IDTODAY NEWS – Presiden Joko Widodo meminta DPR untuk merevisi UU ITE jika tidak bisa memberikan rasa keadilan terhadap masyarakat. Pun menghapus sejumlah pasal-pasal karet yang tidak bisa memberikan rasa aman bagi masyarakat.

Permintaan ini disambut positif oleh fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI. Dikatakan Wakil Ketua Fraksi PKS DPR, Sukamta, keinginan Jokowi tersebut sejalan dengan pandangan PKS yang beberapa tahun terakhir mengusulkan revisi UU ITE dalam RUU Prolegnas. Meskipun selalu kandas akibat kurangnya dukungan di parlemen.

“Karenanya, kami menyambut baik dan sangat setuju atas rencana revisi UU ITE. Dari sisi masyarakat hal ini tentu bisa memberikan rasa keadilan dan kenyamanan di masyarakat. Meskipun dari sisi pemerintah sudah agak terlambat,” jelas Sukamta kepada wartawan, Selasa (16/2).

Menurutnya, apabila revisi UU ITE selesai dibahas oleh pemerintah dan DPR, yang biasanya memakan waktu 1 hingga 2 tahun, kemungkinan UU ITE yang sudah direvisi baru bisa diterapkan pada 2023 atau 2024, alias di pengujung masa jabatan Presiden Jokowi.

“Jadi jangan sampai revisi UU ITE ini nantinya hanya move politik kosong belaka,” sindirnya.

Sukamta menambahkan, sebetulnya undang-undang ini sangat mulia pada awal pembahasannya dahulu. Yaitu untuk memberi kepastian hukum bagi para pelaku ekonomi dan bisnis yang melakukan transaksi secara elektronik di dunia maya.

Baca Juga: Anies: Kalau di Wilayah Publik Kupingnya Nggak Boleh Tipis, Harus Siap Dikritik

Baca Juga  Ngabalin Cemooh RR Punya Otak Septic Tank, Jerry Massie: Inilah Gaya Buzzer, Tak Beretika!

“Waktu undang-undang ini disahkan menjadi UU RI No 11 tahun 2008 itu juga sebetulnya sudah dinilai terlambat, karena awal tahun 2000-an dunia internet sudah booming, tanpa ada aturan hukum yang secara pasti mengatur,” katanya.

Namun, seiring berjalannya waktu, lanjut Sukamta, UU ITE ini dalam implementasinya malah lebih kental dengan nuansa hukum pencemaran nama baiknya, daripada soal transkasi ekonomi-bisnisnya.

Seperti Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik yang dianggap pasal karet dan dijadikan alat untuk mengkriminalisasi masyarakat, hingga banyak korban berjatuhan. Banyak orang dilaporkan, ditangkap, dan ditahan karena menyampaikan pendapatnya di internet.

Baca Juga  Menlu China Akan Kunjungi Indonesia, Dijadwalkan Ketemu Jokowi-Luhut

Oleh karena itu, UU ITE direvisi menjadi UU RI No 19 tahun 2016. Saat itu beberapa hal direvisi seperti soal pemblokiran situs internet, penyadapan, penyidikan, dan termasuk pasal pencemaran nama baik yang dikurangi maksimal ancaman pidana penjaranya dari 6 tahun menjadi 4 tahun.

“Kami Fraksi PKS saat itu meminta agar pasal pencemaran nama baik ditinjau ulang, bahkan kalau perlu dihapus saja, mengingat sudah diatur dalam KUHP, agar tidak ada duplikasi pengaturan. Hanya fraksi PKS dan PAN yang dianggap progresif pandangannya terhadap pasal tersebut,” demikian Sukamat.

Baca Juga: Tunggu Surat Jokowi, Hinca Pandjaitan: Revisi UU ITE Agar Ruang Demokrasi Sehat

Sumber: rmol.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan