Presiden Diminta Temui Ombudsman dan Komnas HAM Sebelum Bersikap Soal TWK Pegawai KPK

Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat mengumumkan perpanjangan PPKM Level 4 pada Minggu (25/7/2021).(YouTube/Sekretariat Presiden)

IDTODAY NEWS – Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Presiden Joko Widodo segera melakukan pertemuan dengan Ombudsman dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), sebelum mengambil sikap terkait polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Sebab jika tidak, ICW khawatir ada kelompok lain yang menyelinap dan memberikan informasi keliru kepada Presiden terkait isu KPK,” terang peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Kamis (16/9/2021).

Menurut dia, Ombdusman dan Komnas HAM adalah dua lembaga yang telah menemukan dan mengurai secara rinci berbagai permasalahan yang ada dalam penyelenggaraan TWK.

“Di antaranya maladministrasi dan pelanggaran hak asasi manusia,” kata dia.

Kurnia berharap Jokowi tidak mengikuti sikap para pimpinan KPK yang memutuskan untuk memberhentikan 56 pegawai KPK yang tak lolos TWK.

Dalam pandangan Kurnia, para pimpinan KPK telah keliru menafsirkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara ini.

“Dua putusan itu hanya berbicara soal TWK secara formil, belum menyentuh aspek materiil. Mestinya agar penilaiannya objektif, implementasi kebijakan TWK juga harus merujuk pada temuan Ombudsman dan Komnas HAM,” ungkapnya.

Baca Juga  Menteri Takut Covid-19 dan Jadi Beban Jokowi, Ujang Komarudin: Mending Reshuffle Saja

Kurnia menegaskan ada sejumlah konsekuensi serius jika Jokowi hanya menganggap polemik TWK ini persoalan administrasi kepegawaian semata, dan mengembalikan kewenangan pada KPK.

“Pertama, Presiden tidak konsten dengan pernyataannya sendiri. Sebab pada pertengahan Mei lalu, Presiden secara khusus mengatakan bahwa TWK tidak serta merta dijadikan dasar memberhentikan pegawai,” jelas Kurnia.

Kedua, lanjut dia, Jokowi tidak memahami permasalahan utama di balik TWK.

“Penting untuk dicermati oleh Presiden, puluhan pegawai KPK diberhentikan secara paksa dengan dalih tidak lolos TWK,” imbuh dia.

“Padahal di balik TWK ada siasat yang dilakukan oleh sejumlah pihak untuk menyingkirkan pegawai-pegawai berintegritas di KPK,” sambung Kurnia.

Konsekuensi berikutnya, papar Kurnia, Jokowi sama sekali tidak berkontribusi pada penguatan KPK. Sebab pada tahun 2019, Jokowi telah menyetujui revisi Undang-Undang KPK.

“Padahal Presiden punya kewenangan untuk tidak melakukan hal-hal tersebut. Sama seperti saat ini, berdasarkan regulasi, Presiden bisa menyelamatkan KPK dengan mengambil alih kewenangan birokrasi di lembaga antirasuah itu,” imbuh dia.

Terakhir, Jokowi akan dinilai abai pada isu pemberantasan korupsi. Sebab penegakan hukum yang dilakukan KPK menjadi indikator utama masyarakat menilai komitmen negara untuk memberantas korupsi.

Kurnia mengungkapkan, jika Jokowi memilih untuk tidak mengambil sikap terkait polemik TWK ini, masyarakat akan memberi rapor merah padanya karena mengesampingkan isu pemberantasan korupsi.

“Jangan lupa indeks Persepsi Korupsi Indonesia sudah anjlok tahun 2020. Ini membuktikan kekeliruan Presiden dalam menentukan arah pemberantasan korupsi,” pungkas dia.

Diketahui KPK memutuskan untuk memberhentikan 56 pegawai yang tak lolos TWK pada 30 September 2021 nanti.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, Rabu (15/9/2021).

Marwata menjelaskan bahwa 56 pegawai tersebut akan diberhentikan dengan hormat oleh KPK.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa dirinya tidak akan banyak berkomentar menanggapi polemik TWK. Ia masih menunggu putusan MK dan MA mengenai persoalan ini.

Baca Juga  Pertamina Tak Masuk Fortune, Ahok Disindir Gaji Selangit, Prestasi Ambyar

“Saya enggak akan jawab, tunggu keputusan MA dan MK,” ucap Jokowi ketika bertemu sejumlah pemimpin redaksi media di Istana Negara, Rabu, dilansir dari pemberitaan Kompas TV.

Di sisi lain MA telah menolak permohonan uji materi terkait aturan dasar pelaksanaan TWK, yaitu Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021.

Sementara itu MK juga menolak uji materi terkait Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK terkait dengan alih status pegawai KPK.

Dua lembaga lain, yaitu Ombdusman menyatakan adanya tindakan maladministrasi dalam proses pelaksanaan TWK.

Sedangkan Komnas HAM menyatakan bahwa pelaksanaan asesmen tes itu penuh dengan pelanggaran hak asasi manusia.

Sebagai informasi TWK menjadi syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN. Ketentuan pegawai KPK untuk berstatus ASN diatur dalam revisi UU KPK, yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019.

Sumber: kompas.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan