IDTODAY NEWS – Menko Polhukam Mahfud MD membeberkan sikap pemerintah terhadap kasus yang terkait Habib Rizieq Shihab (HRS), termasuk pengusutan tewasnya 6 laskar FPI.

Kasus yang terkait dengan Habib Rizieq sebanyak tiga. Yaitu, penahanan Habib Rizieq, tewasnya 6 laskar pengawal Habib Rizieq, dan sengketa tanah Pondok Pesantren HRS di Megamendung Bogor.

“Saudara, kita akan menyikapi ini secara sendiri-sendiri,” ujar Mahfud MD saat menjadi Keynote Speaker selaku Ketua Dewan Pakar Majelis Nasional (MN) KAHMI di acara Webinar Dewan Pakar MN KAHMI, Minggu malam (27/12).

Pertama adalah, terkait urusan hukum yang membuat Habib Rizieq Shihab ditahan.

“Urusan hukum Habib Rizieq Shihab, yang menyangkut soal kerumunan sebagai pintu masuk dan pengancaman serta provokasi berdasarkan Pasal 160 itu akan dilanjutkan sebagai hukum yang tersendiri,” jelasnya.

“Terpisah dari kasus tewasnya 6 laskar itu,” jelas Mahfud lagi.

Sementara untuk tewasnya 6 laskar Front Pembela Islam (FPI), pemerintah kata Mahfud MD akan menyelesaikan jika ada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dari polisi.

“Tetapi, pemerintah memang tidak akan membentuk TGPF tentang itu. Karena apa? Karena menurut hukum, pelanggaran HAM yang seperti itu, menurut UU Nomor 26 itu urusan Komnas HAM,” kata Mahfud.

Baca Juga  Jujur Soal 99 Persen Resesi, Arief Poyuono: Kok Mahfud MD Jadi Kompor Meleduk

Mahfud MD pun mengaku sudah bertemu dengan Komisioner Komnas HAM dan mempersilakan Komnas HAM untuk bekerja.

“Silakan selidiki, kami tidak akan mempengaruhi, tidak akan intervensi, kalau anda perlu pengawalan dari polisi kami bantu gitu, agar anda tetap independen,” jelasnya.

“Nanti diumumkan sendiri, pemerintah akan ikuti apa hasil anda. Itu nanti akan kita follow up. Jadi kita tidak membentuk TGPF sendiri,” terang Mahfud.

Namun demikian masih kata Mahfud, pemerintah meminta agar Komnas HAM mengungkapkan apapun hasil temuannya terkait tewasnya 6 laskar FPI tersebut.

“Jadi sekarang silakan Komnas HAM anda selidiki saja, katakan kalau polisi salah, tapi katakan juga kalau ada pihak lain yang salah. Nanti kita dengar,” katanya.

“Kan anda pasti bisa meyakinkan publik, bukti-buktinya apa, bagaimana anda menemukan bukti itu,” tutur Mahfud.

“Untuk itu untuk tewasnya laskar ini akan ditangani secara terkhusus sebagai kasus tersendiri, tidak lalu yang satu menutup yang lain gitu,” sambung Mahfud.

Baca Juga  Kemlu dan Kemenkumham Tandatangani Perjanjian Kerja Sama soal WNA

Kemudian soal sengketa lahan antara Pondok Pesantren Habib Rizieq di Megamendung dengan PTPN VIII.

“Pun soal tanah Megamendung. Yang sekarang dimiliki menjadi Pondok Pesantren FPI itu. Kita selesaikan sendiri. Hukumnya seperti apa,” kata Mahfud.

Mahfud pun juga menampung apa yang disampaikan oleh pihak FPI terkait klaim telah dibeli dari petani.

“Ditelantarkan katanya 30 tahun. Loh, pemerintah itu baru memberi HGU kepada PTPN VIII itu tahun 2008,” katanya.

“Kan belum 30 tahun, berarti tidak diurusi oleh PTPTN belum 30 tahun kan. Karena HGU itu baru diperoleh tahun 2008. Kalau diklaim tahun 2013, berarti kan baru 5 tahun sejak PTPN mendapat HGU dari pemerintah,” jelas Mahfud.

Bahkan, Mahfud pun mengaku lebih setuju jika lahan tersebut untuk dimanfaatkan menjadi Pondok Pesantren.

“Kita lihat nanti. Kalau saya sih berfikir gini sih. Itu kan untuk keperluan pesantren. Ya Teruskan saja lah untuk keperluan pesantren,” jelasnya.

“Tapi kalau yang ngurus misalnya Majelis Ulama, NU, Muhammadiyah gabung, gabungan lah termasuk kalau mau FPI di situ gabung ramai-ramai misalnya,” kata Mahfud.

Baca Juga  Munarman Laporkan Balik soal 'Laskar Tak Bersenpi', Ditolak Polisi

Namun demikian, Mahfud mengaku tidak mengetahui solusinya karena persoalan tersebut merupakan urusan hukum pertanahan.

“Tetapi itu masalah hukum dalam arti hukum administrasinya itu akan ada di pertanahan dan BUMN,” katanya.

Sehingga silakan saja apa kata hukum tentang itu semua, itu betul UU hukum agraria mengatakan bahwa tanah yang sudah ditelantarkan 20 tahun dan digarap oleh petani, atau seseorang tanpa dipersoalkan.

“Itu bisa dimintakan sertifikat,” terang Mahfud.

“Kita pastikan dulu, petani ini apa betul sudah 20 tahun disitu, dan kedua HGU itu sebenarnya baru dimiliki secara resmi tahun 2008,” katanya.

“Sehingga kalau 2013 ketika tanah itu dibeli oleh Habib Rizieq itu sebenarnya belum 20 tahun digarap oleh petani kalau dihitung sejak pemberiannya oleh negara pengurusannya oleh negara terhadap PTPN VIII dan seterusnya,” pungkasnya.

Baca Juga: Markaz Syariah Mau Dialog dengan PTPN, BPN: Tak Bisa dalam Posisi Setara

Sumber: pojoksatu.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan