Tarif Cukai Rokok Naik Hari Ini, Ekonom: Kendali Konsumsi Bukan dari Cukai

Tarif cukai rokok naik hari ini. Ekonom menilai pemerintah jangan fokus pada cukai jika ingin kendalikan konsumsi rokok/suara.com

IDTODAY NEWS – Pemerintah memberlakukan kenaikan tarif cukai rokok pada hari ini (1/2/2021). Penerapan tarif cukai rokok naik hingga 12,5 persen dinilai ekonom Universitas Indonesia, kurang begitu efektif.

Menurut ia, pemerintah sebaiknya tidak fokus pada kenaikan cukai, namun lebih kepada keterjangkauan harga, yang kemudian mengendalikan konsumsi rokok di Indonesia.

“Cukai memang akan menaikkan harga, tetapi karena ada kecenderungan perusahaan menanggung ini, maka tidak jadi efektif,” ujar Adrison dalam keterangan di Jakarta, seperti dilansir dari ANTARA, Senin (1/2/2021).

Sekalipun pemerintah telah menetapkan tarif cukai, harga jual rokok akan ditentukan sendiri oleh perusahaan dengan harga harapan harga yang masih terjangkau oleh konsumen.

“Perusahaan selalu berusaha membuat harga yang terjangkau, agar dia bisa menjual banyak,” kata Adrison.

Andai saja, Pemerintah memiliki ketegasan untuk menentukan harga jual eceran maka keterjangkauan harga rokok akan makin sempit.

“Soalnya, perokok tidak peduli dan tidak memikirkan berapa persen cukainya, yang penting harga murah. Jadi produsen itu lebih sensitif terhadap harga minimum dibandingkan dengan harga cukai, karena mereka tidak membebankan cukai ke konsumen,” ujar Adrison.

Baca Juga  11.000 TKA Siap Didatangkan ke Indonesia, Bagaimana dengan Tenaga Kerja Lokal?

Saat ini, harga rokok di Indonesia diatur melalui dua mekanisme, yakni ketentuan minimum harga jual eceran (HJE) sebagai harga yang didaftarkan di pita cukai, serta harga transaksi pasar (HTP) sebagai harga riil di tingkat konsumen.

Pengawasan HTP sebagai harga rokok yang sebenarnya dibeli konsumen saat ini diatur dalam Perdirjen nomor 37/2017 tentang Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau yang mewajibkan pabrik mematok HTP rokok minimum 85 persen dari harga jual eceran (HJE).

“Sebelum 2017, tidak ada batasan 85 persen itu. Harga rokok bisa dijual lebih rendah dari harga banderol oleh perusahaan besar demi memasarkan produknya dan ini sangat bahaya bagi pengendalian konsumsi. Ini dinamakan predatory pricing,” kata Adrison.

Baca Juga  BRI Raih Gelar The Best Retail Banking dari Asian Banker

Ia menilai, tanpa adanya batasan tersebut, tujuan kebijakan cukai berlapis untuk melindungi perusahaan kecil pun juga tidak akan tercapai.

Untuk pelanggaran terhadap aturan tersebut, Adrison menilai Kementerian Keuangan perlu mengawasi dan memberikan hukuman yang tegas.

Baca Juga: Rumah Ketum KNPI Pelapor Abu Janda Diteror Orang Tak Dikenal

Sumber: suara.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan