IDTODAY NEWS – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan sampai kapan batas waktu merapikan data kematian akibat COVID-19.

Pasalnya, data terkait jumlah korban yang meninggal dunia akibat COVID-19 hingga saat ini masih simpang siur.

“Sampai kapan perapian data itu akan dilakukan, tidak dijelaskan oleh pemerintah. Padahal, data kematian ini sangat penting,” ingat Yusril dalam keterangannya, Kamis (12/8/2021).

Pakar hukum tata negara ini menekankan, data kematian akibat Covid-19 bukan sekadar hal teknis sebagai indikator dalam menentukan level PPKM.

Jumlah dan persentase angka kematian di suatu negara akibat Covid-19 adalah juga indikator keseriusan dan kemampuan sebuah negara dalam menangani pandemi dan melindungi rakyatnya.

“Kematian warga dalam jumlah relatif besar dibandingkan dengan angka kematian global akibat pandemi adalah masalah serius terkait langsung dengan amanat konstitusi,” tegasnya.

“Salah satu tujuan pembentukan negara adalah untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia,” sambung Yusril.

Yusril juga mengingatkan, bahwa hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan merupakan hak asasi manusia yang dijamin konstitusi.

Baca Juga  Cari Nafkah hingga Ruang Isolasi Covid-19, LaNyalla Minta Nasib Pedagang Diperhatikan

Semakin kecil angka kematian akibat Covid-19 ini, akan menjadi indikator keberhasilan negara dalam menangani pandemi.

Menggoyang Stabilitas

Karena itu, Yusril mendesak Pemerintah agar menetapkan tenggat waktu merapikan data kematian akibat Covid-19 ini.

“Tanpa kejelasan waktu, pemerintah bisa dicurigai ingin menyembunyikan angka yang sesungguhnya,” paparnya.

Hal ini, sambung Yusril, jelas tidak baik. Bukan di mata rakyat, tetapi juga di mata dunia internasional.

Jika data resmi dari pemerintah tak kunjung muncul, ujarnya, maka yang beredar di publik adalah data tidak resmi yang bisa dibuat siapa saja.

“Data itu dengan mudah dimainkan menjadi isu politik yang berdampak luas, baik isu domestik sebagai penggalangan opini untuk menggoyang stabilitas politik dan pemerintahan, maupun isu internasional,” ingatnya.

Sebab, kata Yusril, angka kematian yang relatif besar dibanding dengan negara-negara lain serta angka kematian global, bisa ‘digoreng’ sebagai isu pelanggaran HAM berat.

“Kita tidak ingin hal seperti itu terjadi pada negara tercinta ini,” pungkas Yusril.

Sumber: pojoksatu.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan