Kasus Rafael Alun Bisa Jadi Momentum Buka Akses Audit Ditjen Pajak

Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo (jaket hitam) mengaku lelah setelah menjalani pemeriksaan terkait harta kekayaannya oleh tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (1/3/2023).(KOMPAS.com/Syakirun Ni’am)

IDTODAY NEWS – Kasus kepemilikan kekayaan tak wajar mantan pejabat eselon II Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo, dinilai seharusnya menjadi momentum supaya pemerintah memberikan akses audit rutin terhadap lembaga itu.

“Fungsi setiap lembaga negara itu wajib terbuka untuk diaudit. Nah pajak ini paling susah diauditnya,” kata ekonom senior INDEF Faisal Basri, dalam program Ni Luh di Kompas TV, seperti dikutip pada Jumat (10/3/2023).

Faisal menyampaikan, dia pernah menjadi ahli dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengajukan uji materi untuk membuka akses bagi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) buat mengaudit DJP. Akan tetapi, upaya Faisal saat itu kandas.

“Kami kalah. Alasannya, ‘wah ini rahasia pribadi. pajak-pajak orang pribadi.’ Bisa audit tanpa mengetahui namanya. Jadi satu-satunya lembaga di Indonesia ini yang kebal dari audit itu pajak,” ujar Faisal.

Menurut Faisal, kenijakan DJP yang kebal audit itu sebenarnya sangat berbahaya karena tidak ada siapapun yang bisa melakukan evaluasi terhadap lembaga itu.

Alhasil kondisi itu dinilai membuat pelanggaran di kalangan pegawai pajak yang diduga melanggar aturan buat memperkaya diri dan akhirnya merugikan negara tetap terjadi.

Di sisi lain, Faisal menilai seharusnya Kementerian Keuangan menerapkan kebijakan lelang jabatan untuk sejumlah posisi penting supaya terjadi penyegaran dan tidak diisi oleh pejabat-pejabat lama.

“Untuk pejabat-pejabat keuangan ini hampir tidak ada lagi sekarang yang namanya lelang jabatan. Jadi muter saja Dirjen Bea Cukai jadi Dirjen Pajak, jadi Sekjen, jadi apa. Muter boleh, tapi geng-geng itu saja. Dengan lelang jabatan kita bisa memperoleh orang terbaik di Republik ini yang mengamankan penerimaan negara,” papar Faisal.

Sebelumnya diberitakan, kepemilikan harta tak wajar Rafael terkuak setelah putranya, Mario Dandy Satrio (20), menjadi tersangka penganiayaan terhadap D (17) yang merupakan anak pengurus GP Ansor.

Rafael yang merupakan mantan pejabat eselon III di Ditjen Pajak tercatat memiliki harta kekayaan mencapai Rp 56 miliar di dalam LHKPN.

Sementara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga telah memblokir puluhan rekening Rafael dan keluarga dengan transaksi senilai Rp 500 miliar.

Rekening yang diblokir ini terdiri dari rekening pribadi Rafael, keluarga termasuk putranya Mario Dandy Satrio dan perusahaan atau badan hukum, serta konsultan pajak yang diduga terkait dengan Rafael.

PPATK sebelumnya menyatakan sudah menemukan indikasi transaksi mencurigakan Rafael sejak 2003 karena tidak sesuai profil dan menggunakan nominee atau kuasa.

PPATK juga mendapat informasi dari masyarakat mengenai konsultan pajak terkait Rafael melarikan diri ke luar negeri.

Diduga ada dua orang mantan pegawai Ditjen Pajak yang bekerja pada konsultan tersebut. KPK pun sudah mengantongi dua nama orang itu.

Baca Juga  Survei Capres 2024, Gubernur Anies No 2, Mensos Risma No 5, Moeldoko Tak Masuk

Adapun KPK sudah memutuskan membuka penyelidikan dugaan tindak pidana terkait harta kekayaan Rafael. Dalam proses ini, KPK akan mencari bukti permulaan dugaan tindak pidana korupsi.

Di sisi lain, Kementerian Keuangan memutuskan memecat Rafael setelah melakukan audit. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun dilaporkan menyetujui pemecatan Rafael.

Sri Mulyani bahkan membubarkan klub pengendara motor pegawai Ditjen Pajak, Belasting Rijder, sebagai dampak dari kasus Rafael.

Dampak dari kasus Rafael juga merembet ke Bea Cukai. Eko Darmanto yang sebelumnya merupakan Kepala Kantor Bea dan Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dicopot dari jabatannya karena memamerkan gaya hidup mewah melalui media sosial dan diduga mempunyai harta kekayaan tidak wajar.

Eko pun dimintai klarifikasi oleh KPK terkait data harta kekayaannya.

Sumber: kompas.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan