Kategori
Politik

Permintaan PBNU dan Muhammadiyah Sudah Didengar, tapi Presiden Putuskan Pilkada Tak Perlu Ditunda

IDTODAY NEWS – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan ( Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, Presiden Joko Widodo sudah mendengar usulan penundaan Pilkada 2020 yang disampaikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU) dan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.

“Dari ormas-ormas, dari NU, Muhamadiyah, itu semua didengar dan Presiden berkali-kali mengadakan rapat atau membicarakan secara khusus untuk membahasnya,” ujar Mahfud dalam rapat koordinasi persiapan Pilkada 2020 secara virtual, Selasa (22/9/2020).

Menurut Mahfud, Presiden Jokowi juga telah mempertimbangkan usulan dari masyarakat, baik dari kelompok yang menginginkan agar Pilkada ditunda maupun tetap dilanjutkan.

Namun demikian, setelah mendengar pertimbangan dan saran dari pimpinan kementerian, Presiden Jokowi kemudian berpendapat Pilkada tidak perlu ditunda.

Mahfud menuturkan, keputusan Presiden tersebut juga telah disampaikan kepada DPR, KPU, Bawaslu, hingga DKPP melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagari) Tito Karnavian pada Senin (21/9/2020).

“Jadi pembicaraannya sudah mendalam, semua sudah didengar,” kata dia.

Mahfud mengatakan, hingga saat ini tidak ada yang dapat memastikan kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.

“Di negara yang serangan Covid-19-nya lebih besar seperti Amerika juga pemilu tidak ditunda, diberbagai negara pemilu tidak ditunda,” kata Mahfud.

Mahfud menambahkan, Presiden juga beralasan bahwa tahapan pilkada yang semestinya dimulai pada 23 September 2020 telah ditunda akibat wabah Covid-19.

Keputusan penundaan itu diambil dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komisi II DPR bersama KPU dan Kemendagri, Senin (30/3/2020).

“Pilkada sudah ditunda sebenarnya, dari yang semula dijadwalkan 23 september. Itu penundaan sudah pernah dilakukan untuk menjawab suara-suara masyarakat yang menginginkan penundaan itu,” ungkap Mahfud.

Sebelumnya diberitakan, Komisi II DPR RI bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu sepakat pelaksanaan Pilkada 2020 tetap digelar pada 9 Desember 2020.

Namun, Komisi II meminta agar penerapan protokol Covid-19 dilaksanakan secara konsisten dan pelanggarnya harus mendapatkan sanksi tegas.

“Komisi II DPR bersama Mendagri, Ketua KPU, Ketua Bawaslu dan Ketua DKPP menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada serentak 2020 tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020 dengan penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19,” kata Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia membacakan simpulan rapat, Senin (21/9/2020).

Selanjutnya, Komisi II meminta KPU merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2020 yang mengatur tentang pelaksanaan Pilkada 2020 di masa pandemi Covid-19.

Doli menuturkan, revisi PKPU diharapkan mengatur secara spesifik di antaranya soal larangan pertemuan yang melibatkan massa dan mendorong kampanye secara daring.

Selain itu, juga mewajibkan penggunaan masker, hand sanitizer, sabun dan alat pelindung diri (APD) lain sebagai media kampanye.

Kemudian, penegakan disiplin dan sanksi hukum tegas bagi pelanggar protokol Covid-19 sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan KUHP.

Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Hari pemungutan suara Pilkada rencananya akan digelar serentak pada 9 Desember.

Sumber: kompas.com

Kategori
Politik

Pemerintahan Jokowi Berbahaya, Ormas NU dan Muhammadiyah Dimentahkan, Pilkada Tetap Berjalan

IDTODAY NEWS – Desakan beragam pihak agar gelaran Pilkada Serentak 2020 ditunda sia-sia. Dalam rapat yang digelar Komisi II DPR bersama pemeirntah dan penyelenggara pemilu, diputuskan pilkada tetap digelar Desember 2020 dengan tetap menjalankan protokol kesehatan Covid-19.

Keputusan pemerintah yang tetap menjalankan pilkada di tengah pandemi Covid-19 ini pun dinilai membahayakan rakyat.

“Sobat, kepemimpinan Jokowi bisa dikatakan telah membahayakan keselamatan rakyat Indonesia, jika terus mengabaikan masukan positif yang disampaikan oleh rakyat,” kata aktivis Haris Rusly Moti di akun Twitternya, Senin (21/9).

Keputusan pemerintah tersebut disayangkan lantaran sejumlah pihak yang mengusulkan penundaan pilkada bukanlah kelompok kecil. Sebut saja Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Sebagai negara mayoritas muslim, dua ormas besar ini dinilai sebagai perwakilan terbesar umat di Tanah Air. Namun sayang, usulan tersebut tak ditanggapi positif oleh pemerintah.

“Bayangkan, usulan dua ormas dengan keanggotaan terbanyak, NU dan Muhammadiyah untuk tunda Pilkada, tapi dilepehin Istana,” tutupnya.

Sumber: pojoksatu.id

Kategori
Politik

Ditolak NU dan Muhammadiyah, Fadjroel: Pilkada Sesuai Jadwal

IDTODAY NEWS – Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan, penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 tetap sesuai jadwal tanggal 9 Desember 2020. Hal itu dilakukan demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih, serta dilaksanakan dengan disiplin protokol kesehatan yang ketat.

“Pilkada harus dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan ketat disertai penegakan hukum dan sanksi tegas agar tidak terjadi kluster baru pilkada,” ujar Fadjroel dalam siaran pers di Jakarta, Senin (21/9).

Dia menyampaikan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menegaskan penyelenggaraan pilkada tidak bisa menunggu pandemi berakhir, karena tidak ada satu pun negara yang mengetahui kapan pandemi Covid-19 berakhir. “Karenanya, penyelenggaraan pilkada harus dengan protokol kesehatan ketat agar aman dan tetap demokratis,” ujar Fadjroel.

Dia mengatakan, pilkada di masa pandemi bukan mustahil, negara-negara lain seperti Singapura, Jerman, Perancis, dan Korea Selatan juga menggelar pemilihan umum di masa pandemi, dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Menurut Fadjroel, pemerintah mengajak semua pihak untuk bergotong-royong mencegah potensi kluster baru penularan Covid-19 di setiap tahapan pilkada.

Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020, pelaksanaan pilkada serentak 2020 harus menerapkan protokol kesehatan tanpa mengenal warna zonasi wilayah. Semua kementerian dan lembaga terkait, juga sudah mempersiapkan segala upaya untuk menghadapi pilkada dengan kepatuhan pada protokol kesehatan dan penegakan hukum.

“Pilkada serentak ini harus menjadi momentum tampilnya cara-cara baru dan inovasi baru bagi masyarakat bersama penyelenggara negara untuk bangkit bersama dan menjadikan pilkada ajang adu gagasan, adu berbuat dan bertindak untuk meredam dan memutus rantai penyebaran COVID-19,” kata Fadjroel.

Selain itu, kata Fadjroel, pilkada serentak ini sekaligus juga menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia adalah negara demokrasi konstitusional serta menjaga keberlanjutan sistem pemerintahan demokratis sesuai dengan ideologi Pancasila dan konstitusi UUD 1945.

Sebelumnya, Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan rekomendasi agar pelaksanaan pilkada serentak ditunda demi menghindari penyebaran Covid-19 yang semakin meluas di masyarakat.

Sumber: republika.co.id

Kategori
Politik

Keadaan Mendesak, Muhammadiyah Desak Jokowi Terbitkan Perppu Penundaan Pilkada

IDTODAY NEWS – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meminta pemerintah dan penyelenggara pemilu serta lembaga terkait untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Alasannya, karena pandemi Covid-19 yang semakin meningkat.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan diharapkan bisa segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) untuk menunda Pilkada 2020.

Seruan ini disampaikan langsung Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Muti saat jumpa pers secara daring PP Muhammadiyah menyikapi Penanganan Covid-19 dan Politik Elektoral, Senin (21/9).

“Kalau memang presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan mendengar aspirasi masyarakat dan melihat bagaimana kedaruratan Covid-19 ini dan juga Pilkada berpotensi menjadi kluster baru dan kemungkinan menjadi tempat penyebaran Covid-19, saya kira dengan segala konstitusionalnya pemerintah menetapkan Perppu,” ujar Abdul Muti.

Menurut Abdul Muti, secara hukum kedudukan Perppu sangat kuat untuk digunakan sebagai payung hukum dari penundaan Pilkada Serentak 9 Desember 2020 nanti. Ketimbang melakukan revisi UU kepemiluan yang justru akan memakan waktu.

“Perppu itu kedudukannya kuat. Karena sesuai dengan UUD keadaan yang genting dan memaksa pemerintah dapat menetapkan peraturan pemerintah untuk melaksanakan UU sebagaimana mestinya,” tuturnya.

Atas dasar itu, Abdul Muti menegaskan bahwa kondisi pandemik Covid-19 di tanah air yang sudah cukup mengkhawatirkan seiring kasusnya belum mengalami penurunan ini menjadi penting bagi pemerintah dalam hal ini presiden mengeluarkan Perppu untuk menunda pilkada.

“Sekali lagi,ini situasinya memang sudah sangat mendesak karena tinggal beberapa bulan saja, kalau tidak segera diambil keputusan ini akan menimbulkan ketidakpastian di masyarakat,” tegasnya.

“Sehingga memang Perppu itu sangat diperlukan. Dan kalau misalnya sudah ada Perppu tinggal bagaimana penjabarannya bersama oleh KPU sebagai penyelenggara Pemilu dan juga berkoordinasi dengan pihak terkait,” demikian Abdul Muti.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Pilkada Bisa Jadi Awal Keretakan Jokowi Dengan NU Dan Muhammadiyah

IDTODAY NEWS – Hubungan Presiden Joko Widodo dengan ormas Islam terbesar di Indonesia terancam mengalami keretakan. Hal itu terjadi jika Jokowi ngotot melanjutkan Pilkada Serentak 2020 pada Desember nanti.

Sementara di satu sisi, partai pengusung Jokowi, PDIP ngotot agar pilkada dilanjut.

Begitu kata pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam menanggapi kengototan PDIP, melalui Sekjen Hasto Kristiyanto menolak penundaan Pilkada 2020.

“Bukan tidak mungkin pilkada menjadi awal dari keretakan hubungan antara pemerintah dengan ormas dan tokoh masyarakat pengusul penundaan pilkada, apabila tidak dipenuhi oleh Presiden Jokowi,” kata Saiful.

Buntutnya, pemerintahan Joko Widodo yang akan kena imbasnya. Jokowi bisa ditinggalkan oleh NU dan Muhammadiyah yang selama ini menjadi andalan dalam menangkal isu radikalisme.

“Bisa jadi mereka akan membelot dan tidak lagi mensupport program-program pemerintah apabila masukan-masukan baiknya tidak didengar oleh pemerintah,” jelas Saiful.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Bandingkan Bantuan ke NU, MUI dan Muhammadiyah dengan Anggaran Buzzer, Ustadz Nain: Penguasa Menipu Rakyat

IDTODAY NEWS – Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI), Ustaz Tengku Zulkarnain angkat bicara terkait data ICW mengenai anggaran dari APBN untuk membayar influencer atau buzzer.

Ustaz Nain (sapaan akrab Tengku Zulkarnain) juga membandingkan bantuan pemerintah ke Nahdatul Ulama, Muhammadiyah hingga MUI.

“Bantuan untuk NU satu milyar. Untuk Muhammadiyah satu milyar. Untuk MUI 4 milyar. Untuk Tim Sorak menurut ICW 90 milyar…Hehehe…Makjleb…,” tulisnya di akun Twitter @ustadtengkuzul, Jumat (28/8/2020).

Dia kemudian menyebutkan selama ini rezim pemerintah membayar buzzer sebagai tim sorak. Tujuannya agar mereka bisa menyebarkan informasi terkait prestasi yang telah dicapai pemerintah.

“Penguasa yg memakai jasa Tim Sorak utk menipu rakyatnya, seolah mrk hebat dan punya prestasi, padahal kenyataannya jeblok, adalah sebuah bentuk pengkhianatan yg nyata. Apalagi jika Tim Sorak dibayar pakai uang negara. Penguasa hebat tdk perlu kamuflase, rakyat bisa merasakan…,” sebutnya.

Di cuitan lainnya, salah satu deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini menyebutkan kerja-kerja buzzer yang dibayar pemerintah tak lebih seperti penyanyi dengan suara false.

“Penguasa pakai Buzzer, ibarat penyanyi dgn suara false, tapi nekat tampil menyanyi di depan publik. Biar kelihatan hebat maka dia membayar Tim Sorak. Sedahsyat apa pun tepuk tangan yg dilakukan TS nya, tetap saja para pendengar mbelinger apes mendengar dan melihat penampilannya,” pungkasnya.

Sumber: fajar.co.id

Kategori
Politik

PAN Tak Ingin Konflik dengan Amien Rais Dihubungkan ke Muhammadiyah

IDTODAY NEWS – Bagaimana pun sejarah mencatat Partai Amanat Nasional (PAN)

merupakan parpol yang dilahirkan dan didorong tokoh Muhammadiyah. Karena itu dari masa ke masa pimpinan PAN selalu menjaga hubungan dan komunikasi dengan Muhammadiyah, termasuk Zulkifli Hasan (Zulhas) saat ini.

Karena itu wajar bila PAN tak ingin kehilangan suara warga Muhammadiyah gara-gara konflik dengan Amien Rais. Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai, PAN secara politis memang tidak dapat terpisah dari Muhammadiyah. “Hal ini tentu karena potensi suara PAN dari Muhammadiyah, meskipun tidak selalu demikian,” kata Dedi saat dihubungi SINDOnews, Kamis (27/8/2020).

Menurut Dedi, dalam konteks kekinian upaya mesra PAN-Muhammadiyah bisa dipahami sebagai konversi konflik PAN dengan Amien Rais. Dia melihat, PAN tentu menghindari opini yang sangat mungkin terbangun. PAN berpikir jangan sampai kekisruhan hubungan dengan Amien dianggap terhubung dengan Muhammadiyah.

“Untuk itu pilihan ketum PAN mesra dengan Muhammadiyah secara politik cukup baik agar tidak kehilangan terlalu banyak, kehilangan Amien Rais dan loyalisnya, juga Muhammadiyah yang secara bersam juga loyalis Amien,” ujarnya.

Sumber: sindonews.com