IDTODAY NEWS – Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara mengenai pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja. MUI menyoroti soal kemudahan bagi pihak yang menjalankan bisnis remang-remang.
“Apalagi nampak sangat jelas bahwa omnibus law lebih banyak berpihak kepada pemilik modal dengan segala kemudahan yang diberikan kepada mereka. Lebih dari itu ada kemudahan bagi pihak yang bergerak di bidang entertaiment, diskotik dan panti pijat. Padahal itu adalah entry point dari bisnis remang-remang. Sudah pasti akan terjadi dekadensi moral/moral hazard bagi generasi mendatang,” kata Waketum MUI, Muhyiddin Junaidi, kepada wartawan, Senin (5/10/2020).
Muhyiddin menegaskan MUI menolak pengesahan UU Cipta Kerja tersebut. Menurut Muhyiddin, saran dan masukan dari ormas Islam tak didengar DPR.
“MUI menolak pengesahan omnibus law jika kontennya melanggar kedaulatan negara, melanggar Undang-Undang, menafikan keputusan MK, melanggar HAM dan menyengsarakan rakyat. MUI sudah menyampaikan sikap dan pandangannya ke Baleg DPR dan pimpinan DPR di mana mereka berjanji akan mengakomodasi masukan dari MUI dan ormas. Faktanya mereka tak merespons dan mendengar saran dari NU, Muhammadiyah dan elemen masyarakat lainnya,” ujar dia.
Kekecewaan juga disampaikan oleh Sekjen MUI, Anwar Abbas. Bagi Anwar, DPR lebih mendengar kepentingan pemilik modal.
“Dengan disahkannya RUU Cipta kerja ini maka saya terus terang sangat-sangat kecewa. Karena DPR yang merupakan wakil rakyat lebih banyak mendengar dan membela kepentingan pemilik kapital dari pada membela kepentingan rakyat banyak,” ujar Anwar.
“Saya tidak tahu mengapa anggota DPR kita sekarang bisa seperti ini? Jadi kesan bahwa dunia perpolitikan kita sekarang sudah dikuasai oleh oligarki politik semakin tampak dengan jelas sehingga tidak ada yang berani menyuarakan suara yang berbeda dari kepentingan pimpinan partainya karena takut oleh pimpinan partainya mereka itu akan di PAW sehingga akhirnya para anggota DPR tersebut lebih mendengarkan keinginan pimpinan partainya dari pada mendengarkan keinginan rakyatnya,” sambung Anwar.
Anwar lantas menyinggung soal fenomena oligarki politik. Fenomena itu, sambung Anwar, disebabkan karena biaya politik yang begitu mahal.
“Mereka karena tidak sanggup memikul beban tersebut terpaksa meminta bantuan kepada para pemilik kapital atau para pemilik kapital yang datang kepada mereka untuk memberikan bantuan sehingga bak kata orang bijak bila hal seperti itu yang terjadi maka yang meminta-minta dan atau yang diberi bantuan tersebut tentu akan bisa di perintah-perintah dan ditawan oleh yang memberi bantuan atau oleh para pemilik kapital tersebut,” ujar Anwar.
Diberitakan sebelumnya, RUU Cipta Kerja resmi disahkan di rapat paripurna DPR. DPR bersama pemerintah dan DPD sebelumnya telah sepakat RUU Cipta Kerja dibawa ke rapat paripurna.
Kesepakatan itu diambil dalam rapat paripurna yang digelar di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Turut hadir dalam rapat Menko Perekonomian Airlanga Hartarto, Menaker Ida Fauziyah, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Menkeu Sri Mulyani, Mendagri Tito Karnavian, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, dan Menkum HAM Yasonna Laoly.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas sebelumnya membacakan laporan Baleg terkait pembahasan RUU Cipta Kerja. Pembahasan RUU Ciptaker dilaksanakan dalam 64 kali rapat, termasuk saat masa reses.
Dari 9 fraksi DPR, 6 fraksi menyetujui RUU Cipta Kerja, 1 fraksi yaitu PAN menyetujui dengan catatan, sementara 2 fraksi yaitu Demokrat dan PKS menyatakan menolak RUU Cipta Kerja.
Sumber: detik.com