Kategori
Politik

Muhammadiyah Yakin Serangan Ustadz Bukan Kebetulan: Ada yang Main Api!

IDTODAY NEWS – PP Muhammadiyah menyoroti aksi penyerangan terhadap ustaz di berbagai daerah.

Sekretaris Umum (Sekum) Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu`ti meyakini penyerangan terhadap ustaz bukan sebuah kebetulan.

“Peristiwa penyerangan ustadz yang terjadi beruntun besar kemungkinan bukan suatu kebetulan. Patut diduga ada yang sedang bermain api,” cuit Sekretaris Umum (Sekum) Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu`ti, di akun Twitternya, Kamis (23/9/2021).

Abdul Mu`ti menyebut aktor di balik penyerangan ustaz dipastikan bukan orang baik. Ia meminta polisi mengusut dan menangkap para pelaku penyerangan ustaz.

“Polisi harus bekerja lebih cepat agar tidak muncul berbagai spekulasi dan provokasi yang memperkeruh suasana,” jelas Abdul Mu`ti.

Abdul Mu`ti meminta masyarakat tetap tenang dan tidak terpengaruh berita-berita yang tidak jelas sumbernya. “Para ustaz, tetaplah tegar, sabar, jangan pernah surut mengajak berbuat baik, tegak di jalan Tuhan,” lanjutnya.

Diketahui, aksi penyerangan terhadap ustaz baru saja terjadi di Batam, Kepulauan Riau. Korbannya yakni Ustaz Abu Syahid Chaniago. Ia diserang orang tak dikenal saat sedang berceramah di Masjid Baitusyakur.

Penyerangan itu terjadi pada Senin (20/9). Pelaku berinisial H tiba-tiba menyerang dari sisi kanan ustaz tersebut.

Sementara dalam video lainnya, terlihat pelaku diamankan jemaah. Namun pelaku terus melawan. Pelaku kemudian diserahkan ke Mapolsek Batu Ampar.

Kabid Humas Polda Kepri Kombes Goldenhardt mengatakan Ustaz Chaniago dipukul dengan tangan kosong. Saat itu Ustaz Chaniago sedang berceramah di acara pengajian.

“Diserang dengan tangan kosong. Aksi itu tiba-tiba. Terjadi saat Ustaz Abu Chaniago memberikan ceramah sekitar pukul 11.15 WIB,” jelasnya, Selasa (21/9/2021).

Sumber: lawjustice.co

Kategori
Politik

Bagi MUI dan Muhammadiyah, Konten MuhammadKece Kacau dan Menyesatkan

IDTODAY NEWS – Konten YouTube MuhammadKece tengah menjadi sorotan publik. Bahkan PP Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menyampaikan kecaman serta meminta agar pemilik kanal tersebut ditangkap polisi.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Muti tegas menyatakan bahwa pandangan dan isi ceramah Muhammad Kece sangat kacau, tidak sesuai logika, dan menyesatkan.

“Terkesan yang bersangkutan nampaknya sekadar mencari sensasi dan popularitas untuk mengais materi,” katanya kepada wartawan, Sabtu (21/8).

Dia meminta Polisi segera bertindak dan menangkap MuhammadKece. Setelah itu, yang bersangkutan harus dimintai klarifikasi dan tes kejiwaan.

“Aparatur keamanan dapat menangkap dan memeriksa yang bersangkutan. Pemeriksaan dilakukan terkait motivasi dan kondisi kejiwaannya,” urainya semberi meminta umat Islam tidak terprovokasi.

Permintaan agar aparat kepolisian turun tangan juga disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menilai konten MuhammadKece telah melampaui batas, merendahkan agama, dan dapat memicu kemarahan umat.

“Saya melihat yang bersangkutan itu sudah melampaui batas-batas yang menurut saya itu akan sangat-sangat mengganggu kerukunan hidup antara umat beragama di negeri ini,” katanya kepada wartawan, Sabtu (21/8).

Baginya, pemilik akun YouTube itu telah mengacak-acak rumah orang lain. Ini merupakan tindakan tidak etis dan bisa memancing kemarahan umat.

Konten MuhammadKece sudah mengundang kontroversi di awal video. Pasalnya, pria yang berceramah dalam video tersebut, mengucapkan salam umat Islam yang diplesetkan.

“Assalamualaikum, warrahmatuyesus wabarakatu,” salah satu ucapan pria yang disebut juga bernama Muhammad Kece di dalam video yang diunggahnya di channel YouTube.

Plesetan kalimat ini kerap dilakukan MuhammadKece dalam pernyataannya yang disampaikan seperti sedang berceramah.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Sindiran dari Senayan untuk Politikus Ikan Lele Pembuat Keruh Keadaan

IDTODAY NEWS – Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyerukan kewaspadaan terhadap politikus ikan lele yang dinilainya hanya memperkeruh suasana. Istilah itu pun disambut senayan.

Beberapa politikus dari berbagai fraksi di Senayan setuju dengan pendapat Abdul Mu’ti. Mereka pun ikut melempar sindiran terhadap politikus ikan lele tersebut.

Salah satunya Ketua DPP PPP Achmad Baidowi (Awiek) yang menilai seruan Muhammadiyah itu bentuk simpati di masa pandemi ini. Awiek sepakat dengan seruan itu karena politikus ikan lele menurutnya memicu perpecahan bangsa.

“Itu sebagai bentuk imbauan simpatik dari PP Muhammadiyah. Bahwa sejatinya di era pandemi ini semuanya harus bahu-membahu dan saling dukung, saling menguatkan untuk mengatasi COVID, yang semua negara tidak bisa mengelak,” kata Awiek.

“Oknum politisi ikan lele justru semakin memicu adanya perpecahan bangsa ini dengan berselancar dam mengadu domba satu sama lain,” lanjutnya.

Begitu juga dengan PAN. Sekjen PAN Eddy Soeparno menyayangkan di masa sulit ini masih ada saja pihak yang menyampaikan narasi untuk memperkeruh suasana.

“Pada prinsipnya saya sepakat dengan apa yang disampaikan Mas Mu’ti karena memang betul banyak sekali pihak yang dalam kondisi pandemi yang justru membutuhkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Tapi ada pihak-pihak yang melakukan upaya gerakan menyampaikan narasi yang memperkeruh suasana,” ujar Eddy.

Eddy mengatakan anggapan politikus ikan lele itu bukan hanya untuk politikus. Menurut Eddy, buzzer-buzzer juga termasuk di dalamnya.

“Tidak terbatas pada politikus saja, tapi juga masyarakat biasa, dalam hal ini adalah buzzer-buzzer,” ujarnya.

Kemudian Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily menilai ungkapan itu harus dijadikan introspeksi bagi semua politisi. Ace mengatakan seruan moral ini bersifat rasional yang memang terjadi saat ini.

“Apa yang disampaikan Prof Abdul Mu’ti, Sekretaris PP Muhammadiyah, merupakan bahan introspeksi kita semua, termasuk para politisi, saat kita menghadapi pandemi COVID-19. Ini bagian dari seruan moral agar kita memiliki sikap yang rasional, obyektif, dan tulus dalam menangani pandemi COVID-19 kita jangan memanfaatkannya untuk kepentingan politik semata” kata Ace.

Ketua DPP PK Faisol Riza juga sepakat dengan seruan tersebut. Tapi menurutnya, seruan itu bukan berarti melarang adanya kritik. Faisol menyebut pemerintah masih membutuhkan kritik untuk menyelesaikan persoalan yang ada.

“Tepat sekali yang disebut Abdul Mu’ti bahwa dalam keadaan pandemi jangan ada yang memperkeruh suasana. Tapi bukan berarti kritik dilarang,” katanya.

“Pemerintah sekarang ini justru membutuhkan kritik untuk melihat di mana kemacetan-kemacetan substansial dan koordinatif dalam penanganan pandemi. Juga membutuhkan masukan-masukan bagaimana membangkitkan kembali perekonomian nasional yang sekarang berat, terutama merespons peluang-peluang global,” lanjut Faisal.

Sama halnya dengan Andre Rosiade. Anggota DPR Fraksi Gerindra ini menyebut RI tak butuh politikus ikan lele, melainkan politikus kerja nyata.

“Di saat pandemi COVID sekarang, yang dibutuhkan bangsa ini adalah persatuan, kerja sama, dan gotong royong untuk bantu pemerintah menghadapi wabah pandemi,” kata Andre.

Anggota Komisi VI DPR ini mengatakan semua politikus harus bersama menyatukan pikiran untuk membantu pemerintah menghadapi persoalan pandemi. Politikus, baik di DPR maupun di dapil masing-masing, harus hadir di tengah publik.

“Bagi kita sebagai politisi, yang harus kita lakukan adalah bagaimana berkontribusi positif terhadap penanganan wabah pandemi. Sebagai anggota DPR, misalnya, harus berkontribusi dalam rapat kerja di komisi yang kita bidangi untuk bantu pemerintah hadapi pandemi,” ujarnya.

Seruan PP Muhammadiyah Terkait Politikus Ikan Lele

Istilah ‘politikus ikan lele’ itu diungkapkan oleh Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti. Dia mengutip istilah itu dari Buya Syafii Maarif.

Menurutnya, sifat politikus ikan lele senang memperkeruh suasana dan mengadu domba di masa pandemi COVID-19. Itulah yang harus diwaspadai.

“Saya menyebut politisi ini tidak selalu mereka yang menjadi pengurus partai politik, tetapi orang yang pikirannya selalu mengaitkan berbagai keadaan itu dengan politik, berbagai persoalan dipolitisasi,” kata Mu’ti.

“Politisi ikan lele itu adalah politisi yang semakin keruh airnya maka dia itu semakin menikmati kehidupannya sehingga karena itu sekarang ini banyak sekali orang yang berusaha memancing di air keruh dan banyak orang yang tidak sekadar memancing di air keruh, tapi juga memperkeruh suasana,” sambung Mu’ti.

Mu’ti menjelaskan politikus ikan lele adalah mereka yang bersikap partisan dan menggunakan popularitasnya sebagai pendengung. Di setiap kelompok partisan tersebut, Mu’ti menengarai selalu ada beberapa orang yang mengambil peran sebagai politikus ikan lele.

“Misalnya banyak yang mengaitkan dengan teori-teori konspirasi yang mengatakan bahwa COVID ini adalah buatan China, dan ini adalah cara China melumpuhkan Indonesia dan sebagainya. Saya kira pandangan-pandangan spekulatif itu tidak dapat kita benarkan tapi itu juga berseliweran di masyarakat sehingga dalam keadaan yang serba sulit seperti sekarang ini ada kelompok-kelompok tertentu yang saya pinjam istilahnya Buya Syafii Maarif itu seperti politisi ikan lele,” jelas Mu’ti.

Sumber: detik.com

Kategori
Politik

Sebut Buzzer Juga ‘Politikus Ikan Lele’, PAN: Memperkeruh Suasana

IDTODAY NEWS – PP Muhammadiyah menyerukan untuk waspada terhadap politikus ikan lele. Sekjen PAN, Eddy Soeparno, mengatakan bahwa ada pihak yang menyampaikan narasi yang memperkeruh suasana saat pandemi.

“Pada prinsipnya saya sepakat dengan apa yang disampaikan Mas Mu’ti karena memang betul banyak sekali pihak yang dalam kondisi pandemi yang justru membutuhkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Tapi ada pihak-pihak yang melakukan upaya gerakan menyampaikan narasi yang memperkeruh suasana,” kata Eddy kepada wartawan, Kamis (5/8).

Menurutnya, istilah ‘ikan lele’ itu tidak hanya ditujukan ke politikus tapi juga buzzer.

“Tidak terbatas pada politikus saja, tapi juga masyarakat biasa, dalam hal ini adalah buzzer-buzzer,” sebutnya.

Eddy mengajak semua pihak untuk meredam hal-hal negatif di masa pandemi. Menurutnya, saat ini masyarakat membutuhkan energi positif.

“Mari kita dalam kondisi pandemi kita kedepankan rasa husnuzan, yaitu berbaik sangka. Kita padukan seluruh energi positif yang ada di masyarakat karena kita butuh energi itu untuk bisa bersama-sama, bergandengan tangan, bahu-membahu untuk bisa bersama sama keluar dari pandemi Covid-19,” ujarnya.

Sebelumnya, Sekum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menyebut istilah politikus ikan lele. Menurutnya, sifat politikus ikan lele senang memperkeruh suasana dan mengadu domba.

“Saya menyebut politisi ini tidak selalu mereka yang menjadi pengurus partai politik, tetapi orang yang pikirannya selalu mengaitkan berbagai keadaan itu dengan politik, berbagai persoalan dipolitisasi,” kata Mu’ti.

“Politisi ikan lele itu adalah politisi yang semakin keruh airnya maka dia itu semakin menikmati kehidupannya sehingga karena itu sekarang ini banyak sekali orang yang berusaha memancing di air keruh dan banyak orang yang tidak sekadar memancing di air keruh tapi juga memperkeruh suasana,” sambung Mu’ti.

Sumber: jitunews.com

Kategori
Politik

Komunikasi Masih jadi PR Besar Pemerintah dalam Menyukseskan PPKM dan Vaksinasi

IDTODAY NEWS – Kasus Covid-19 yang meledak usai libur lebaran hingga kini terlihat tidak tertangani dengan baik meski beragam kebijakan telah dilakukan pemerintah, mulai dari pemberlakuan PPKM hingga vaksinasi massal.

Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto, menuturkan, masih tingginya kasus Covid-19 tak bisa dilepaskan dari buruknya komunikasi pemerintah ke publik.

Bagi Hery, terlalu banyak pihak yang berbicara seputar Covid-19, PPKM, dan vaksinasi sehingga membuat kebingungan publik.

“Harus ada pembenahan komunikasi. Cara komunikasi pemerintah masih lemah. Penegakan hukum juga harus tegas,” kata Hery dalam diskusi virtual Moya Institute bertema ‘PPKM dan Vaksin untuk Indonesia Bangkit dari Pandemi’, Jumat (30/7).

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Muti menyebutkan, penanggulangan Covid-19 harus dilakukan secara umum, tidak bisa sepihak atau bahkan memilih-milih seseorang.

“Masalah soal penegakan hukum. Ada kalanya ketika aparat behadapan dengan urusan berkaitan keagamaan, penegak hukum jadi tidak berdaya. Ini dilematis. Tiba-tiba penegak hukum jadi lemah, ini bahaya,” jelas Abdul Muti.

Publik figur Tanah Air, Ramzi yang turut menjadi pembicara diskusi tersebut mengemukakan, alasan lain yang tak kalah penting adalah masih kuatnya fanatisme suasana capres pada Pilpres 2019 lalu yang membuat terhambatnya penanganan Covid-19.

“Covid ditarik-tarik ke masa lalu soal Pilpres. Sentimen dua belah pendukung capres masih kuat. Salah satu pendukung Capres tidak percaya Covid, lalai tidak jaga protokol kesehatan, tidak percaya vaksin,” ujar Ramzi.

Begitu pula tentang PPKM. Ramzi melihat ada pihak-pihak yang sengaja memainkan narasi negatif bahwa kebijakan tersebut berdampak pada kesulitan ekonomi masyarakat kelas bawah.

“Tapi ada juga elite yang tidak satu komando, istilahnya dalam ucapan maupun implementasi. Yang satu bilang begini, satu lagi bilang begitu. Termasuk proses hukum sanksi PPKM terasa tebang pilih,” demikian Ramzi.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Covid Mengganas, Sekum Muhammadiyah Usul Kibarkan Benderah Merah Putih Setengah Tiang

IDTODAY.CO – Prof Abdul Mu’ti selaku Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai mengusulkan pengibaran bendera merah putih setengah tiang apabila kondisi Indonesia belum membaik.

Menurut Abdul Mu’ti, tidak berlebihan bahwa ia mengatakan jika tahun 2021 adalah tahun yang penuh duka cita.

Ia menilai bahwa di tahun ini, sangat banyak masyarakat yang menjadi korban karena covid-19.

Bahkan, sudah banyak terdata masyarakat meninggal karena keterbatasan fasilitas dan pelayanan rumah sakit.

Hal itu diungkapkan oleh Abdul Mu’ti melalui cuitan di Twitter dengan nama pengguna @Abe_Mukti pada Minggu, 4 Juli 2021.

“Memperhatikan banyaknya masyarakat yang wafat karena Covid-19, tidak berlebihan kalau tahun 2021 disebut sebagai tahun duka cita,” cuitnya seperti dikutip oleh terkini.id.

“Jumlah yang wafat terus meningkat seiring keterbatasan fasilitas dan pelayanan rumah sakit,” sambungnya.

Ia pun menilai bahwa tidak ada salahnya apabila masyarakat mengibarkan bendera merah putih setengah tiang sebagai bentuk belasungkawa.

“Jika memang keadaan tidak membaik, tidak ada salahnya apabila bangsa Indonesia mengibarkan bendera merah putih setengah tiang sebagai ungkapan belasungkawa,” cuitnya kembali.

Melihat hal tersebut, banyak warganet yang ikut berkomentar pada cuitan Abdul Mukti.

“Arogansi pemimpin, rakyat Yg jadi korban. Sudah Saatnya PP Muhammadiyah bersuara Dan ambil tindakan prof,” komentar @SubfreeYanto.

“Bendera putih juga perlu dikibarkan, tanda tdk mampu,” komentar @ardana333.

“Amul Huzni = tahun duka. Rasulullah di-isra dan mi’raj-kan pada tahun tersebut. Tentu ini bisa jadi ibrah buat umatnya agar di tahun duka ini lebih mendekatkan diri kepada-Nya,” komentar @SafirCelana.

Sumber: terkini.id

Kategori
Politik

Abdul Muti: FPI Bubar Dengan Sendirinya Kalau Alasan SKT, Tapi Kenapa Baru Sekarang?

IDTODAY NEWS – Pengumuman pembubaran organisasi masyarakat (ormas) Front Pembela Islam (FPI) disorot publik, termasuk dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Muti secara khusus menyoroti sikap pemerintah, dalam hal ini Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.

“Kalau alasan pelarangan FPI karena tidak memiliki izin atau surat keterangan terdaftar (SKT) sudah habis masa berlaku, maka organisasi itu sudah dengan sendirinya dapat dinyatakan tidak ada atau ilegal,” kata Abdul Muti di akun Twitternya, Rabu (30/12).

Atas alasan tersebut, seharusnya pemerintah tak perlu lagi membubarkan FPI dengan memberikan pengumuman kepada publik seperti yang dilakukan hari ini.

Terlebih dari penjelasan pemerintah, FPI sudah tidak terdaftar dan bubar secara de jure per tanggal 20 Juni 2019.

“Jadi, sebenarnya pemerintah tidak perlu membubarkan karena secara hukum sudah bubar dengan sendirinya. Cuma masalahnya kenapa baru sekarang?” tegasnya.

Di sisi lain, ia meminta kepada pemerintah untuk bersikap adil dalam menindak ormas yang tidak terdaftar di pemerintah, tidak hanya bersikap tegas kepada FPI.

“Kalau ternyata ada ormas lain yang tidak memiliki SKT, ormas itu juga harus ditertibkan,” tandasnya.

Baca Juga: Kenapa FPI Tidak Mahir Baca Peta Politik, Kan Kubu Prabowo Subianto Sudah Gabung Pemerintah

Sumber: rmol.id