Protes Kebijakan Sri Mulyani, IDI DKI: Insentif Nakes Jauh di Bawah Gaji Pegawai Kemenkeu

Sejumlah tenaga kesehatan meneriakan yel-yel sebelum melakukan pergantian jadwal perawatan pasien COVID-19 di Rumah Sakit Darurat (RSD) COVID-19, Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Selasa (26/1/2021). Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Pusat mengumumkan per Selasa (26/1) pukul 15.55 WIB, terdapat penambahan jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID-19 sebanyak 13.094 orang sehingga total telah mencapai 1.012.350 kasus di Indonesia. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.(ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)

IDTODAY NEWS – Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DKI Jakarta Slamet Budiarto memprotes kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang memotong insentif tenaga kesehatan.

Slamet menilai kebijakan itu tidak tepat karena para tenaga kesehatan saat ini tengah berjuang untuk menghadapi pandemi Covid-19 yang kasusnya masih terus meningkat.

Bahkan, banyak tenaga kesehatan ikut tertular Covid-19 hingga meninggal dunia.

“Itu (pemotongan insentif) sebaiknya direvisi. Penghargaan jangan dikurangi karena taruhannya nyawa,” kata Slamet kepada Kompas.com, Kamis (4/2/2021).

Slamet mempertanyakan alasan pemotongan insentif itu.

Jika alasannya karena negara tak lagi memiliki anggaran, maka ia mempertanyakan alasan pendapatan pegawai Kementerian Keuangan juga tak ikut dipangkas.

Baca Juga  Utang Segunung, Erick Thohir Khawatir Nasib PLN Bakal Kayak Garuda Indonesia

Padahal, insentif untuk tenaga kesehatan sebelum pemotongan juga masih jauh lebih kecil dibandingkan gaji pegawai Kemenkeu.

“Yang pasti insentif yang diterima tenaga kesehatan masih jauh di bawah take home pay-nya (gaji bersih) pegawai Kementerian Keuangan eselon III, masak diturunkan,” kata dia.

Slamet menegaskan, insentif ini bukan masalah uang, tetapi juga terkait penghargaan yang diberikan negara kepada para tenaga kesehatan yang tengah berjuang di tengah pandemi.

Terlebih lagi, saat ini kasus Covid-19 terus bertambah. Beban tenaga kesehatan pun menurutnya semakin berat.

“Kalau negara enggak punya uang, kami enggak dikasih insentif enggak apa-apa, tapi jajaran Kemenkeu juga enggak perlu digaji,” katanya.

Baca Juga  Gelandangan di Jakarta Makin Banyak, Kadinsos Jakpus Curiga Efek Blusukan Risma

Slamet pun berharap, Kemenkeu mau duduk bersama dengan Kementerian Kesehatan serta organisasi profesi tenaga kesehatan untuk membahas perihal insentif ini.

“Pembayaran insentif sebelum pemotongan kemarin saja belum seratus persen lancar, kok ini malah dikurangi,” kata dia.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengurangi besaran nilai insentif yang diterima oleh tenaga kesehatan untuk tahun ini.

Besaran pemangkasan insentif tenaga kesehatan tersebut bahkan mencapai Rp 7,5 juta.

Adapun besaran nilai insentif tenaga kesehatan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor: S-65/MK.02/2021 yang diterima Kompas.com.

Baca Juga  Kasus Tembus 1 Juta, Jokowi Klaim Pandemi Terkendali, IDI Bingung dan Pertanyakan Parameternya

Surat itu diteken Menkeu Sri Mulyani Indrawati tertanggal 1 Februari 2021.

Di dalam surat tersebut dirinci, untuk insentif dokter spesialis besarannya Rp 7,5 juta, sedangkan untuk dokter peserta PPDS Rp 6,25 juta, dokter umum dan gigi Rp 5 juta, bidan dan perawat Rp 3,75 juta, tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp 2,5 juta.

Pada tahun lalu, besaran insentif untuk dokter spesialis Rp 15 juta, dokter umum/dokter gigi Rp 10 juta, bidan atau perawat Rp 7,5 juta, dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta.

Baca Juga: BPN: Kalau Ada yang Ingin Menarik Sertifikat, Jangan Dilayani!

Sumber kompas.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan