Presiden Jokowi dapat Julukan “The Guardian of Oligarch” dari BEM Udayana

Pidato Presiden Jokowi yang mengajak masyarakat membeli kuliner daerah secara online, menyebut Bipang Ambawang, kuliner babi panggang khas, Kalimantan Barat. (tangkapan layar)

IDTODAY NEWS – Suara-suara ketidakpuasan terhadap pola kepemimpinan Presiden Jokowi makan kencang disuarakan oleh mahasiswa.

Berawal dari julukan The King of Lip Service yang diberikan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia, kini Presiden Jokowi diberi julukan The Guardian of Oligarch alias Penjaga Oligarki oleh BEM Universitas Udayana, Bali.

“[The Guardian of Oligarch] Hidup Rakyat Indonesia! Salam Perjuangan! Dalam umurnya sebentar lagi menginjak angka 76, kehadiran keadilan di muka bumi pertiwi ini semakin luntur. Ketika kebijakan yang dibuat pemerintah malah tidak menghiraukan kesejahteraan dari rakyatnya,” kata BEM Universitas Udayana melalui akun Twitter-nya, @BEM_Udayana, seperti dikutip Minggu (18/7/2021).

Bersama cuitan ini, BEM Universitas Udayana memposting sebuah desain grafis yang menggambarkan sosok seorang pria dengan wajah mirip Presiden Jokowi dalam balutan busana dan gaya layaknya jagoan di film-film Barat seperti di bawah ini;

“Ketika semua tragedi ini terjadi, masyarakat mempertanyakan keberpihakan pemerintah sebagai wakil rakyat yang dipercayai oleh masyarakatnya sendiri untuk menjunjung keadilan di negeri tercinta ini. Namun naas, pemerintah dirasa sudah mabuk dengan kekuasaan yang mereka miliki,” kata BEM Udayana lagi.

“Ketika semua langkah yang diambil pemerintah memiliki bayangan para oligarki busuk di belakangnya, maka sudah jelaslah peran para penguasa tersebut sebagai ‘The Guardian of Oligarch’,” tegas BEM Udayana.

Seperti diketahui, isu bahwa pemerintahan Jokowi dikuasai dan dikendalikan oligarki, telah lama bergaung di jagat perpolitikan nasional.

Baca Juga  Singgung Populisme Islam, Gus Yaqut Ditantang Debat Terbuka Oleh Fadli Zon

Indikasinya adalah, pemerintahan ini terlalu sering mengabaikan aspirasi rakyatnya, sehingga kebijakan-kebijakannya kerap menuai polemik dan kontroversi berkepanjangan, bahkan memicu demonstrasi yang menolak kebijakan tersebut.

Dalih bahwa kebijakan dibuat demi kepentingan rakyat, tidak paralel dengan fakta di lapangan.

Omnibus Law UU Cipta Kerja yang disahkan DPR pada 5 Oktober 2021 misalnya, diklaim dapat menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya, namun faktanya, aturan-aturan dalam UU itu justru dinilai dapat merusak lingkungan dan membuat kehidupan buruh makin susah.

Alih-alih menciptakan lapangan kerja, pemerintah justru terus menerus mendatangkan TKA dari China, sementara rakyatnya sendiri masih sangat banyak yang membutuhkan pekerjaan.

UU Minerba dibuat dan disahkan DPR secara kilat, dan menimbulkan gelombang protes karena akan memicu ekploitasi besar-besaran yang dapat merusak lingkungan.

Baca Juga  Isu Kudeta AHY, Jamiluddin Ritonga Sebut Gerak-gerik Moeldoko Mencurigakan

Revisi UU KPK diklaim akan memperkuat lembaga antirasuah itu, namun fakta yang gamblang di depan mata saat ini sangat terlihat sebaliknya. Setidaknya setelah pimpinan KPK dan BKN menyelenggarakan tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status pegawai KPK menjadi ASN, karena TWK itu menyingkirkan pegawai-pegawai senior yang diketahui memiliki integritas dalam pemberantasan korupsi, dan merupakan orang-orang yang menangani kasus-kasus besar, termasuk korupsi Bansos Covid-19.

Padahal, revisi UU itu sempat pula menimbulkan gelombang demonstrasi yang mengakibatkan sekitar 5 orang tewas, termasuk dua mahasiswa Universitas Halo Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, pada September 2019.

Sumber: id-times.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan