Kategori
Politik

Keberatan KPU Minta Anggaran Rp 86 Triliun, Junimart Girsang: Terlalu Fantastis di Masa Pandemi

IDTODAY NEWS – Pimpinan Komisi II DPR RI keberatan dengan jumlah anggaran yang diajukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI senilai Rp 86 triliun untuk membiayai seluruh tahapan Pemilu dan Pilkada Serentak tahun 2024.

Dikatakan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang, angka tersebut terlalu fantasis. Setidaknya, jika dibandingkan dengan anggaran Pemilu Serentak 2019 yang hanya mencatatkan anggaran Rp 27 triliun.

“Menurut saya fantastis, karena setelah kita ketahui ternyata anggaran sampai Rp 86 T untuk 2024 itu adalah untuk penyelenggara, bukan untuk para peserta,” kata Junimart Girsang di Gedung Kura-kura, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/9).

Junimart mengingatkan, saat ini Indonesia masih sibuk penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

“Ini ekonomi sekarang sangat sulit negara ini, pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, ya kita bantulah pemerintah,” terangnya.

Legislator PDI Perjuangan ini tidak ingin kemudian karena untuk Pemilu dan Pilkada Serentak terjadi pemborosan keuangan yang sia-sia.

“Jadi jangan sampai Pemilu dan Pilkada Serentak ini membuat pengeluaran yang naudzubillah, tidak boleh juga,” pungkasnya.

KPU RI telah menjelaskan sebelumnya, bahwa anggaran tersebut terbagi pada pembiayaan tahapan setiap tahunnya.

Rinciannya anggaran tahun 2021 sebesar Rp 8,4 triliun; tahun 2022 sebesar Rp 13,2 triliun; tahun 2023 sebesar Rp 24,9 triliun; tahun 2024 sebesar Rp 36,5 triliun, dan terakhir tahun 2025 sebesar Rp 3 triliun.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Nurdin Abdullah Ditangkap KPK, Titi Anggraini: Figur Potensial Korup Karena Lingkaran Setan Pilkada

IDTODAY NEWS – Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menyoroti operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) terhadap Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdulah.

Titi kemudian memberikan beberapa catatan penting tentang terungkapnya kasus dugaan rasuah itu.

Beberapa faktor itu, diantaranya: lemahnya sistem pengawasan, tuntutan orang sekitar dan dampak dari tingginya biaya politik.

Baca Juga: Haedar Nashir: Artidjo Alkostar Penegak Hukum yang Sudah Selesai dengan Dirinya

“Perilaku koruptif bisa ditimbulkan banyak faktor. Personal, sistem pengawasan yang lemah, tuntutan orang sekitar, ataupun implikasi politik biaya tinggi yang sejatinya ilegal,” demikian kata Titi saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Minggu malam (28/2).

Dalam analisa Titi, selama ini banyak dana yang muncul justru akibat aktivitas yang sulit dijangkau akuntabilitasnya.

Salah satu fakta di lapangan, kata Titi kerja pemenangan seorang calon kepala daerah tidak ditopang oleh dukungan partai politik pengusung.

Fakta politik itulah yang mengakibatkan logistik pemenangan dibebankan pada kandidatnya.

“Akhirnya perlu modal besar. Inilah yang jadi lingkaran setan dan sering menjebak figur-figur potensial terjebak praktik korup,” demikian analisa Titi.

Sementara itu berdasarkan keterangan para saksi dan bukti yang cukup, KPK menetapkan tiga orang tersangka suap dalam kasus proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan.

Mereka adalah Nurdin Abdullah dan Edi Rahmat sebagai penerima dan Agung sebagai pemberi. Ketiganya saat ini ditahan di tiga lokasi berbeda.

Baca Juga: OTT KPK Terhadap Nurdin Abdullah Menambah Beban Politik PDIP

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Jusuf Kalla: Dulu Saya Usulkan Pilkada 3 Kali, Sebab Rumit Bagi Penyelenggara

IDTODAY NEWS – Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla mengatakan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 seharusnya dirubah atau direvisi.

Hal ini karena aturan keserentakan penyelenggaraan pemilu yang tercantum pada UU tersebut berpotensi sangat berat jika dilaksanakan.

Salah satunya yang mengatur pelaksanaan pilkada, pileg dan pilpres secara bersamaan.

“Menurut saya (pilkada) harus dipisah. Pokoknya jangan satu kali pilkada digabung. Dulu saya usulkan ada tiga kali, sebab rumit bagi penyelenggara (jika digabung seluruhnya). Jadi UU Pemilu harus diubah,” ujar Kalla dalam Program Bukan Begini Bukan Begitu di kanal Youtube Kompas.com, Senin (22/2/2021).

Meski demikian, Kalla menilai perubahan aturan dalam UU Pemilu nantinya tidak perlu menyasar banyak hal.

Yang paling pokok adalah soal waktu pelaksanaan Pilkada yang sebaiknya tidak digelar serentak dengan pileg dan pilpres.

Baca Juga: Kondisi Terkini Habib Rizieq Shibab, Aziz Yanuar: Mohon Doanya

Dia lantas menjelaskan, yang perlu diingat adalah secara teknis di lapangan, bisakah pilkada, pileg dan pilpres digelar dalam waktu yang sama.

Apabila pemerintah dan penyelenggara menilai hal itu terlalu berat dan rumit, maka sebaiknya tidak dilaksanakan.

“Kalau tidak bisa, kan kacau. Seperti yang sebelumnya, saat pemilu lalu digelar serentak (2019) pelaksanaannya begitu beratnya. Lalu petugas pemilu banyak yang wafat,” tutur Kalla.

“Sehingga menurut saya jangan pilkada digabung dalam satu kali. Sebaiknya nanti ada tiga kali pilkada,” lanjutnya.

Kalla pun menyebut jika seluruh pilkada digabung, maka mayoritas kepala daerah yang terpilih bisa jadi merupakan orang baru.

Kondisi ini menurutnya tidak ideal saat melaksanakan pemerintahan.

“Bagaimana kalau rapat ? Semua orang baru, tidak ada pengalaman. Mestinya (pilkada) diselang-seling,” tambahnya.

Baca Juga: Utang Indonesia Dekati Rp6.000 Triliun, Jawaban Sri Mulyani Bikin Kaget

Sumber: kompas.com

Kategori
Politik

Kubu Denny Indrayana Makin Pede, Saksi Ungkap Bagi-bagi Bansos Paman Birin Saat Pilkada Kalsel

IDTODAY NEWS – Kubu pasangan Denny Indrayana-Difriadi makin percaya diri terkait sengketa hasil Pilkada Kalimantan Selatan yang masih berproses di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pada Senin kemarin (22/2), MK kembali menggelar sidang dengan agenda keterangan saksi dari kubu Denny-Difriadi terkait dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan petahana, pasangan Sahbirin Noor-Muhiddin.

“Pada persidangan kan jelas semua dalil gugatan kami terbukti, secara terang-benderang disampaikan para saksi,” kata kuasa hukum Denny-Difriadi, M Raziv Barokah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/2).

Dalam rekaman persidangan yang diunggah di kanal Youtube MK, saksi Muhammad Yahya menjelaskan terjadinya pelanggaran penggunaan bantuan sosial (bansos) untuk pemenangan pasangan petahana Sahbirin Noor-Muhidin.

Baca Juga: Sebut Aparat Lemah Lembut ke Abu Janda, Ustadz Tengku Zulkarnain: Gejala Apakah Ini? Monggo

Saksi mengatakan, terlibat langsung dalam pengemasan beras untuk bansos sejak 2018 hingga pertengahan 2020.

“Perintah itu disampaikan kepada kami, katanya ini langsung dari Jenderal. Jenderal sebutan Muhammad Ikhsan kepada Gubernur Sahbirin Noor. Muhammad Ikhsan adalah Kepala Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalsel,” ujar Yahya yang berprofesi sebagai pengemudi tenaga kontrak di Balai Pengawasan Benih Kalimantan Selatan.

Dikatakan Yahya, setiap hari seluruh karyawan diperintahkan mengemas beras bansos per hari hingga tujuh ton atau sekitar 1.800 kemasan dengan stiker bertuliskan “Bergerak” dan “Paman Birin” disertai foto Sahbirin Noor dilakukan dengan pengerahan pegawai kontrak.

Setelah dikemas, beras bansos diantar ke rumah dinas gubernur sebelum dibagikan kepada masyarakat. Yahya juga membenarkan tayangan foto dan video yang diperlihatkan dalam persidangan tersebut.

Hal senada juga disampaikan saksi Chandra Adi Susilo. Menurutnya, penyalahgunaan bansos yang melibatkan ASN untuk memenangkan pasangan calon nomor urut 1 tersebut tersebar di 20 kecamatan dan diketahui melalui media sosial dan tayangan berita stasiun telivisi lokal di Banjarmasin.

Baca JKuga: Cak Imin Dua Teratas Tokoh Harapan Bangsa 2024, Jazilul Fawaid: Ini Jadi Motivasi Bagi Kader

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Djarot: PDIP Ingin Pilkada Di 2024, Tapi Buka Peluang Revisi UU Pemilu

IDTODAY NEWS – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kekeuh tetap menginginkan agar Pilkada tetap digelar pada 2024 mendatang.

Namun demikian, PDIP membuka peluang untuk menghendaki revisi UU 17/2017 tentang Pemilu.

Begitu disampaikan Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat saat menjadi narasumber dalam diskusi daring rilis survei LSI tentang “Evaluasi Publik Terhadap Kondisi Peluang Terhadap Kondisi Nasional dan Peta Awal Pemilu 2024” pada Senin (22/2).

Baca Juga: Bantah Incar Kursi Ketua DPD Golkar, Ridwan Kamil Akui Pernah Ditawari Beberapa Parpol Jabar

“Jadi ini sikap dari kita ya. Untuk Pilkada kita tetap di 2024 sedangkan untuk revisi UU 7/2017 kita buka peluang kemungkinan untuk direvisi,” kata Djarot.

“Dan itu juga secara konsisten kita sampaikan di Komisi II,” imbuhnya menegaskan.

Djarot mengungkapkan alasan kenapa PDIP membukanya pejuang untuk melakukan revisi UU 17/2017 tentang Pemilu tetapi Pilkada diharapkan tetap digelar 2024.

Menurutnya, hal ini dalam rangka evaluasi Pemilu 2019 lalu yang masih menyisakan sejumlah catatan serius, terutama bagi para petugas Pemilu.

“Jadi sikap kita itu untuk UU Pilkada kita tetap ya kita lakukan 2024. Tapi kita membuka peluang untuk revisi UU 7/2017 tentang Pemilu. Mari kita akan sempurnakan ini lebih berkualitas dan supaya Pemilu kita bisa lebih mudah tidak rumit, bisa lebih benar-benar mampu ya,” jelasnya.

Baca Juga: Prabowo Dan Sandiaga Uno, Menteri Jokowi Yang Kinerjanya Paling Memuaskan Publik

“Karena kemarin Pemilu 2019 banyak sekali terjadi kelelahan bagi penyelenggara Pemilu pada saat penghitungan. Jadi, ini perlu kita evaluasi kembali ya,” demikian Djarot Saiful Hidayat.

Anggota Baleg DPR dari PDIP, Hendrawan Supratikno, sebelumnya mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengisyaratkan untuk menolak Revisi Undang-Undang Pemilu.

Karena itu, PDIP setuju dengan sikap Jokowi agar revisi UU Pemilu tidak perlu dilanjutkan alias ditolak.

“Bila Presiden sudah menyatakan demikian, maka itu isyarat bahwa Revisi UU Pemilu tidak perlu dilanjutkan. Tidak perlu ditanyakan lagi (PDIP setuju atau tidak),” kata Hendrawan Supratikno pada Kamis (4/2) lalu.

Pihak Istana melalui Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg), Pratikno menyatakan sikap resmi pemerintahan Presiden Jokowi untuk tidak melanjutkan rencana revisi UU Nomor 17/2017 tentang Pemilu.

“Pemerintah tidak menginginkan revisi dua undang-undang tersebut ya. Prinsipnya ya jangan sedikit-sedikit itu undang-undang diubah, yang sudah baik ya tetap dijalankan,” ujar Pratikno dalam kanal Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (16/2).

Baca Juga: Prabowo Belum Aman, Arief Poyuono Prediksi Akan Muncul Tokoh Yang Tidak Diperhitungkan Saat Ini

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Pilkada Digelar 2024, Pesona Anies, Ridwan Kamil hingga Ganjar Diprediksi Meredup

IDTODAY NEWS – Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin, menilai pesona calon presiden (capres) potensial pada 2024 dari kelompok kepala daerah akan meredup jika pilkada serentak digelar pada tahun yang sama.

Sejumlah capres potensial dari klaster kepala daerah antara lain Gubernur DKI Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, hingga Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Nama para kepala daerah itu kerap masuk dalam berbagai survei mengenai capres.

“Seperti itulah yang akan terjadi. Pesona kepala daerah yang sudah tak menjabat lagi akan meredup, luntur, dan bahkan hilang. Ini sudah menjadi bagian dari sunatullah di politik. ‘Ada gula, ada semut’. Ketika mereka berkuasa, akan ada datang banyak semut yang mengerumuti. Sedangkan jika sudah tak berkuasa, semut-semut akan menghilang,” kata Ujang kepada MNC Portal, Minggu (21/2/2021).

Menurut Ujang, capres dari kluster kepala daerah bisa merebut momentum untuk 2024 apabila memiliki jabatan baru yang bisa digunakan sebagai panggung pencitraan.

Baca Juga: Rumahnya Terdampak Banjir, Djarot Singgung Kinerja Anies Belum Kelihatan

“Intinya jika mereka tak lagi jadi kepala daerah di 2024, karena sudah berhenti di tahun-tahun sebelumnya, mereka akan lemah dan tak ada tenaga untuk bisa bersaing di Pilkada 2024,” jelas Ujang.

Ujang mafhum nama Anies hingga Ganjar kerap muncul di survei pencapresan. Sebab mereka masih memiliki panggung sebagai kepala daerah.

Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin, menilai pesona calon presiden (capres) potensial pada 2024 dari kelompok kepala daerah akan meredup jika pilkada serentak digelar pada tahun yang sama.

Sejumlah capres potensial dari klaster kepala daerah antara lain Gubernur DKI Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, hingga Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Nama para kepala daerah itu kerap masuk dalam berbagai survei mengenai capres.

Baca Juga: Isu 3 Periode Mencuat, Iwan Fals: Jokowi Wakil, Ahok Presidennya

“Seperti itulah yang akan terjadi. Pesona kepala daerah yang sudah tak menjabat lagi akan meredup, luntur, dan bahkan hilang. Ini sudah menjadi bagian dari sunatullah di politik. ‘Ada gula, ada semut’. Ketika mereka berkuasa, akan ada datang banyak semut yang mengerumuti. Sedangkan jika sudah tak berkuasa, semut-semut akan menghilang,” kata Ujang kepada MNC Portal, Minggu (21/2/2021).

Menurut Ujang, capres dari kluster kepala daerah bisa merebut momentum untuk 2024 apabila memiliki jabatan baru yang bisa digunakan sebagai panggung pencitraan.

“Intinya jika mereka tak lagi jadi kepala daerah di 2024, karena sudah berhenti di tahun-tahun sebelumnya, mereka akan lemah dan tak ada tenaga untuk bisa bersaing di Pilkada 2024,” jelas Ujang.

Ujang mafhum nama Anies hingga Ganjar kerap muncul di survei pencapresan. Sebab mereka masih memiliki panggung sebagai kepala daerah.

Baca Juga: Relawan FPI Diusir Polisi saat Bantu Korban Banjir, Ini Reaksi Munarman

Sumber: okezone.com

Kategori
Politik

Jangan Kaitkan Banjir dengan Politik, Pilkada Masih Lama

IDTODAY NEWS – Elit Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Tifatul Sembiring, prihatin dengan musibah banjir yang mengepung Jabodetabek sejak Sabtu pagi 20 Februari. Lewat cuitannya di Twitter @tifsembiring, ia menyuarakan agar banjir tidak dikaitkan dengan politik.

Anggota DPR RI itu mengatakan, hujan dengan intensitas tinggi sejak Sabtu dini hari mengakibatkan sejumlah wilayah di Jakarta dan kota-kota penyangganya diterjang banjir.

Tifatul mengajak pihak-pihak yang berkelapangan untuk membantu warga yang tertimpa musibah. Ia pun mendoakan agar banjir cepat surut.

“Assalamu’alaikum wrwb., pagi, apa khabar tweeps budiman, Hujan nggak berhenti semalaman, banjir kepung Jabodetabek. Semoga cepat surut, yang berkelapangan mohon membantu saudara-saudara kita yang terkena musibah,” kata Tifatul Sembiring, dikutip pada Minggu (21/2/2021).

Banyak pihak yang mengkritik pemerintah karena tidak becus menghalau banjir. Utamanya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang dianggap tidak mampu dan serius tangani banjir ibukota. Tak pelak, Anies jadi kambing hitam atas musibah ini.

Baca Juga: Dikenal Dekat Surya Paloh, Fraksi Nasdem: Anies Baswedan Lambat Tangani Banjir

Tifatul mengingatkan masyarakat untuk tidak mengaitkan musibah banjir dengan politik. Pilkada saja masih lama, netizen diharapkan berpikir jernih.

“Tolong jangan dikaitkan dulu dengan masalah-masalah politik. Pilkada masih lama,” serunya.

Netizen pun angkat suara atas pernyataan mantan Menkominfo era Presiden SBY-Boediono tersebut. Ada yang menganggap Tifatul sedang pencitraan.

“Apakah anda sedang pencitraan???” sindir @nugros***.

Tifatul juga membalas komentar tersebut. “Ya. Insya Allah kader-kader PKS sudah turun semampunya membantu korban. Ada pemilu nggak ada pemilu, bagi kami nggak ada bedanya,” jawabnya, lugas.

Baca Juga: Sebut PPKM Mikro Lebih Efektif Tekan Kasus Covid-19, Jokowi: Kelihatan Sekali Kasus Aktif Sudah Turun

Sumber: fajar.co.id