IDTODAY NEWS – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak masyarakat aktif menyampaikan masukan dan kritik terkait pelayanan publik. Istana pun menyatakan pemerintah membutuhkan kritik keras.

Di media sosial, ajakan presiden agar warga aktif mengkritik ini dikaitkan dengan keberadaan buzzer. Kiprah buzzer di hingar bingar politik Indonesia memang sudah jadi rahasia umum.

Sebagai sosok yang aktif di Twitter, budayawan Sujiwo Tejo beberapa kali mencuit soal buzzer. Menurutnya, niat warga melempar kritik ke pemerintah (government) bisa surut gara-gara resah dengan serangan buzzer.

“Masyarakat tadinya sudah aktif menyampaikan kritik ke government tapi langsung diserang oleh buzzer. Kritik berupa pikiran dan sikap dibalik dengan serangan pribadi yang sering tanpa bukti. Plus makian-makian,” kata Sujiwo Tejo saat berbincang, Selasa (9/2/2021).

“Akibatnya banyak yang akhirnya jadi malas mengritik, bukan karena takut buzzer tapi risih saja dengan kata-kata mereka yang tak senonoh,” sambung penulis buku ‘Tuhan Maha Asyik’ ini.

Baca Juga  Rizal Fadillah: Soal Menteri Mundur Dari Kabinet Jokowi Hanya Masalah Waktu

Sujiwo Tejo menilai perkataan Presiden Jokowi yang mengajak masyarakat aktif mengkritik adalah bukti buzzer yang selama ini ada bukanlah buzzer istana. Jika ingin masyarakat aktif melontarkan kritik, Presiden Jokowi disarankan segera menertibkan buzzer.

“Tapi buzzer pihak penumpang gelap yang justru ingin menjatuhkan Pak Jokowi, yang ingin membuat citra buruk Pak Jokowi bahwa antikritik,” ungkapnya.

“Kalau Pak Jokowi ingin masyarakat aktif mengritik government-nya ya tertibkan itu buzzer-buzzer penumpang gelap via Polri dan Kemenkominfo,” sambung Sujiwo Tejo.

Sujiwo Tejo mengatakan keberadaan buzzer-buzzer ini menyeleksi kritikus. Tak banyak tokoh yang tangguh bertahan dari bully buzzer.

“Ada juga baiknya buzzer. Mereka menyeleksi kritikus. Hanya amat segelintir tokoh yang tangguh dari bullyan buzzer yang tetap eksis menjadi kritikus. Ini baik karena perubahan sosial mendasar tak pernah berasal dari massa, juga tak dari segelintir orang, tapi dari amat-amat-amat segelintir orang. Itu menurut Al Carthill yang kerap dikutip Bung Karno,” paparnya.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi sempat bicara soal kritik saat menerima laporan tahunan Ombudsman pada Senin (8/2/2021). Jokowi kala itu mendorong masyarakat lebih aktif melaporkan kritik dan potensi maladministrasi pelayanan publik.

“Semua pihak harus menjadi bagian dari proses untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik. Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik masukan ataupun potensi maladministrasi dan para penyelenggara pelayanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan,” ujar Jokowi

Baca Juga  Coreng Citra Pemerintah, Jokowi Mestinya Tidak Punya Alasan Lagi Percaya Pada Gerindra

Pihak Istana juga menekankan mengenai pentingnya kritik dan saran bagi pemerintah. Seskab Pramono Anung mengatakan kritik yang keras dan terbuka akan membuat pembangunan lebih terarah.

“Sebagai negara demokrasi, kebebasan pers merupakan tiang utama untuk menjaga demokrasi tetap berlangsung. Bagi pemerintah, kebebasan pers adalah sesuatu yang wajib dijaga dan bagi pemerintah kebebasan pers, kritik, saran, masukan itu seperti jamu, menguatkan pemerintah. Dan kita memerlukan kritik yang terbuka, kritik yang pedas, kritik yang keras karena dengan kritik itulah pemerintah akan membangun lebih terarah dan lebih benar,” kata Pramono saat menyampaikan ucapan selamat Hari Pers Nasional 2021 seperti ditayangkan akun YouTube Sekretariat Kabinet, Selasa (9/2/2021).

Baca Juga: Satyo Purwanto: Apakah Presiden Melihat Isu Korupsi Sudah Tidak Penting Lagi?

Sumber: detik.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan