODAY NEWS – Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri ( Kadin) Bidang Hubungan Internasional, Shinta Widjaja Kamdani, menyampaikan bahwa jaminan untuk buruh pada Undang-undang Cipta Kerja akan bertambah dengan adanya poin jaminan kehilangan pekerjaan, di mana hal tersebut belum ada sebelumnya.
“Dengan UU ini justru jaminan untuk buruh akan bertambah, di mana sebelumnya tidak ada, sekarang ada jaminan kehilangan pekerjaan, untuk pertama kalinya. itu perlindungan yang sangat penting,” kata Shinta dilansir dari Antara, Jumat (9/10/2020).
Shinta menyampaikan, dengan adanya jaminan kehilangan pekerjaan, maka buruh yang kehilangan pekerjaan akan diberikan pesangon tidak hanya dari perusahaan tempat mereka bekerja, tapi juga dari pemerintah.
Menurut Shinta, hal ini akan sangat membantu buruh, terlebih di masa pandemi Covid-19, di mana pekerjaan seseorang situasinya rentan.
Selain itu, Shinta menambahkan bahwa UU Cipta Kerja juga berpotensi menarik pengusaha untuk investasi dalam jangka pendek, menengah hingga jangka panjang, sehingga mampu menciptakan lapangan kerja bagi mahasiswa maupun siswa yang telah lulus mengenyam pendidikan.
“Menurut saya ini mahasiswa yang paling membutuhkan. Mereka kan butuh lapangan pekerjaan. Makanya saya tidak mengerti mengapa penilaiannya bertolak belakang,” ujar Shinta.
Shinta mengatakan, saat ini pemerintah sedang melakukan sosialisasi intensif terkait UU Cipta Kerja, di mana ia memberi masukan agar sosialisasi dilakukan menggunakan media yang tepat sasaran.
Diketahui, pada Bagian Ketujuh UU ini tertulis Jaminan Kehilangan Pekerjaan, yakni pada Pasal 46(A) Pasal (1) berbunyi, Pekerja/ Buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berhak mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan.
Kemudian, Ayat (2) berisi jaminan kehilangan pekerjaan diselenggarakan oleh badan penyelenggara jaminan sosial ketenaga kerjaan dan pemerintah. Dan pada Ayat (3) tertulis ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan jaminan kehilangan pekerjaan diatur dengan peraturan pemerintah.
Surat Edaran Kadin
Sebelumnya Kadin telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 749/DP/IX/2020 mengenai Mogok Kerja Nasional serta surat arahan Nomor 748/DP/IX/2020.
Surat edaran serta surat arahan tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani pada 30 September 2020.
Dibuatnya surat tersebut karena adanya rencana aksi mogok kerja massal nasional sebagai bentuk penolakan terhadap pengesahan draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja selama tiga hari, mulai 5-8 Oktober 2020 pada saat Sidang Paripurna DPR RI.
Adapun isi surat tersebut berisi saran, imbauan, serta larangan berdasarkan dua undang-undang (UU) yang menjadi landasan Kadin. Pun Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta.
“Seiring dengan UU No. 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, dalam rangka upaya penanggulangan dan penanganan pandemi Covid-19, Pemerintah Daerah DKI dalam Pasal 14 Ayat (1) huruf (a) dan (b) dari Pergub No. 88 Tahun 2020 telah mengatur bahwa “demi kesehatan bersama, masyarakat umum ataupun karyawan tidak boleh melakukan kegiatan berkumpul/bergerombol di suatu tempat,” isi dari SE tersebut pada poin 3.
Namun, SE tersebut juga tertulis, mogok kerja boleh dilakukan asalkan terjadi perundingan yang gagal antara pemberi kerja dengan pekerja. Oleh sebab itu, mogok kerja massal yang akan dilakukan nanti dianggap tidak sah.
“Pasal 137 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat dari gagalnya perundingan,” isi poin 1 dari SE tersebut.
“Sebagai pengejawantahan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan telah diterbitkan Kepmenakertrans No. 232/2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah, dimana dalam Pasal 3 menegaskan bahwa mogok kerja yang dilakukan bukan akibat gagalnya perundingan adalah tidak sah,” lanjut SE itu.
Kendati demikian, di dalam surat arahan Kadin tertulis, bagi pekerja atau buruh yang tetap kekeuh melaksanakan aksi mogok kerja massal diingatkan untuk tetap melakukan protokol kesehatan Covid-19.
“Menyarankan kepada seluruh pekerja/buruh di perusahaan masing-masing untuk mematuhi peraturan mengenai mogok kerja serta ketentuan tentang protokol kesehatan Covid-19,” tulis Rosan.
Selain saran, imbauan serta larangan, dalam SE dan surat arahan yang dibuat Rosan, juga tertulis sanksi yang akan diberikan kepada pekerja atau buruh jika tetap mengikuti aksi mogok kerja nasional.
Namun, sanksi yang akan dikenakan tersebut tak dijelaskan secara rinci di dalam dua surat yang dibuat.
“Pelanggaran terhadap aturan tersebut akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan tentang Penanggulangan dan Penanganan Covid-19,” isi dari surat itu.
Rosan pun mengimbau kepada seluruh pekerja/buruh untuk tidak terprovokasi atas rencana mogok kerja nasional ini.
Sumber: kompas.com