KPK Klaim tak Ada Intervensi Politik

Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka kasus suap pengadaan bantuan sosial penanganan Covid-19 dengan tersangka Menteri Sosial Juliari P Batubara di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Ahad (FOTO: GALIH PRADIPTA/ANTARA)

IDTODAY NEWS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 yang menjerat Menteri Sosial nonaktif Juliari Peter Batubara murni penegakan hukum. KPK menegaskan tidak ada intervensi politik dalam wacana penerapan pasal 2 ayat 2 dan pasal 3 yang berisi tuntutan hukuman mati.

“Kemarin dari gelar perkara yang dihadirkan oleh seluruh penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta struktur penindakan dan pimpinan KPK, bersepakat diterapkan pasal penyuapan, karena bukti permulaan yang ada itu adalah pasal-pasal penyuapan,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Sabtu (12/12).

Baca Juga  Resmi Jabat Mensos, Risma Janji Kerja Keras Realisasikan Bansos di Awal 2021

Wacana hukuman mati terhadap Juliari Peter Batubara muncul karena perbuatan rasuahnya pada saat negara dalam bahaya pandemi Covid-19. Selama masa pandemi, Ketua KPK Firli Bahuri juga berkali-kali mengimbau dan menyatakan adanya ancaman hukuman mati bagi pelaku korupsi anggaran Covid-19.

Namun, banyak pihak menduga ada intervensi politik sehingga pasal hukuman mati tersebut belum diterapkan. “Tidak ada (intervensi politik), ini murni penegakan hukum. Jadi, tidak ada kaitannya dengan latar belakang politik dari para tersangka,” kata Ali.

Juliari bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos diduga menerima suap senilai sekitar Rp 17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemensos dalam pengadaan paket bansos. Padahal, pemerintah telah menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nonalam.

Ali mengeklaim butuh waktu lama untuk membuktikan adanya kerugian negara dalam pengadaan bansos Covid-19. Sebab, ancaman Pasal 2 UU Tipikor berlaku jika adanya kerugian negara. Sedangkan, penentuan kerugian negara perlu melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Jadi, tidak ada kemudian di situ langsung pasal 2 atau pasal 3, itu penyelidikan terbuka,” ujar Ali.

Baca Juga  Pesan Benny K Harman ke Listyo Sigit: Jangan Hanya Tajam ke Kami yang di Luar Pemerintahan

KPK, lanjut Ali, memastikan akan mengembangkan perkara ini. Jika terdapat kerugian negara, tidak tertutup kemungkinan akan menerapkan Pasal 2 UU Tipikor. “Tentu untuk perkara ini nanti melihat perkembangan penyidikan dari keterangan saksi-saksi, sejauh nanti bukti permulaan yang cukup untuk itu adanya pasal 2 dan 3. Kami pasti akan menerapkan pasal 2 dan pasal 3 yang ada dugaan kerugian negara,” tutur Ali.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan