Utang Indonesia Makin Bengkak Menuju 8.000 Triliun, Ekonom INDEF: Sudah Lewat Batas UU Keuangan

Presiden Joko Widodo mengikuti KTT Luar Biasa G20 secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (26/3/2020) malam. Jokowi didampingi Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/dok Istana Kepresidenan

IDTODAY NEWS – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) M. Fadhil Hasan menekankan posisi utang negara Republik Indonesia sudah melewati ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara.

Menurutnya, hal ini lantaran pemerintah Indonesia masih menganggarkan belanja negara dengan jumlah utang cukup besar.

“Saya kira dengan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 utang kita akan melonjak tajam sekitar 44 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB),” tutur Fadhil dalam webinar publik, Jumat (20/8/2021).

Ia menerangkan jika ditambah utang-utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini utang RI sudah melampaui batas UU Keuangan Negara sebesar 60 persen.

Fadhil mengatakan pandemi Covid-19 memang membuat hampir seluruh di seluruh dunia meningkatkan jumlah utang untuk menyelamatkan ekonomi.

“Di sisi lain peningkatan utang berakibat kerentanan sisi fiskal. Jadi harus tetap dikontrol bagaimana defisit bisa ditekan 5,7 persen menjadi 4,85 persen,” tukasnya.

Dia menerangkan RAPBN dapat tercapai apabila memiliki tiga fungsi utama yaitu stabilisasi, alokasi, dan distribusi.

Perspektif lainya misalnya ekonomi politiknya di mana ke depan terdapat banyak kepentingan dan tarik menarik dalam konteks konsumen-produsen, kementerian-lembaga dan pusat-daerah.

“Pandemi Covid-19 menjadi sumber ketidakpastian utama. Itulah mengapa pentingnya alokasi anggaran yang memadai untuk menangani Covid-19 misalnya belanja sosial atau perlindungan sosial yang cukup besar,” tukasnya.

Diproyeksikan Membengkak Rp. 8.000 Triliun

Ekonom dari Universitas Indonesia Faisal Basri mengungkapkan, jumlah utang pemerintah diproyeksikan mengalami kenaikan hingga sebesar Rp 8.000 triliun pada tahun depan.

“Dalam naskah itu tertera pada akhir tahun 2022 utang pemerintah pusat akan mencapai Rp 8.110 triliun. Ini berarti kenaikan luar biasa dibandingkan pada akhir pemerintahan SBY-JK sebesar Rp 2.610 triliun atau kenaikan lebih dari tiga kali lipat,” ujar dia mengutip tulisan di blog pribadinya.

Dengan menggunakan asumsi implisit besaran PDB yang digunakan dalam RAPBN 2022, porsi utang terhadap produk domestik bruto (PDB) akan mencapai 45,3 persen pada tahun 2022.

Baca Juga  Indef: Pemulihan Ekonomi Lambat Tapi Sri Mulyani Tak Dicopot, Jokowi Takut?

Ia memperkiraan utang hingga 2022 bisa saja meleset ke atas kalau pertumbuhan ekonomi tak memenuhi target APBN 2021 dan 2022.

“Kemungkinan itu cukup besar karena selama pemerintahan Presiden Jokowi dinilai tak pernah sekalipun target pertumbuhan tercapai,” imbuhnya.

Penanganan wabah yang lemah sedari awal juga berkontribusi memperburuk keadaan sehingga membuat ongkos kian mahal.

Itu tergambar dari strategi pemerintah dalam mengutak-atik istilah untuk menghindari lockdown.

“Kepemimpinan yang dan pengorganisasian yang buruk, berbagai penyangkalan oleh para petinggi pemerintahan, dan menuhankan ekonomi, kita kalah dengan skor 0-2 melawan Covid-19. Kesehatan kalah, ekonomi kalah,” pungkasnya.

Sumber: tribunnews.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan