IDTODAY NEWS – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta aparat bisa bersikap adil dalam menyikapi kasus kerumunan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Habib Rizieq Shihab.

Pasalnya, ia menilai, baik Presiden maupun Rizieq Shihab sama-sama melakukan pelanggaran protokol kesehatan (prokes).

Bedanya, pelanggaran prokes dilakukan Jokowi saat kunjungan kerja, sedangkan Rizieq Shihab saat acara keagamaan.

Sedangkan kesamaannya, pelanggaran prokes itu dilakukan oleh dua orang yang sama-sama memiliki pengaruh besar di tengah masyarakat.

Anwar kemudian menganalogikan kasus kerumunan kedua tokoh tersebut.

“Kalau Habib Rizieq ditahan karena tindakannya, maka logika hukumnya, supaya keadilan tegak dan kepercayaan masyarakat kepada hukum dan para penegak hukum bisa tegak,” jelasnya.

Baca Juga  Serikat Buruh Dunia Surati Jokowi, Minta Omnibus Law Cipta Kerja Dicabut

Begitu juga dengan orang nomor satu di Indonesia itu, harus pula ditahan sebagaimana Habib Rizieq Shihab.

“Maka Presiden Jokowi tentu juga harus ditahan,” kata Anwar.

Kendati demikian, lanjut Anwar, akan ada konsekuensi sangat besar jika presiden ditahan.

Hal itu berkenaan dengan keberlasungan pemerintahan dan negara.

Baca Juga: Darmizal Keluarkan Satu Peluru, SBY dan AHY Sama-sama Kena

“Tapi kalau Presiden Jokowi ditahan, negara bisa berantakan,” tegasnya.

Sedangkan ditahannya Habib Rizieq, sambungnya, membuat ummat juga menjadi berantakan.

“Padahal kita tidak mau bangsa dan negara serta rakyat dan ummat kita berantakan,” tambahnya.

Demi keadilan, Anwar menyarankan kedua tokoh tersebut diberi hukuman berupa denda ketimbang dilakukan penahanan.

Baca Juga  MUI Jatim Imbau Warga Salat Idul Adha di Rumah dan Tak Takbir Keliling

“Untuk itu, Jokowi harus dihukum dengan dikenakan denda dan Habib Rizieq juga dihukum dengan dikenakan denda,” saran dia.

“Sehingga dengan demikian masing-masing mereka tetap bisa bebas melaksanakan tugas dan aktivitasnya sehari-hari,” pungkasnya.

Di sisi lain, niatan Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan melaporkan Presiden Jokowi atas kasus kerumunan di Maumere, NTT, bertepuk sebelah tangah.

Pasalnya, laporan itu ternyata ditolak oleh Mabes Polri.

Presiden Jokowi, sedianya dilaporkan atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan saat melakukan kunjungan kerja di Maumere pada Selasa (22/2) kemarin.

Atas penolakan itu, Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan mengaku sangat kecewa karena polisi tak mau menerbitkan laporan polisi atas dugaan pelanggaran prokes itu.

Baca Juga  Rumah Ketum KNPI Pelapor Abu Janda Diteror Orang Tak Dikenal

Hal itu disampaikan Ketua Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan, Kurnia, melalui keterangannya, Kamis (25/2/2021).

“Kami sangat kecewa kepada pihak kepolisian yang tidak mau menerbitkan Laporan Polisi atas laporan kami terhadap terduga pelaku tindak pidana Pelanggaran Kekarantinaan Kesehatan yakni sang Presiden,” kata dia.

Kurnia menuturkan, penolakan laporan pelanggaran protokol kesehatan yang dilayangkan pihaknya tersebut semakin membuktikan bahwa penegakan hukum di Indonesia sudah tebang pilih.

“Kami mempertanyakan azas persamaan kedudukan di hadapan hukum (equality before the law). Apakah masih ada di Republik ini?” sindirnya.

Baca Juga: Dituding Lagi jadi Dalang Kudeta AHY, Moeldoko Ingatkan SBY, Kata-katanya Keras

Sumber: pojoksatu.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan