Kategori
Politik

Demokrat Sebut Hampir Semua Fraksi di MPR Setuju Haluan Negara Dihidupkan Kembali

IDTODAY NEWS – Ketua Fraksi Partai Demokrat di MPR, Benny K Harman mengatakan, hampir seluruh fraksi setuju dengan adanya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Kendati demikian, pembahasan soal haluan negara belum menemukan kesepakatan terkait bentuk atau dasar hukum.

“Hampir semua fraksi termasuk juga kelompok DPD menyetujui bahwa model pembangunan PPHN itu perlu kita hidupkan kembali, walaupun ada pro dan kontra. Tetapi substansinya adalah negara ini membutuhkan haluan,” kata Benny, dalam webinar bertajuk Presiden Tiga Periode: Antara Manfaat dan Mudarat, Senin (13/9/2021).

Benny menjelaskan, ada pihak yang menginginkan PPHN dimasukkan dalam Ketetapan (TAP) MPR dan diatur dalam konstitusi. Namun, ada sebagian pihak yang berpandangan, PPHN cukup diatur melalui undang-undang.

“Nah kalau TAP MPR bentuk hukumnya adalah mau tidak mau harus dilakukan amendemen konstitusi,” ucap dia.

“Sedangkan kelompok yang minoritas, adalah kelompok yang menghendaki PPHN ini dituangkan dalam undang-undang,” kata Benny.

Menurut Benny, pembahasan terkait PPHN belum final. Ia mengatakan, MPR masih melakukan kajian melalui rapat dengar pendapat dengan sejumlah kalangan.

“Tetapi sekali lagi bahwa ini masih dalam agenda tahapan-tahapan yang sangat awal sebab belum ada belum ada langkah konkret apakah nanti akan dilakukan amendemen,” kata dia.

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, amendemen UUD 1945 diperlukan untuk memberikan kewenangan bagi MPR dalam penetapan PPHN.

Menurut Bambang, PPHN dibutuhkan sebagai pedoman atau arah penyelenggaraan negara. Dengan begitu, Bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.

“Sehingga Indonesia tidak seperti orang menari poco-poco. Maju dua langkah, mundur tiga langkah,” kata Bambang, dalam peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun ke-76 MPR, Rabu (18/8/2021).

“Ada arah yang jelas ke mana bangsa ini akan dibawa oleh para pemimpin kita dalam 20, 30, 50, hingga 100 tahun yang akan datang,” tutur dia.

Sejumlah partai politik berpandangan, rencana amendemen konstitusi mesti dipikirkan matang-matang dan dinilai tidak tepat dilakukan di tengah situasi pandemi Covid-19.

Sementara, muncul kekhwatiran amendemen konstitusi juga akan berdampak pada perubahan pasal lain, misalnya terkait masa jabatan presiden. Belakangan isu memperpanjang masa jabatan kembali mencuat.

Adapun Badan Pengkajian MPR masih mengkaji kemungkinan amendemen terkait upaya penghidupan kembali haluan negara. Penyusunan hasil kajian itu diharapkan rampung pada awal 2022.

Menurut Bambang, amendemen konstitusi dilakukan secara terbatas dengan penambahan dua ayat atau ketentuan.

Penambahan ketentuan itu terkait kewenangan MPR untuk mengubah dan menetapkan haluan negara, yakni dengan menambah satu ayat pada Pasal 3 UUD 1945.

Kemudian, penambahan ayat pada Pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan presiden apabila tidak sesuai dengan haluan negara.

Sumber: kompas.com

Kategori
Politik

Fahri Kritik Oposisi, Demokrat Sebut Rindu Era SBY

IDTODAY NEWS – Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah, menulis mengenai ‘Oposisi Sekongkol, Rakyat yang Tawuran’ di situs pribadinya. Partai Demokrat menilai Fahri rindu dengan pemerintah Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Kritik yang disampaikan Bang Fahri Hamzah menyiratkan kerinduan ketika kehidupan demokrasi kita terjaga dan berkualitas seperti pada Pemerintahan SBY. Pada masa itu 2004-2014, masyarakat politiknya sangat aktif dan dinamis, termasuk di DPR dalam menjalankan tugas-tugas kedewananannya,” kata Ketua Bappilu Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, Jumat (3/9).

Kamhar mengatakan bahwa di era pemerintahan SBY ada partai koalisi pemerintah namun seperti oposisi. Menurutnya, hal itu diperlukan untuk menjaga demokrasi.

“Jangankan dari oposisi, dari partai koalisi pemerintah namun cita rasa oposisi seperti Bang Fahri Hamzah dkk juga banyak, dihargai dan eksistensinya terjaga. Itu diperlukan untuk menjaga sehatnya demokrasi. Begitulah Pak SBY sebagai demokrat sejati memandang dan menempatkan dinamika dalam koalisi pemerintah,” ujar Kamhar.

Kamhar menyebut di periode 2019-2024 oposisi pemerintah hanya dua partai politik.

“Menjadi berbeda ceritanya dengan periode 2019-2024. Sejak awal oposisi telah ditinggal oleh Gerindra yang pindah haluan menjadi koalisi pemerintah dan hanya tersisa Partai Demokrat dan PKS. 5 kursi pimpinan DPR semuanya dari koalisi pemerintah,” ujar Kamhar.

Menurutnya, karena Fahri tidak menjadi anggota DPR jadi tidak bisa melihat bagaimana kekuatan dan suara oposisi dibungkam.

“Mungkin karena tak menjadi anggota DPR lagi, Bang Fahri tak menyaksikan lagi bagaimana kekuatan dan suara-suara opisisi dibungkam dan tak diberi ruang. Bung Irwan Fecho saat menggunakan haknya berbicara pada rapat paripurna DPR mic-nya dimatiin oleh Puan Maharani dan Aziz Syamsudin,” kata Kamhar.

“Bagaimana Pak Sartono Hutomo dan Pak Benny K Harman ingin berbicara pada rapat paripurna tak diberi kesempatan dan mic-nya mati dan masih banyak lagi yang lainnya dari Fraksi Demokrat yang mendapatkan perlakuan serupa. Meski demikian, Fraksi Demokrat terus berikhtiar dengan segenap daya dan upaya menyuarakan suara rakyat,” imbuh Kamhar.

Sumber: jitunews.com

Kategori
Politik

Benny Harman Sarankan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Mengundurkan Diri

IDTODAY NEWS – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman menilai, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar seharusnya mengundurkan diri dari jabatan pimpinan Komisi Antirasuah setelah dijatuhi sanksi etik oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Menurut dia, Lili telah terbukti melakukan pelanggaran etik yang berimbas pada sanksi berat oleh Dewan Pengawas KPK berupa pemotongan gaji pokok.

“Menurut saya, sebaiknya beliau dengan kehendak sendiri mengundurkan diri. Harus ada kerelaan dari yang bersangkutan agar tidak menjadi beban bagi KPK,” kata Benny saat dihubungi Kompas.com, Senin (30/8/2021).

Menurutnya, dengan mengundurkan diri dari KPK, maka seseorang yang terjerat sanksi etik hendaknya tidak menambah beban lembaga tersebut.

“Mengundurkan diri juga untuk menjaga kredibilitas lembaga KPK di mata publik,” ucap Benny.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat ini mengungkapkan, kasus yang menimpa Lili Pintauli harusnya menjadi pelajaran berharga bagi KPK dalam menjaga kredibilitas lembaga.

Sebab, sebelumnya Dewas KPK juga telah menjatuhkan sanksi etik kepada pimpinan KPK lainnya, yaitu Firli Bahuri, terkait penggunaan helikopter untuk perjalanan pribadi.

“Jadi, sanksi yang diberikan kepada Lili ini adalah tamparan berat untuk institusi KPK, dan juga menjadi personal liability bagi yang bersangkutan,” jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, Dewas KPK menjatuhkan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok terhadap Lili.

Adapun Lili terbukti melakukan pelanggaran etik, yaitu berkomunikasi dengan pihak yang berperkara di KPK, yakni Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial, terkait dugaan suap lelang jabatan.

“Menghukum terperiksa dengan saksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan,” ujar Ketua Dewas Tumpak Panggabean dalam konferensi pers, Senin.

Sumer: kompas.cm

Kategori
Politik

Setuju dengan Megawati, Benny K Harman Juga Anggap Presiden Petugas Partai

IDTODAY NEWS – Politikus Partai Demokrat Benny K Harman mengaku sependapat dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri yang menganggap presiden sebagai petugas partai.

Menurut dia, hal tersebut berkaitan dengan kedudukan presiden dan anggota DPR yang terpilih berdasarkan pengajuan atau pengusungan dari partai politik.

“Saya sebetulnya sangat setuju dengan pandangan yang terhormat Ibu Megawati yang pernah menyampaikan bahwa presiden itu adalah petugas partai,” kata Benny dalam acara diskusi publik virtual bertemakan “Jalan Panjang Mendorong Perubahan DPR” yang digelar Formappi, Senin (30/8/2021).

Benny mengatakan, dalam hal ini, partai politik menjadi kekuatan rakyat dengan perannya mengusung calon presiden.

Jika sudah terpilih, kata dia, presiden sebagai petugas partai pasti akan menjalankan visi dan misi dari partainya.

Menurut dia, hal itu perlu diterima sebagai kenyataan dalam sistem demokrasi dan sistem politik yang dianut Indonesia.

“Kalau sudah terpilih, pasti presiden konsentrasi dengan partai politiknya. Sebagai petugas partai, tentu dia akan menjalankan visi dan misi partainya. Menurut saya, suka tidak suka, itulah sistem demokrasi kita, sistem politik yang kita anut,” kata dia.

Dalam menjalankan tugas di pemerintahan, baik presiden di eksekutif maupun anggota DPR di legislatif tentu berkomunikasi dan berkonsultasi dengan partai politik pengusung.

Benny mencontohkan, presiden dalam mengajukan nama-nama siapa yang akan menduduki jabatan duta besar pasti akan berkomunikasi dengan partai politiknya.

“Tidak mungkin tidak dan sebagainya. Yang ingin saya katakan bukan soal konsultasinya, yang ingin saya katakan adalah bahwa presiden terpilih, kemudian DPR terpilih, pasti dalam menjalankan tugas dan fungsinya berkomunikasi atau berkonsultasi dengan partai politik yang menjadi induknya,” papar dia.

Kendati demikian, ia juga menyoroti adanya sejumlah politisi atau pejabat pemerintah terjerat kasus korupsi.

Menurut pandangannya, hal itu dikarenakan tata kelola partai politik yang juga tidak dijalankan dengan baik sehingga menghasilkan output yang bermasalah.

“Muncul masalah ada anggota DPR yang terjerat korupsi, itu adalah soal lain. Persoalan semacam ini adalah tentu kembali kepada soal tata kelola partai politik dan bagaimana hubungan presiden terpilih, anggota DPR terpilih dengan partai politiknya,” tutur dia.

Atas gambaran-gambaran itu, Benny menyimpulkan bahwa kualitas partai politik sangat menentukan kualitas demokrasi, penyelenggaraan negara, dan cita-cita bangsa Indonesia ke depannya.

Ia mengatakan, jika tata kelola dan kualitas yang ada dalam partai politik buruk, pemimpin politik yang akan direkrut atau diusung juga pasti sama buruknya.

Megawati memang kerap menyebut para kadernya yang bertugas dalam pemerintahan juga merupakan petugas partai.

Pernyataan itu pernah diingatkan Mega kepada Presiden Joko Widodo. Pada April 2014, Megawati lantas menyebut Jokowi sebagai “petugas partai” yang dipilih.

“Begitu diumumkan bahwa kita lebih dari 20 persen artinya Pak Jokowi yang telah saya perintahkan sebagai petugas partai untuk menjadi calon presiden Republik Indonesia, maka dengan resmi beliau itulah pada pemilu presiden nanti, resmi menjadi calon presiden dari PDI perjuangan,” kata Megawati saat menjadi juru kampanye nasional di hari kampanye terakhir Pemilu 2014 di Stadion Trikoyo, Klaten, Sabtu (5/4/2014) siang.

Tujuh tahun berselang, Megawati juga menyatakan kembali soal petugas partai kepada para kadernya.

Presiden ke-5 RI itu mempersilakan kadernya keluar apabila tak mau menjadi petugas partai.

“Lebih baik, kalau saya boleh bilang, kalau enggak mau jadi petugas partai, saya enggak ngomong lagi anggota partai, petugas partai, artinya yang diberi tugas oleh partai, out,” ujar Megawati saat memberikan arahan dalam peresmian sejumlah kantor DPD dan DPC PDI-P, Minggu (30/5/2021).

Sumber: kompas.com

Kategori
Politik

Pidato Sidang Tahunan MPR RI Soal PPHN Disebut Pembohongan Publik, PDIP: Benny K Harman Kudet

IDTODAY NEWS – Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Junimart Girsang menilai Anggota DPR RI Fraksi Demokrat Benny K Harman kurang cermat dalam mencerna pidato Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) tentang Pokok-Pokok Haluan negara (PPHN) yang disampaikan dalam Sidang Tahunan MPR RI pada 16 Agustus 2021, sehingga menuding Pimpinan MPR melakukan kebohongan publik.

Junimart mengatakan jika dicerna dengan seksama, pidato Ketua MPR tersebut sangat jelas dan jernih, menekankan pentingnya PPHN sebagai bintang penunjuk arah pembangunan. Sebagaimana direkomendasikan oleh MPR RI periode 2009-2014 dan MPR RI periode 2014-2019.

Selain itu, berdasarkan survei MPR masa jabatan 2014-2019, mayoritas publik (sebanyak 81,5 persen) menyambut positif wacana reformulasi sistem perencanaan pembangunan nasional ‘model GBHN’, yang kini disebut dengan nomenklatur PPHN. Dorongan sangat kuat juga datang dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Forum Rektor Indonesia, Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS), Organisasi Kemasyarakatan dan Organisasi Keagamaan mulai dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pengurus Pusat Muhammadiyah, hingga Majelis Tinggi Agama Konghucu.

“Justru tampaknya Benny tengah melakukan manipulasi logika publik karena mengklaim tidak pernah ada pembahasan PPHN di DPR. Entah apakah Benny yang tidak pernah ikut rapat pembahasan PPHN atau ‘kudet’ alias kurang update,” ujar Jumimart di Jakarta, Kamis (19/8/21).

Junimart menjelaskan PPHN telah dibahas oleh anggota DPR lintas fraksi dan kelompok DPD di Badan Pengkajian MPR RI yang dipimpin mantan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat dari Fraksi PDI Perjuangan. Badan Pengkajian MPR RI juga telah merekomendasikan kepada pimpinan MPR RI dalam rapat gabungan tanggal 18 Januari 2021 mengenai bentuk yang tepat dalam PPHN, yakni melalui Ketetapan MPR RI, dengan terlebih dahulu melakukan amandemen terbatas terhadap konstitusi.

“Amandemen tersebut untuk menambah masing-masing 1 ayat di pasal 3 tentang kewenangan MPR sehingga dapat menetapkan PPHN dan pasal 23 tentang kewenangan DPR yang bisa mengembalikan RAPBN manakala tidak sesuai PPHN. Proses menuju amandemen memang masih panjang dan harus mengacu pada tata cara seta mekanisme sebagaimana diatur dalam pasal 37 UUD NRI 1945,” jelas Junimart.

Vokalis DPR ini menerangkan, saat ini MPR RI periode 2019-2024 sedang bekerja atau menyusun draf PPHN. Sesuai dasar rekomendasi MPR di dua periode sebelumnya, MPR periode 2019-2024, diharapkan dapat mendorong PPHN dengan payung hukum yang lebih kuat. Agar seluruh kepentingan politik bisa patuh menjalankannya. Sekaligus agar PPHN tidak bisa diterpedo dengan Perppu.

“Arus besar inilah yang harus direspon oleh MPR. Bahwa nanti pada saatnya, apakah akan dilakukan amandemen terbatas untuk mengakomodir arus besar tersebut, ataukah justru kembali seperti dulu lagi oleh undang-undang, sangat tergantung pada dinamika politik yang ada. Sangat tergantung pada stakeholders di gedung Parlemen, yaitu para pimpinan partai politik, kelompok DPD, para cendekiawan, para akademisi, para praktisi yang dapat mewujudkan itu semua,” terang Junimart.

Sumber: jitunews.com

Kategori
Politik

Benny Harman: Mengapa Pembuat Mural Diburu Sedangkan Koruptor Tidak?

IDTODAY NEWS – Polemik mengenai mural bergambar mirip Presiden Joko Widodo dengan mata ditutup tulisan “404: Not Found” belum selesai. Tidak sedikit pihak yang masih mempermasalahkan alasan mural tersebut akhirnya dihapus dan pelakunya diburu aparat.

Ketua Fraksi Partai Demokrat di MPR RI, Benny K. Harman turut mengomentari polemik ini. Lewat akun Twitter pribadinya, Benny Harman mengomentari kicauan dari warganet bernama omadefa.

Akun ini yang mengunggah dua mural dengan tulisan “Freedom is The Glory of Any Nation: Toehan Akoe Lapar!” dan “Kita hidup di kota di mana mural dan graffiti dianggap kriminal dan korupsi dianggap sebagai budaya!”.

“Itulah keajaiban di negeri ini,” tutur Benny Harman, Rabu (18/8).

Menurutnya, mural yang diunggah omadefa merupakan pertanyaan rakyat yang sulit dijawab. Sebab, aparat lebih giat dalam memburu pembuat mural ketimbang menangkap koruptor di negeri ini.

“Mengapa pembuat mural diburu dan ditangkap sedangkan koruptor tidak. Adakah yang bisa menjawab pertanyaan rakyat ini?” tutupnya.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Soal Sinyal Perpanjangan Jabatan Presiden, Benny: Soekarno Dulu Juga Mengaku Tak Tahu

IDTODAY NEWS – Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K Harman menanggapi pemberitaan soal pertemuan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat, 13 Agustus 2021 lalu.

Melansir Kompas, pertemuan tersebut disebabkan karena MPR saat ini tengah membahas amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tentang Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Menanggapi hal tersebut, Benny K Harman lalu menyinggung masa di tahun 1963, di mana MPRS meminta Soekarno menjadi Presiden seumur hidup.

“MPR Akui Ada Sinyal Perpanjangan Masa Jabatan? Teringat saya tahun 1963 ketika MPRS minta Soekarno menjadi Presiden seumur hidup,” cuit Benny dikutip terkini.id, Minggu, 15 Agustus 2021.

“Soekarno mengaku tidak pernah tau soal ini, tapi karena MPRS minta tak kuasa ia menolaknya. para elit politik jujurlah ke rakyat,” imbuhnya.

Berdasarkan pengamatan terkini.id, banyak netizen yang memberikan komentar pada cuitan Benny.

“Secara hak harusnya tidak bisa. Pres sekarang dipilih oleh rakyat (Bkn MPR) berdasarkan UUD 1945 dengan masa jabatan 5 tahun,” komentar @saz_azis.

“Setelah sampai 5 tahun, harus dinyatakan demisioner. Perubahan UUD yang memperpanjang masa jabatan presiden, tidak boleh ditentukan oleh MPR, dan tidak boleh diberlakukan surut,” lanjutnya.

“Saat periode terakhir Orba kan juga demikian. MPR bilang rakyat masih menghendaki. Ternyata bertolak belakang dengan kehendak rakyat. Apakah sejarah akan terulang?” komentar @eko_80799.

“Sejarah akan terulang lagi, dan akan terus begitu selama manusia2 yang memegang jabatan adalah manusia2 tamak dan haus jabatan,” komentar @NNAmin.

Sumbe: terkini.id