Kategori
Politik

Sebut Puan dan Ganjar Sama-Sama Minim Prestasi, Pengamat: Belum Punya Rekam Jejak Moncer di Level Nasional

IDTODAY NEWS – Pengamat komunikasi politik, M Jamiluddin Ritonga mengomentari soal Ganjar Pranowo dan Puan Maharani yang disebut bersaing dalam urusan elektabilitas calon presiden potensial 2024.

Jamiluddin menilai bahwa kedua kader PDIP itu sama-sama politikus yang minim prestasi dan belum punya rekam jejak moncer di level nasional

“Baik Puan maupun Ganjar sama-sama minim prestasi. Keduanya belum punya rekam jejak yang moncer di level nasional,” katanya pada Selasa, 14 September 2021.

Terkait Puan, Jamil menilai bahwa selama anak Megawati Soekarnoputri itu menjadi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), tidak terdengar gebrakan yang monumental.

Menurutnya, kebijakan yang diambil Puan juga tidak membuat decak kagum masyarakat. Bahkan, revolusi mental yang menjadi tugas dan fungsi Puan saat menjadi menteri juga tidak berjalan.

“Tidak jelas capaian revolusi mental selama ditangani Puan. Bahkan sampai saat ini gaungnya saja sudah tidak terdengar,” ungkapnya.

Bukan hanya itu, Jamil menilai bahwa selama menjabat ketua DPR, Puan juga belum terlihat prestasinya.

Ia menilai, DPR di bawah Puan seolah hanya berjalan rutinitas. Bahkan, fungsi legislasi dinilai paling lemah selama DPR di bawah pimpinannya.

Terkait Ganjar, Jamil menilai Gubernur Jawa Tengah itu belum menunjukan kapasitasnya sebagai pemimpin nasional.

Selama menjadi gubernur, menurut Jamil, Ganjar masih hanya tampak sebagai pemimpin lokal saja dan belum ada prestasi yang monumental.

“Belum terlihat kebijakan yang diambilnya berimbas untuk kemajuan nasional,” tuturnya.

Kendati demikian, Jamil menilai Ganjar Pranowo memang lebih baik daripada Puan jika dilihat dari elektabilitasnya.

Namun, ia melanjutkan pula bahwa melihat sepak terjang lembaga survei belakangan ini, tampaknya wajar bila hasil surveinya diragukan validitasnya.

“Jadi, Puan dan Ganjar dilihat dari prestasi tampaknya seimbang. Keduanya sama-sama kurang berprestasi di level nasional,” terangnya.

Namun, Jamil berkesimpulan bahwa wajar jika DPP PDIP nantinya akan lebih memilih Puan daripada Ganjar untuk maju di Pilpres 2024.

Sebab, menurutnya, meskipun Puan kurang berprestasi, setidaknya sudah memimpin di level nasional. Sebaliknya, Ganjar hingga saat ini masih dianggap pemimpin lokal.

Selain itu, lanjut Jamil, Puan adalah salah satu trah Soekarno. Di mana, nama Soekarno tampaknya masih bisa dijual untuk mendulang suara bila Puan maju pada Pilpres mendatang.

“Hal terpenting, bagi Megawati Soekarnoputri, kalau Puan tidak dimajukan pada Pilpres 2024, maka peluang lenyapnya trah Soekarno akan besar,” kqta Jamiluddin.

“Tentu hal ini tidak dikehendaki Megawati dan petinggi PDIP yang diuntungkan bila trah Soekarno masih tetap eksis di PDIP,” tandasnya.

Sumber: tekini.id

Kategori
Politik

Jamiluddin Ritonga: Distribusi Bansos Masih Bermasalah, Mensos Harusnya Contoh DKI Jakarta

IDTODAY NEWS – Proses distribusi bantuan sosial (Bansos) yang diberikan pemerintah kepada warga miskin masih menimbulkan masalah. Mulai dari ditemukan beras tak layak, hingga daging ayam busuk yang diterima keluarga penerima manfaat (KPM).

Menurut Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, peristiwa semacam itu sebetulnya tidak perlu terjadi bila sistem distribusi bansos sudah baik.

“Kalau masih ditemukan beras tak layak dan daging ayam yang busuk, maka dapat dipastikan sistem distribusinya bermasalah,” kata Jamiluddin dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (21/8).

Selain itu, menurut Jamiluddin, sistem pengawasan distribusi Bansos juga masih lemah. Sebab, apabila sistem pengawasan sudah baik, maka kualitas setiap barang yang keluar sudah pasti terdeteksi sejak dini.

Atas dasar itu, ia memandang seharusnya Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini, mencontoh distribusi Bansos yang sukses dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Di wilayah pimpinan Anies Baswedan ini Jamiluddin melihat warga mendapat beras kualitas premium, dan warga menilai berasnya enak serta pulen.

“Jadi, Menteri Sosial harus lebih jelas lagi menetapkan standar kualitas bansos yang akan diberikan,” tegasnya.

Selain itu, Jamiluddin juga menyoroti soal standar Bansos yang mestinya tersosialisasi dengan baik hingga petugas lapangan, tujuannya agar yang mendistribusikan memiliki persepsi yang sama mengenai kualitas bansos yang akan dibagikan.

Karena itu Jamiluddin menambahkan, Mensos Risma juga perlu mengevaluasi sistem distribusi dan sistem pengawasan Bansos. Jika hal itu tidak diperbaiki, maka masalah yang sama akan terus berulang.

“Untuk itu, Menteri Sosial harus lebih banyak meluangkan waktunya untuk menangani sistem bansos yang pas untuk geografis Indonesia,” katanya.

“Ini akan lebih baik daripada lebih banyak blusukan. Sebab, level menteri seharusnya lebih fokus menata sistem, bukan wara wiri dan marah-marah,” demikian Jamiluddin.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Kata Pengamat, Pidato Bamsoet Seperti Pejabat Humas

IDTODAY NEWS – Pidato Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam Sidang Tahunan MPR RI bersama DPR RI dan DPD RI pada Senin kemarin (16/8), dinilai seperti pernyataan pejabat humas.

Pernyataan itu disampaikan pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonusa Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga kepada wartawan, Selasa (17/8).

“Pidatonya praktis sejalan dengan pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi),” kata Jamiluddin.

Baginya, apa yang disampaikan Bamsoet hanya berisi apresiasi atas apa yang sudah dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam penanganan pandemi Covid-19. Padahal penanganan Covid-19 pemerintah justru menuai kritik dan sejumlah catatan serius.

“Jadi, praktis tidak ada kritik yang dilontarkan Bamsoet terhadap Jokowi,” imbuhnya.

Menurut Jamiluddin, di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dalam satu tahun terakhir mengalami krisis kesehatan, krisis ekonomi, dan belakangan sudah mengarah kepada krisis sosial.

“Jadi, sempurnalah Bamsoet memerankan layaknya pejabat humas. Bamsoet seolah memberi dukungan sepenuhnya kepada Jokowi. Sungguh ironi,” tutup dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996 hingga 1999 ini.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Puan Maharani Sudah Populer, Tidak Seharusnya Berharap Elektabilitas Naik dari Baliho

IDTODAY NEWS – Pemasangan baliho Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani yang terpampang di berbagai kota-kota besar tanah air dinilai tidak akan bisa mendongkrak elektabilitasnya.

Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga tidak menampik bahwa pemasangan baliho oleh seseorang mempunyai tujuan tertentu.

Hanya saja, jika Puan Maharani memasang baliho untuk tujuan meningkatkan elektabilitas, maka putri Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu salah memilih media.

“Sebab, media baliho hanya efektif untuk menimbulkan awareness,” kata Jamiluddin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (10/8).

Meski begitu, Jamiluddin menilai pemasangan baliho merupakan hak setiap warga negara, termasuk Puan yang notabene adalah Ketua DPR RI. Adapun, terkait dampak elektoral yang diharapkan dari pemasangan baliho tersebut diyakini akan sulit.

“Jadi, sebanyak apapun foto Puan di baliho, tidak akan dapat mendongkrak elektabilitasnya. Karena itu, rendahnya elektabilitas Puan pada hasil survei tidak relevan dikaitkan dengan bertebarannya baliho,” tuturnya.

Jamiluddin mengurai bahwa media baliho sebenarnya efektif digunakan oleh politisi yang belum dikenal masyarakat. Melalui baliho itu diharapkan orang tersebut, akan dikenal sehingga popularitasnya meningkat.

Sementara mereka yang sudah populer dan memiliki jabatan publik seperti Puan Maharani, seharusnya tidak menggunakan media ini.

“Jadi, Puan seharusnya tidak memerlukan baliho. Puan butuh media lain yang dapat meningkatkan elektabilitasnya. Tentu tim media Puan tahu media yang pas untuk meningkatkan elektabilitas!” demikian dekan Fikom IISIP Jakarta 1996 hingga 1999 ini.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Ari Kuncoro Sebaiknya Juga Mundur Dari Rektor UI

IDTODAY NEWS – Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof. Ari Kuncoro telah mengirimkan surat pengunsuran diri sebagai Wakil Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia ke Kementerian BUMN.

Pengamat komunikasi politik, M. Jamiluddin Ritonga mengatakan, pengunduran Rektor UI itu layak diapresiasi karena dia menyadari kesalahannya.

“Rangkap jabatan yang diembannya selama ini memang melanggar Statuta UI,” ujar Jamiluddin Ritonga kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (22/7).

Meskipun pengakuan kesalahan itu tidak dinyatakannya secara tersurat, namun rangkap jabatan di UI dan BRI secara nyata sudah menyalahi Statuta UI.

“Karena itu, sudah selayaknya juga Ari Kuncoro mengundurkan diri dari jabatan Rektor UI,” kata Jamiluddin Ritonga.

Tentu hal itu konsekuensi logis dari kesalahan yang dilakukannya. Apalagi Ari Kuncoro memimpin lembaga pendidikan yang sangat mengedepankan etika dan moral.

“Karena itu, Ari Kuncoro harus memberi contoh kepada civitas akademika untuk memegang teguh etika dan moral. Bagi pelanggar etika dan moral, seperti yang sudah dilakukannya, tanpa diminta seharusnya mengundurkan diri dari jabatannya,” tutur Jamiluddin Ritonga.

Selain itu, lanjut dia, Statuta UI yang baru seharusnya dicabut dan dikembalikan ke Statuta yang lama. Sebab, dengan Statuta UI yang baru akan melegalkan setiap rektor UI untuk merangkap jabatan.

“Kalau itu nantinya terjadi, maka sulit mengharapkan kampus akan independen. Otonomi kampus dengan sendirinya akan tergerus oleh Statuta tersebut,” imbuhnya.

Padahal, otonomi kampus sangat diperlukan untuk menjamin kebebasan akademik bagi semua civitas akademika. Tanpa otonomi kampus, kebebasan akademika akan dengan mudahnya diintervensi penguasa.

“Hal itu tentu tidak boleh terjadi, karena akan membuat wajah kampus menjadi buram. Siapa pun yang masih waras akan menolak hal itu terjadi di Indonesia,” ucap Jamiluddin Ritonga.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Masyarakat Tidak Nyaman Dan Cenderung Takut, Komunikasi Publik Pemerintah Harus Diubah!

IDTODAY NEWS – Presiden Jokowi Widodo menyoroti masalah komunikasi publik dalam rapat terbatas, Jumat (16/7). Jokowi meminta agar komunikasi pemerintah kepada masyarakat mampu melahirkan optimisme dan ketenangan.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, M. Jamiluddin Ritonga mengatakan, penilaian Jokowi itu benar, karena komunikasi publik yang berkaitan dengan Covid-19 selama ini jauh dari pesan-pesan yang berisi optimisme dan ketenangan.

“Komunikasi ala pemerintah lebih dominan berisi pesan-pesan yang memuat kepentingannya daripada kepentingan masyarakat,” ujar Jamiluddin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (19/7).

Akibatnya, komunikasi yang dikembangkan lebih banyak berisi paksaan, baik berupa sanksi, ancaman, kekhawatiran, atau ketakutan. Penyampaian pesan-pesan semacam ini disebut komunikasi koersif.

Jelas Jamiluddin, komunikasi koersif semakin banyak mengemuka sejak pemerintah memberlakukan PPKM Darurat Jawa-Bali. Pesan-pesan yang memuat sanksi dan ancaman begitu dominan sehingga masyarakat merasa tidak nyaman dan dirundung ketakutan.

Padahal, dalam berbagai riset menunjukan, pesan-pesan menakutkan atau koersif tadi, tidak efektif digunakan kepada khalayak yang mengalami situasi krisis. Khalayak seperti ini dalam jangka panjang sudah hilang rasa takutnya.

“Jadi, kepada khakayak seperti itu diberikan pesan-pesan koersif justru akan menjadi bumerang. Publik akan melakukan perlawanan demi mempertahankan hidup dan kehidupannya,” terang Jamiluddin.

Pesan-pesan seperti itu semakin tidak efektif karena disampaikan oleh orang yang tidak kredibel. Suka tidak suka, kredibilitas pemerintah pusat, terutama yang bertanggung jawab menangani PPKM Darurat, bukanlah sosok yang dipercaya masyarakat.

Akibatnya, pesan-pesan koersif yang disampaikan pemerintah mendapat penolakan dari masyarakat. Sebagian masyarakat akhirnya lebih mempercayai pesan-pesan terkait Covid-19 dari teman, keluarga, atau media sosial.

Karena itu, lanjut Jamiluddin, komunikasi publik pemerintah harus diubah dari koersif ke persuasif dengan mengedepankan pendekatan komunikasi bottop up. Melalui komunikasi semacam ini, pemerintah lebih mengedepankan kebutuhan rakyatnya daripada kepentingannya.

Pendekatan semacam itu dengan sendirinya lebih memanusiawikan masyarakat. Masyarakat akan menjadi lebih nyaman karena kebutuhannya diperhatikan.

Tentu pesan-pesan persuasif itu akan semakin efektif bila disampaikan orang yang kredibel. Masalahnya, sosok seperti ini yang sekarang langka di pemerintah pusat.

“Kiranya itu menjadi pekerjaan rumah bagi Jokowi untuk mendapatkan sosok yang kredibel menyampaikan pesan-pesan persuasif terkait Covid-19. Semoga Jokowi menemukan sosok tersebut!” ucap Jamiluddin.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Pak Jokowi, Ketimbang Blusukan Bagikan Obat Mending Ambil Komando Penanganan Covid-19

IDTODAY NEWS – Presiden Joko Widodo kembali blusukan. Kali ini Jokowi blusukan ke Sunter Agung, Jakarta Utara, sambil membagikan sembako dan paket obat Covid-19, Kamis malam (15/7).

Tentu yang menerima sembako dan paket obat akan merespon dengan suka cita. Respon semacam ini umum diberikan anak bangsa saat menerima sesuatu dari seseorang.

“Jadi, respon semacam itu sesuatu yang biasa karena anak bangsa memang orang yang tau berterimakasih,” kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, M. Jamiluddin Ritonga, Jumat (16/7).

Karena itu, lanjut Jamiluddin, sayang waktu terbuang bagi seorang Presiden hanya untuk blusukan sambil membagikan sembako dan paket obat. Pekerjaan semacam ini sangat teknis yang dapat dikerjakan orang kebanyakan.

“Di saat krisis yang maha dasyat ini, Presiden idealnya menggunakan waktu seefisien mungkin untuk mengambil kebijakan strategis dalam mengatasi pandemi Covid-19. Presiden harus memastikan bahwa sistem pelayanan kesehatan mampu menjangkau masyarakat hingga di tingkat puskesmas,” ujar Jamiluddin.

Kalau itu berjalan baik, tentu tidak perlu membagi-bagikan obat secara langsung ke masyarakat. Dengan sistem pelayanan kesehatan yang baik, maka dalam waktu singkat paket obat dapat didistribusikan ke masyarakat.

“Presiden juga dapat memantau apakah sistem komunikasi nasional benar berjalan dalam membantu penanganan Covid-19. Termasuk tentunya kemampuan sistem komunikasi nasional mengatasi hoax, yang membuat sikap masyarakat terbela dalam melihat penanganan Covid-19,” tuturnya.

Presiden juga sepatutnya memastikan apakah sistem koordinasi pusat dan daerah dalam penanganan Covid-19 sudah sejalan dengan semangat otonomi daerah.

Untuk memastikan hal itu berjalan, memang selayaknya Jokowi mengambil over komando penanganan Covid-19. Sebab, sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara presiden mempunyai kewenangan luar biasa.

“Melalui kewenanganan yang luar biasa itu Presiden dapat menata sistem berbagai bidang di Tanah Air. Ragam sistem ini diharapkan dapat menata negeri tercinta menjadi lebih baik sesuai tuntutan manajemen modern,” sebut dia.

Untuk ini, lanjut Jamiluddin, diperlukan berbagai kebijakan strategis dari seorang Presiden. Kalau hal itu dapat dilakukan Presiden Jokowi, maka dia nantinya meninggalkan berbagai sistem monumental untuk negeri tercinta.

“Jadi, sudah saatnya Jokowi meminimalkan blusukan. Gunakan waktu untuk merubah sistem yang monumental sehingga anak cucu akan mengingat Jokowi,” ucap mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta itu.

Sumber: rmol.id