Kategori
Politik

Karangan Bunga Juliari dan Masiku di Halaman DPRD DKI Hilang

IDTODAY NEWS – Karangan bunga dukungan hak interpelasi untuk PDIP dan PSI terhadap Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, menghilang dari pelataran DPRD DKI pada Senin (6/9). Dua karangan bunga dari Harun Masiku Fans Club dan Sahabat Juliari Batubara Indonesia tersebut datang pada Jumat (3/9).

Kedatangan dua karangan bunga yang unik tersebut langsung menyita perhatian publik dan media. Hal itu lantaran dua karangan bunga itu datang sehari dibandingkan belasan karangan bunga lainnya, yang isinya juga mendukung PDIP dan PSI untuk mengajukan hak interpelasi kepada Anies terkait penyelenggaraan Formula E di Jakarta pada 2022.

Pada Jumat, karangan bunga dukungan interpelasi dari banyak lainnya masih memenuhi halaman depan dan belakang pagar DPRD. Berdasarkan pantauan Republika, Senin, karangan bunga yang mengatasnamakan Harun Masiku Fans Club dan Sahabat Juliari Batubara Indonesia, sudah tak tampak sejak pagi.

Meski demikian, belasan karangan bunga dukungan interpelasi untuk PDIP dan PSI yang datang sejak Kamis (2/9), masih ada. Bahkan, jumlahnya terus bertambah hingga kini mencapai 40 karangan bunga di halaman gedung DPRD, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

Petugas Pembinaan dan Pengamanan Dalam (Pamdal) DPRD DKI mengatakan, dua karangan bunga tersebut memang dipindahkan. Hanya saja, ia tidak tahu dipindahkan ke mana karangan bunga dari Harun Masuki dan Juliari Batubara itu.

“Saya dengar-dengar, keputusan dari sekretaris dewan, karangan bunga yang mengandung kata-kata tidak pantas, harus dipindahkan,” ujar petugas Pamdal bernama Fariz saat ditemui di halaman gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (6/9).

Dia mengaku, tidak mengetahui lebih jelas mengenai mengapa hanya dua karangan bunga itu yang dihilangkan. Fariz mengaku, mengetahui kabar hilangnya dua bunga itu dari pelataran sejak Ahad (5/9), saat dirinya libur.

Harun Masiku dan Juliari Batubara merupakan dua politikus PDIP yang terjerat kasus dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jika keberadaan Harun masih belum ditemukan maka Juliari sudah divonis penjara terkait korupsi bansos.

Sumber: republika.co.id

Kategori
Hukum

Eks Mensos Juliari Minta Maaf ke Megawati dan Presiden Jokowi

IDTODAY NEWS – Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara menyampaikan permohonan maaf kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo atas kasus hukum yang membelitnya hingga kini menjadi pesakitan.

Permohonan maaf itu disampaikan Juliari saat menyampaikan nota pembelaan atau pledoi melalui video conference dari Gedung KPK, Jakarta, Senin, 9 Agustus 2021.

“Kepada yang terhormat Ibu Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan beserta jajaran DPP PDIP, sejak 2010 saya dipercaya sebagai pengurus DPP PDIP, saya harus menyampaikan permohonan maaf secara tulus dan penuh penyesalan,” kata Juliari.

“Saya sadar bahwa sejak perkara ini muncul, badai hujatan dan cacian datang silih berganti ditujukan pada PDIP,” sambung Juliari.

Juliari menyebut PDIP adalah partai nasionalis yang bertahun-tahun berada di garda rdepan dalam menjaga empat pilar kebangsaan serta cita-cita pendiri bangsa. “Saya sangat yakin PDIP akan tetap dibutuhkan dan dicintai segenap rakyat Indonesia,” kata Juliari.

Dalam kesempatan itu, Juliari juga menyampaikan permohonan maaf kepada Presiden Joko Widodo yang juga kader PDIP.

“Saya secara tulus ingin mengucapkan permohonan maaf saya yang sebesar-besarnya kepada Presiden RI Joko Widodo atas kejadian ini, terutama permohonan maaf akibat kelalaian saya tidak melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap kinerja jajaran di bawah saya sehingga harus berurusan dengan hukum,” ungkap Juliari.

Ia mengakui perkara yang menjeratnya tersebut membuat perhatian Presiden Jokowi sempat tersita dan terganggu. “Semoga Tuhan Yang Mahakuasa selalu melindungi Bapak Presiden dan keluarga,” tambah Juliari

Sebelumnya, mantan Mensos Juliari Batubara dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14.597.450.000,00 subsider 2 tahun penjara dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun.

Dalam persidangan, jaksa menilai Juliari terbukti menerima fee melalui anak buahnya yakni KPA bansos Adi Wahyono dan PPK bansos Matheus Joko Santoso. Jaksa mengatakan keduanya diperintah Juliari memungut fee ke perusahaan yang ditunjuk sebagai penyedia bansos COVID-19.

Sumber: viva.co.id

Kategori
Politik

Inginnya Dihukum Seumur Hidup, tapi Mantan Ketua KPK Sebut Edhy Prabowo dan Juliari Bisa Dihukum Mati

IDTODAY NEWS – Wacana penerapan hukuman mati terhadap Edhy Prabowo dan Juliari P Batubara mengemuka.

Itu setelah Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan bahwa hukuman mati pantas dialamatkan kepada keduanya.

Pernyataan Edward itu pun memantik mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo angkat suara.

Menurutnya, Edhy dan Juliari memenuhi unsur dijerat dengan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Namun, lantaran tindak pidana korupsi Edhy dan Juliari dilakukan di tengah pandemi Covid-19, maka keduanya layak diganjar hukuman mati.

“Undang-undangnya memungkinkan. Apabila syaratnya terpenuhi bisa diterapkan hukuman mati,” kata Agus dalam keterangannya, Rabu (17/2/2021).

Agus meniladi, penerapan hukuman mati kepada bekas Menteri Kelautan dan Perikanan serta bekas Menteri Sosial itu bisa cukup efektif.

Baca Juga: Kabar Gembira Lagi soal Habib Rizieq, Aziz Yanuar sampai Ucapkan ‘Alhamdulilah’

Tujuannya, untuk memberikan efek jera agar tidak melakukan tindakan koruptif.

Harapannya, perilaku koruptif pejabat negara dapat dicegah di kemudian hari.

“Pertimbangan penting lainnya efek pencegahan. Karena hukuman mati akan membuat orang takut atau jera melakukan korupsi,” terang dia.

Soal Edhy dan Juliari, Agus juga meminta KPK menerapkan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada keduanya.

Kasus keduanya mulai terkuak adanya pihak-pihak lain yang ikut kebagian uang hasil korupsi, serta ada upaya menyembunyikan uang korupsi dalam bentuk lain.

“Hukuman maksimal lain pantas digunakan yaitu hukuman seumur hidup dan diberlakukan TPPU kepada yang bersangkutan,” tandasnya.

Untuk diketahui, wacana penerapan hukuman mati ini kembali mencuat atas pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej.

Baca Juga: Kirim Pesan Ke Kader, AHY: Pengkhianat Pengambilalihan Demokrat Masih Terjadi Hingga Kini

Edward menyatakan, dua mantan menteri yang tersandung kasus korupsi di tengah masa pendemi Covid-19 layak dituntut mati.

Dua mantan menteri dimaksud tidak lain adalah Edhy Prabowo dan Juliari P Batubara.

“Bagi saya, mereka layak dituntut dengan ketentuan pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mana pemberatannya sampai pada pidana mati,” katanya, Selasa (16/2/2021).

Ada sejumlah alasan yang menurut Eward kedua mantan menteri itu layak dituntut hukuman mati.

Pertama, keduanya melakukan tindak pidana korupsi saat dalam keadaan darurat pandemi Covid-19.

Kedua, tindak pidana korupsi itu dilakukan saat mereka tengah memangku jabatan.

”Dua hal yang memberatkan itu sudah lebih dari cukup untuk diancam dengan pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” jelasnya.

Baca Juga: Diungkap Marzuki Alie SBY Sebut Megawati Dua Kali Kecolongan, PDIP Balas Pakai Sindiran Keras

Sumber: pojoksatu.id

Kategori
Hukum

Bukan Vonis Mati, Edhy-Juliari Lebih Layak Dimiskinkan dan Bui Seumur Hidup

IDTODAY NEWS – Indonesia Corruption Watch (ICW) memiliki pandangan berbeda terkait ucapan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej yang menyebut eks Menteri Sosial Juliari P Batubara dan eks Menteri Kelautan dan Perikanan layak dituntut hukuman mati.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhan menyebut dua eks menteri era Presiden Joko Widodo ini, lebih layak diberikan hukuman maksimal seperti dipenjara seumur hidup. Sebab, menurutnya, dalam kedua kasus ini, KPK menerapkan pasal 12 Undang Undang Tipikor dengan hukuman maksimal penjara seumur hidup.

