Satu Tahun Jokowi-Ma’ruf Amin, Pemberantasan Korupsi Dapat Rapor Merah

Seniman dan aktivis dari berbagai LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Aceh melakukan aksi tolak revisi undang-undang (UU) KPK di tugu Taman Bustanus Salatin, Kota Banda Aceh, Selasa (17/9/2019). Aksi yang disalurkan melalui berorasi, baca puisi, melukis mural, serta bernyanyi itu digelar sebagai bentuk penolakan revisi UU KPK yang dilakukan DPR dan telah disetujui oleh Presiden Joko Widodo.(Foto: KOMPAS.com/RAJA UMAR)

IDTODAY NEWS – Tepat satu tahun yang lalu, pada 20 Oktober 2019, Joko Widodo bersama Ma’ruf Amin resmi dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI.

Kurang dari satu bulan sebelum pelantikan itu, pada September 2019, gelombang demonstrasi besar terjadi di berbagai kota di Indonesia.

Para pengunjuk rasa yang sebagian besar merupakan mahasiswa, menuntut pencabutan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang dinilai akan melemahkan kewenangan institusi KPK dalam melaksanakan pemberantasan korupsi.

Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan #ReformasiDikorupsi, sebagai bentuk protes atas pelemahan KPK, yang merupakan anak kandung dari Reformasi 1998.

Kini, seperti diberitakan Kompas.com, Sabtu (19/10/2020) satu tahun telah berlalu sejak UU KPK hasil revisi mulai berlaku pada 17 Oktober 2019.

Hampir satu tahun pula proses judicial review terhadap undang undang kontroversial itu berjalan di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, penantian terhadap keputusan MK masih belum berhenti.

Penanganan korupsi satu tahun pemerintahan Jokowi- Maruf Amin

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zainur Rahman mengatakan, dalam bidang pemberantasan korupsi, pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin mendapat rapor merah alias buruk.

“Karena kami lihat dari visi misi Jokowi-Ma’ruf Amin, misalnya misi ke-6 itu penegakan hukum bebas korupsi, dan misi ke-8 itu pemerintahan bersih. Dua misi ini gagal dilakukan selama satu tahun ini,” kata Zainur saat dihubungi Kompas.com, Selasa (20/10/2020).

KPK lumpuh

Zainur mengatakan, ada beberapa alasan yang membuat dua misi yang telah dicanangkan oleh Jokowi-Maruf Amin itu, dia anggap gagal dilaksanakan.

“Pertama, KPK lumpuh, sehingga tidak ada satupun kasus korupsi strategis yang ditangani oleh KPK. Tidak ada satupun kasus kelas kakap dalam satu tahun ini,” ujar dia.

Zainur menjelaskan, kasus korupsi strategis adalah kasus yang melibatkan kerugian negara sangat besar, dilakukan oleh pelaku dengan jabatan tinggi atau penegak hukum, dan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

“Kenapa lumpuhnya KPK ini dibebankan kepada pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin? Ya karena revisi UU KPK yang dilakukan oleh Jokowi dan juga pemilihan Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK,” kata Zainur.

“Itu yang menjadi tanggung jawab dari Presiden Jokowi, dan dalam satu tahun ini terbukti KPK lumpuh,” katanya melanjutkan.

Institusi penegak hukum bermasalah

Zainur menyebut, alasan kedua pemerintahan Jokowi-Maruf Amin mendapat rapor merah dalam hal pemberantasan korupsi adalah karena institusi penegak hukum di bawah pemerintah, yaitu Polri dan Kejaksaan, juga tidak luput dari masalah korupsi.

“Yaitu dalam skandal mafia hukum, kasus Djoko Tjandra yang melibatkan petinggi-petinggi dari institusi Kepolisian dan Kejaksaan,” ujar Zainur.

“Jadi, sudah tidak ada program reformasi institusi yang dilakukan di Kepolisian maupun Kejaksaan, masih ditambah dengan adanya skandal kasus Djoko Tjandra,” katanya melanjutkan.

Menurut Zainur, kasus Djoko Tjandra merupakan fenomena gunung es dari berbagai persoalan yang terjadi di institusi penegak hukum di bawah pemerintah.

Alasan ketiga, Zainur mengatakan, dalam proses legislasi atau penyusunan perundang-undangan, tidak ada satupun undang-undang yang mendukung pemberantasan korupsi menjadi agenda.

“Yaitu, rancangan undang-undang (RUU) Pembatasan Transaksi Tunai dan RUU Perampasan Aset.

Persepsi keliru Jokowi

Zainur mengatakan, alasan keempat pemerintahan Jokowi-Maruf Amin mendapatkan rapor merah adalah yang paling mengenaskan, yakni persepsi Presiden Jokowi yang keliru tentang pemberantasan korupsi.

Zainur menyebut, Jokowi menganggap pemberantasan korupsi menghambat investasi.

Presiden Jokowi menganggap pemberantasan korupsi dapat menakut-nakuti investor, maka dilakukan revisi terhadap UU KPK dan dibuat RUU Cipta Kerja.

“Di dalam UU itu membuka kesempatan seluas-luasnya, yang sangat menguntungkan bagi investor tertentu,” kata Zainur.

“Tetapi di sisi lain, juga sangat merugikan lingkungan hidup maupun kepentingan buruh,” katanya melanjutkan.

Zainur kemudian menjelaskan permasalahan yang berkaitan dengan investasi, jika dilihat dari perspektif pemberantasan korupsi, misalnya dari skor indeks persepsi korupsi.

“Indeks persepsi korupsi itu disusun bukan hanya terkait dengan sektor bisnis saja, tetapi sektor penegakan hukum, demokrasi, dan pelindungan kepada hak-hak masyarakat,” kata Zainur.

“Jadi, tidak akan ada perbaikan iklim investasi tanpa adanya perbaikan penegakan hukum, sektor politik, maupun hak-hak asasi manusia,” katanya melanjutkan.

Baca Juga  Cak Nun Ancam Turunkan Jokowi, Ruhut Malah Ketawa, BKH: Jangan Anggap Enteng

Perbaikan penegak hukum

Zainur mengatakan, upaya untuk mendatangkan investor akan menemui kegagalan, jika tidak ada perbaikan pada aspek penegakan hukum.

“Ini yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah hanya membuka keran sebebas-bebasnya, tetapi tidak memperbaiki institusi penegak hukumnya, dan ini akan mengakibatkan kerugian berlipat di masyarakat,” kata Zainur.

Zainur menyebut, kerugian berlipat itu antara lain dampak lingkungan yang harus ditanggung oleh masyarakat, sementara di sisi lain masyarakat juga harus menanggung potensi makin suburnya praktik korupsi.

“Kalau reformasi penegak hukum ini tidak diperhatikan, dan tidak dilakukan, menurut saya akan semakin menyuburkan korupsi di Indonesia,” kata Zainur.

Dia menyebut, jika tidak ada upaya reformasi di dalam institusi penegak hukum yang berada di bawah pemerintah (KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan), maka upaya apapun yang dilakukan pemerintah untuk memberantas korupsi akan sia-sia.

“Ilustrasinya kan begini, sapunya harus bersih untuk bisa membersihkan lantai yang kotor. Tidak mungkin membersihkan lantai yang kotor dengan sapu yang kotor. Tidak akan bisa bersih lantai itu,” kata Zainur.

“Sehingga menurut saya, cara pandang dari pemerintah yang menganggap pemberantasan korupsi sebagai penghambat investasi itu keliru. Justru pemberantasan korupsi itu menjadi faktor yang bisa menjamin investasi yang berkualitas dan yang bisa menarik investor,” katanya melanjutkan.

Sumber: kompas.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan