IDTODAY NEWS – Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyerukan kewaspadaan terhadap politikus ikan lele yang dinilainya hanya memperkeruh suasana. Istilah itu pun disambut senayan.
Beberapa politikus dari berbagai fraksi di Senayan setuju dengan pendapat Abdul Mu’ti. Mereka pun ikut melempar sindiran terhadap politikus ikan lele tersebut.
Salah satunya Ketua DPP PPP Achmad Baidowi (Awiek) yang menilai seruan Muhammadiyah itu bentuk simpati di masa pandemi ini. Awiek sepakat dengan seruan itu karena politikus ikan lele menurutnya memicu perpecahan bangsa.
“Itu sebagai bentuk imbauan simpatik dari PP Muhammadiyah. Bahwa sejatinya di era pandemi ini semuanya harus bahu-membahu dan saling dukung, saling menguatkan untuk mengatasi COVID, yang semua negara tidak bisa mengelak,” kata Awiek.
“Oknum politisi ikan lele justru semakin memicu adanya perpecahan bangsa ini dengan berselancar dam mengadu domba satu sama lain,” lanjutnya.
Begitu juga dengan PAN. Sekjen PAN Eddy Soeparno menyayangkan di masa sulit ini masih ada saja pihak yang menyampaikan narasi untuk memperkeruh suasana.
“Pada prinsipnya saya sepakat dengan apa yang disampaikan Mas Mu’ti karena memang betul banyak sekali pihak yang dalam kondisi pandemi yang justru membutuhkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Tapi ada pihak-pihak yang melakukan upaya gerakan menyampaikan narasi yang memperkeruh suasana,” ujar Eddy.
Eddy mengatakan anggapan politikus ikan lele itu bukan hanya untuk politikus. Menurut Eddy, buzzer-buzzer juga termasuk di dalamnya.
“Tidak terbatas pada politikus saja, tapi juga masyarakat biasa, dalam hal ini adalah buzzer-buzzer,” ujarnya.
Kemudian Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily menilai ungkapan itu harus dijadikan introspeksi bagi semua politisi. Ace mengatakan seruan moral ini bersifat rasional yang memang terjadi saat ini.
“Apa yang disampaikan Prof Abdul Mu’ti, Sekretaris PP Muhammadiyah, merupakan bahan introspeksi kita semua, termasuk para politisi, saat kita menghadapi pandemi COVID-19. Ini bagian dari seruan moral agar kita memiliki sikap yang rasional, obyektif, dan tulus dalam menangani pandemi COVID-19 kita jangan memanfaatkannya untuk kepentingan politik semata” kata Ace.
Ketua DPP PK Faisol Riza juga sepakat dengan seruan tersebut. Tapi menurutnya, seruan itu bukan berarti melarang adanya kritik. Faisol menyebut pemerintah masih membutuhkan kritik untuk menyelesaikan persoalan yang ada.
“Tepat sekali yang disebut Abdul Mu’ti bahwa dalam keadaan pandemi jangan ada yang memperkeruh suasana. Tapi bukan berarti kritik dilarang,” katanya.
“Pemerintah sekarang ini justru membutuhkan kritik untuk melihat di mana kemacetan-kemacetan substansial dan koordinatif dalam penanganan pandemi. Juga membutuhkan masukan-masukan bagaimana membangkitkan kembali perekonomian nasional yang sekarang berat, terutama merespons peluang-peluang global,” lanjut Faisal.
Sama halnya dengan Andre Rosiade. Anggota DPR Fraksi Gerindra ini menyebut RI tak butuh politikus ikan lele, melainkan politikus kerja nyata.
“Di saat pandemi COVID sekarang, yang dibutuhkan bangsa ini adalah persatuan, kerja sama, dan gotong royong untuk bantu pemerintah menghadapi wabah pandemi,” kata Andre.
Anggota Komisi VI DPR ini mengatakan semua politikus harus bersama menyatukan pikiran untuk membantu pemerintah menghadapi persoalan pandemi. Politikus, baik di DPR maupun di dapil masing-masing, harus hadir di tengah publik.
“Bagi kita sebagai politisi, yang harus kita lakukan adalah bagaimana berkontribusi positif terhadap penanganan wabah pandemi. Sebagai anggota DPR, misalnya, harus berkontribusi dalam rapat kerja di komisi yang kita bidangi untuk bantu pemerintah hadapi pandemi,” ujarnya.
Seruan PP Muhammadiyah Terkait Politikus Ikan Lele
Istilah ‘politikus ikan lele’ itu diungkapkan oleh Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti. Dia mengutip istilah itu dari Buya Syafii Maarif.
Menurutnya, sifat politikus ikan lele senang memperkeruh suasana dan mengadu domba di masa pandemi COVID-19. Itulah yang harus diwaspadai.
“Saya menyebut politisi ini tidak selalu mereka yang menjadi pengurus partai politik, tetapi orang yang pikirannya selalu mengaitkan berbagai keadaan itu dengan politik, berbagai persoalan dipolitisasi,” kata Mu’ti.
“Politisi ikan lele itu adalah politisi yang semakin keruh airnya maka dia itu semakin menikmati kehidupannya sehingga karena itu sekarang ini banyak sekali orang yang berusaha memancing di air keruh dan banyak orang yang tidak sekadar memancing di air keruh, tapi juga memperkeruh suasana,” sambung Mu’ti.
Mu’ti menjelaskan politikus ikan lele adalah mereka yang bersikap partisan dan menggunakan popularitasnya sebagai pendengung. Di setiap kelompok partisan tersebut, Mu’ti menengarai selalu ada beberapa orang yang mengambil peran sebagai politikus ikan lele.
“Misalnya banyak yang mengaitkan dengan teori-teori konspirasi yang mengatakan bahwa COVID ini adalah buatan China, dan ini adalah cara China melumpuhkan Indonesia dan sebagainya. Saya kira pandangan-pandangan spekulatif itu tidak dapat kita benarkan tapi itu juga berseliweran di masyarakat sehingga dalam keadaan yang serba sulit seperti sekarang ini ada kelompok-kelompok tertentu yang saya pinjam istilahnya Buya Syafii Maarif itu seperti politisi ikan lele,” jelas Mu’ti.
Sumber: detik.com