“ICW beranggapan pemberian efek jera kepada pelaku kejahatan korupsi lebih tepat jika dikenakan kombinasi hukuman berupa pemidanaan penjara maksimal (seumur hidup),” kata Kurnia dihubungi, Rabu (17/2/2021).

Selain pidana penjara seumur hidup, Juliari dan Edhy menurut Kurnia layak dimiskinkan dalam tuntutan disidang nanti, seperti membayar uang penganti atas kerugian keuangan negara.

“Serta diikuti pemiskinan koruptor (pengenaan uang pengganti untuk memulihkan kerugian keuangan negara atau menjerat pelaku dengan Undang-Undang Anti Pencucian Uang),” ucap Kurnia.

Kurnia menyebut ICW dalam hukuman mati sendiri menitikberatkan pada dua hal. Pertama, praktik itu bertentangan dengan hak asasi manusia.

Kedua, sampai saat ini, belum ditemukan adanya korelasi konkret pengenaan hukuman mati dengan menurunnya jumlah perkara korupsi di suatu negara.

Dia mengaku sebetulnya memahami tuntutan publik termasuk Prof Edward yang mendesak KPK untuk menjerat Juliari dan Edhy layak dituntut hukuman mati.

Kedua tersangka korupsi itu, memang dianggap telah melakukan kejahatan korupsi ditengah pandemi Covid-19. Di mana, perekonomian negara juga tengah terpuruk akibat virus asal Wuhan, China ini mendunia.

“Korupsi yang dilakukan kedua orang tersebut memang sangat keji dan terjadi di tengah kondisi ekonomi negara maupun masyarakat sedang merosot tajam karena pandemi Covid-19,” tutup Kurnia.

Sebelumnya, Edward Omar Sharif Hiariej menyebut eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan eks Menteri Sosial Juliari P. Batubara layak dituntut hukuman mati.

“Bagi saya kedua mantan menteri ini (Edhy Prabowo dan Juliari P Batubara), melakukan perbuatan korupsi dan kemudian kena OTT KPK. Bagi saya mereka layak dituntut dengan ketentuan pasal 2 ayat 2 UU tindak pidana pemberantasan korupsi yang mana pemberatannya sampai pada pidana mati,” kata Edward.

Edward kemudian memberikan dua alasan Edhy Prabowo dan Juliari layak dihukum mati. Pertama, keduanya melakukan tindak kejahatan korupsi ditengah kondisi pandemi covid-19.

Alasan kedua, kata Edward, mereka melakukan kejahatan dengan memanfaatkan jabatannya sebagai menteri.

“Jadi, dua hal yang memberatkan itu sudah lebih dari cukup untuk diancam dengan pasal 2 ayat 2 Tindak Pidana Korupsi,” tegas Edward.

Untuk diketahui, Edhy Prabowo ditangkap KPK di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, pada Rabu (25/11/2020) dini hari. Ia dijerat dalam kasus suap izin ekspor benih Lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2020.

Edhy dalam perkara ini diduga menerima suap mencapai Rp 3,4 miliar dan 100 ribu dolar Amerika Serikat. Uang itu sebagian diduga digunakan Edhy bersama istrinya untuk berbelanja tas hermes, sepeda, hingga jam rolex di Amerika Serikat.

Sedangkan Juliari ditangkap Tim Satgas KPK pada Sabtu (5/12/2020). Ia dijerat dalam kasus korupsi penyaluran bantuan sosial penanganan Covid-19 paket seJabodetabek.

Dalam kasus ini, Juliari diduga mendapatkan jatah atau fee sebesar Rp10 ribu per paket bansos. Dari program bansos Covid-19, Juliari dan beberapa pegawai Kementerian Sosial mendapatkan Rp17 miliar.

Sebanyak Rp8,1 miliar diduga telah mengalir ke kantong politisi PDI Perjuangan itu. Juliari juga dijanjikan akan mendapatkan jatah selanjutnya sebesar Rp8,8 miliar pada pengadaan bansos periode kedua.

Baca Juga: Sri Mulyani soal APBN: Manusia Berencana Tuhan Menentukan, Rocky Gerung: Mundur Saja Bu

Sumber: suara.com

Kategori
Politik

Politisi PDIP: Wamenkumham Harusnya Tidak Perlu Komentari Juliari Bisa Dituntut Pidana Mati

IDTODAY NEWS – PDI Perjuangan geram dengan pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej yang menyebut dua tersangka KPK mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dan mantan Menteri KKP Edhy Prabowo bisa dituntut pidana mati.

“Saya tidak ngerti dia ngomong dalam konteks sebagai Wamenkumham, akademisi atau pengamat/praktisi hukum,” ujar politisi PDI Perjuangan Deddy Yevri Hanteru Sitorus kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (17/2).

Menurut anggota DPR itu, Edward tidak perlu mengomentari jalannya peradilan kasus korupsi yang membelit kader PDI Perjuangan Jualiari Barubara, terlebih pernyataannya seakan menggiring opini publik dan terkesan mengintervensi JPU.

“Kalau sebagai pejabat negara (wamenkumham), seharusnya dia tidak perlu mengomentari masalah peradilan sebab itu kewenangan yudikatif. Publik akan beropini bahwa itu suatu bentuk campur tangan dan penggiringan opini,” tegasnya lagi.

Dedi Sitorus meminta agar Wamenkumham Edward tidak campur tangan, dan menyerahkan sepenuhnya kepada peradilan untuk memutuskan hukuman apa yang pas terhadap terdakwa.

“Menurut kami biarkanlah mekanisme hukum atau peradilan berjalan sebagaimana adanya. Kita percayakan saja kepada KPK dan Pengadilan Tipikor sebab tuntutan atau vonnis itu harus diambil berdasarkan fakta-fakta persidangan dan hukum yang ada,” katanya.

Dedi Sitorus menambahkan bahwa pernyataan Wamenkumham tersebut akan menimbulkan polemik di kalangan masyarakat.

“Komentar seperti itu hanya akan menimbulkan polemik di tengah masyarakat, dan tidak ada urusannya sebagai eksekutif,” tutupnya.

Baca Juga: KPK Buka Kemungkinan Tuntut Pidana Mati Bagi Juliari dan Edhy Prabowo

Sumber: rmol.id

Kategori
Hukum

KPK Buka Kemungkinan Tuntut Pidana Mati Bagi Juliari dan Edhy Prabowo

IDTODAY NEWS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyatakan pihaknya tak menutup kemungkinan menjerat dua mantan menteri Kabinet Jokowi-Maruf Amin yang terseret kasus suap dengan Pasal 2 ayat 2 Undang-undang 31Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Dua mantan menteri tersebut yakni Menteri Sosial Juliari Batubara dan Menteri Kelauatan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, tim penyidik lembaga antirasuah membuka kemungkinan mengembangkan kasus yang menjerat Juliari dan Edhy. Bahkan, menurut Ali, keduanya juga bisa dijerat pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) sepanjang ditemukan alat bukti yang mencukupi.

“Pengembangan sangat dimungkinkan seperti penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor, bahkan penerapan ketentuan UU lain seperti TPPU,” ujarAli dalam keterangannya, Rabu (17/2/2021).

Ali mengatakan demikian sekaligus menanggapi pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej yang menyebut Juliari dan Edhy layak dituntut hukuman pidana mati. Menurut Ali, kemungkinan pidana mati tersebut bisa diterapkan tim penyidik kepada keduanya.

“Kami tentu memahami harapan masyarakat terkait penyelesaian kedua perkara tersebut, termasuk soal hukuman bagi para pelakunya. Benar, secara normatif dalam UU Tipikor terutama Pasal 2 ayat (2) hukuman mati diatur secara jelas ketentuan tersebut dan dapat diterapkan,” kata Ali.

Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 menyatakan, ‘Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.’

Sementara Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, ‘Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.’

Sedangkan penjelasan Pasal 2 Ayat (2) menyatakan, ‘Yang dimaksud dengan ‘keadaan tertentu’ dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi’.

Ali mengatakan, dalam menuntut terdakwa kasus korupsi dengan pidana mati, tim penuntut umum harus bisa membuktikan seluruh unsur yang ada dalam Pasal 2 UU Tipikor tersebut.

“Akan tetapi bukan hanya soal karena terbuktinya unsur ketentuan keadaan tertentu saja untuk menuntut hukuman mati, namun tentu seluruh unsur pasal 2 ayat (1) juga harus terpenuhi,” kata Ali.

Ali mengatakan, untuk saat ini pihak lembaga antirasuah masih fokus menangani Juliari dan Edhy Prabowo dengan pasal penerima suap, yakni Pasal 12 UU Tipikor. Pasal tersebut mengancam pelaku dengan pidana penjara seumur hidup.

“Proses penyidikan kedua perkara tersebut sampai saat ini masih terus dilakukan. Kami memastikan perkembangan mengenai penyelesaian kedua perkara tangkap tangan KPK dimaksud selalu kami informasikan kepada masyarakat,” kata Ali.

Diberitakan sebelumnya, Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menilai mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara layak dituntut dengan ancaman hukuman mati.

Hal ini disampaikan Eddy Hiariej, sapaan Edward Omar Hiariej saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional ‘Telaah Kritis terhadap Arah Pembentukan dan Penegakkan Hukum di Masa Pandemi’ yang ditayangkan secara daring di akun YouTube Kanal Pengetahuan FH UGM, Selasa, 16 Februari 2021.

“Kedua mantan menteri ini (Edhy Prabowo dan Juliari Batubara) melakukan perbuatan korupsi yang kemudian terkena OTT KPK. Bagi saya mereka layak dituntut Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mana pemberatannya sampai pidana mati,” kata Omar dalam acara tersebut.

Edhy Prabowo merupakan tersangka penerima suap kasus dugaan suap izin ekspor benur atau benih lobster. Sementara Juliari tersangka kasus dugaan suap terkait bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Menurut Eddy Hiariej, kedua mantan Menteri itu layak dituntut hukuman mati karena melakukan praktik korupsi di tengah pandemi Covid-19. Selain itu, korupsi tersebut dilakukan dengan memanfaatkan jabatan mereka sebagai menteri.

“Jadi dua yang memberatkan itu, dan itu sudah lebih dari cukup dengan Pasal 2 Ayat 2 UU Tipikor,” kata Eddy.

Baca Juga: Kapolsek Astana Anyar Bersama 11 Anggotanya Ditangkap Kasus Narkoba

Sumber: liputan6.com

Kategori
Politik

Jika Terbukti Bersalah, Pakar Setuju Juliari, “Madam”, Dan “Anak Pak Lurah’ Dijatuh Hukuman Mati

IDTODAY NEWS – Dorongan agar koruptor bantuan sosial (bansos) dihukum mati terus disuarakan dari berbagai kalangan.

Salah satunya disuarakan oleh pakar hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar yang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memproses hukum semua pihak yang terlibat kasus korupsi bansos selain Juliari Peter Batubara (JPB) yang pernah menjabat sebagai Menteri Sosial.

Pihak-pihak lain yang dimaksud adalah sosok “Madam” dan “Anak Pak Lurah” yag kerap dikaitkan dalam pemberitaan korupsi bansos.

Menurut Abdul Fickar, korupsi bansos bukan hanya melanggar Pasal 2 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), melainkan juga melanggar Pasal 28 huruf i UUD 1944.

“Sebenarnya berdasarkan UUD45 Pasal 28 i hak untuk hidup termasuk hak yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun. Jadi maksimalnya adalah hukuman seumur hidup tanpa hak remisi,” ujar Abdul Fickar kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (17/2).

Abdul Fickar pun mengaku sangat setuju terhadap para koruptor dihukum mati.

“Saya sangat setuju terhadap koruptor Juliari Batubara dan lain-lainnya termasuk ‘Madam’ dan ‘Anak Pak Lurah’ jika terbukti, dijatuhi hukuman seumur hidup sampai busuk (mati) di penjara,” tegas Abdul.

Sebab, kata Abdul, korupsi bansos merupakan kasus perbuatan rasuah yang sangat keji dan tidak tahu diri.

“Sudah jadi pejabat tinggi tapi menyalahgunakan jabatannya di masa bencana. Yang dikorupsi juga jatah rakyat pula, ini korupsi paling keji!” pungkasnya.

Baca Juga: Denny Siregar Tuding Oposisi Banyak Makan Duit Haram, Publik: Duit Lu Ga Haram Bang?

Sumber: rmol.id