Kategori
Politik

Mahfud Bakal Serahkan Laporan Dugaan Pencucian Uang Rp 300 T Pegawai Kemenkeu ke KPK, Kejagung, dan Polri

IDTODAY NEWS – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD akan menyerahkan laporan dugaan pencucian uang senilai Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Polri.

“Yang 300 (triliun)-an ini akan kami tindak lanjuti. Saya berpikir kalau misalnya ada permintaan ke kementerian untuk diselidiki tindak pencucian, saya harus kasihkan ke aparat penegak hukum, KPK, atau kejaksaan atau polisi,” kata Mahfud usai bertemu Wakil Menteri Keuangan Suahazil Nazara beserta jajaran di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (10/3/2023) petang.

Mahfud mengajak tiga institusi penegak hukum itu berlomba mengusut dugaan pencucian uang tersebut.

Jika dalam satu bulan belum ada perkembangan saat diselidiki KPK, misalnya, Mahfud akan memindahkan laporan atau dugaan kasus tersebut ke Kejagung atau Polri.

“Saya berpikir kalau dalam 1 bulan tidak ada perkembangan, saya ambil, saya pindah, karena saya mau ambil sendiri enggak bisa,” kata Mahfud.

Mahfud menyebut, ada 467 pegawai Kemenkeu yang diduga melakukan pencucian uang.

Data itu dihimpun berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2009 hingga 2023.

Mahfud menegaskan bahwa jumlah itu masih bisa bertambah. Ia juga meminta laporan itu ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.

“Ada yang masih berproses, ada yang belum dilaporkan dan sebagainya,” kata dia.

Mahfud yang juga Ketua Tim Pengendalian Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) itu menegaskan bahwa pencucian uang berbeda dengan korupsi.

Sebelumnya, Mahfud menyebutkan, pergerakan uang mencurigakan sekitar Rp 300 triliun di lingkungan Kemenkeu dilaporkan sejak 2009.

Hingga kini, kata Mahfud, ada 160 laporan yang belum diproses oleh penegak hukum.

“Ada 160 laporan lebih, itu tidak kemajuan informasi. Sudah diakumulasi semua melibatkan 460 orang lebih di kementerian (Kemenkeu) itu,” kata Mahfud di Universitas Islam Indonesia (UII), Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam siaran pers yang diunggah YouTube Kemenko Polhukam, Rabu (8/3/2023) petang.

Mahfud menyebutkan, laporan itu baru diproses setelah menjadi kasus. Ia mencontohkan kasus eks Kepala Bagian Umum Ditjen Pajak Jakarta Selatan Rafael Alun Trisambodo.

“Nah itu, itu saya kira karena kesibukan yang luar biasa sehingga perlu sistem,” kata Mahfud.

“Menumpuk sebanyak itu karena bukan Sri Mulyani (Menkeu) itu, ganti menteri udah empat kali sejak 2009 enggak bergerak dan keirjenan baru memberi laporan kalau dipanggil kali,” ucap dia.

Sumber: kompas.com

Kategori
Hukum

MAKI Laporkan Perusahaan Kertas ke Kejagung Terkait Dugaan Kasus Pengemplangan Pajak Rp1,7 T

IDTODAY NEWS – Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) melaporkan perusahaan produksi kertas berinisial PT IPL ke Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan pengemplangan pajak senilai Rp1,7 triliun.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menduga, pengemplangan pajak yang dilakukan PT IPL turut melibatkan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu).

“Ada dugaan penyalahgunaan wewenang atau hukum dari oknum pejabatnya,” kata Boyamin di Kejaksaan Agung RI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (8/3/2023).

Berdasarkan data yang dimiliki MAKI, kata Boyamin, PT IPL baru membayar sekitar Rp15 miliar dari total nilai kewajiban pajak yang mesti dibayar sebesar Rp1,7 triliun. Pembayaran sebesar Rp15 miliar ini dilakukan melakukan mekanisme penyanderaan yang dilakukan Ditjen Pajak terhadap Komisaris PT IPL berinisial DS.

Padahal, lanjut Boyamin, DS tidak memiliki saham di PT IPL. Menurutnya Ditjen Pajak semestinya juga melakukan penyanderaan terhadap Direktur Utama PT IPL beriinisial AT dan Direktur PT IPL berinisial WW.

“Wong 1,7 triliun kok masa cuma diselesaikan tanda kutip 15 miliar saja, tapi kan saya nggak bisa nuduh, semua itu biar Kejaksaan Agung yang mendalami,” tutur Boyamin.

“Mudah-mudahan dengan proses ini kita bisa semakin membuka apa yang terjadi di Kemenkeu khususnya di Ditjen Pajak adannya dugaan permain-permainan,” katanya.

Sumber: suara.com

Kategori
Hukum

Segera Disidang, Tersangka Penembak Laskar FPI Tak Ditahan

IDTODAY NEWS – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan kasus penembakan anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Kejagung mengatakan para tersangka tidak ditahan.

“Jaksa/penuntut umum telah melimpahkan surat dakwaan dan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Terhadap para tersangka tidak dilakukan penahanan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, Selasa (24/8/2021).

Leonard menerangkan alasan para tersangka tidak ditahan itu adalah sejumlah pertimbangan objektif. Leonard menyebut pertimbangan itu antara lain tersangka masih anggota Polri aktif dan ada jaminan tidak melarikan diri.

“Karena pertimbangan objektif antara lain para tersangka masih sebagai anggota Polri aktif dan mendapat jaminan dari atasannya untuk tidak melarikan diri, serta akan kooperatif pada saat persidangan,” tuturnya.

Sebelumnya, polisi melimpahkan berkas tersangka dan barang bukti kasus penembakan laskar FPI ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur. Para tersangka kasus unlawful killing empat laskar FPI segera disidangkan.

“Tim jaksa penuntut umum pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur telah menerima serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti (tahap II) atas dua berkas perkara tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana pembunuhan di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek dari penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri,” kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/8).

Kedua tersangka yang dilimpahkan adalah Briptu FR dan Ipda MYO selaku anggota Reserse Mobile (Resmob) Polda Metro Jaya. Berkas kedua tersangka itu telah dinyatakan lengkap oleh jaksa pada Jumat, 25 Juni 2021.

Para tersangka akan dikenai Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 351 ayat (3) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sumber: detik.com

Kategori
Hukum

Resmi Dipecat, Semua Fasilitas untuk Pinangki Dilucuti

IDTODAY NEWS – Pinangki Sirna Malasari resmi dipecat sebagai PNS maupun jaksa per hari ini. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap sebelum dipecat Pinangki sempat mendapatkan uang pemberhentian sementara, kini semua fasilitas yang diterima Pinangki telah dilucuti.

Awalnya Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer mengatakan Pinangki telah diberhentikan sementara pada 12 Agustus 2020. Oleh karena itu otomatis Pinangki juga diberhentikan sementara sebagai PNS dan juga jaksa.

“Pinangki selama ini berkedudukan sebagai seorang PNS dan sebagai juga jaksa dan berdasarkan putusan, karena terkait dengan kasus yang bersangkutan pada tanggal 12 Agustus telah dilakukan pemberhentian sementara terhadap Pinangki. Dengan pemberhentian sementara sebagai PNS, otomatis jabatan Pinangki selaku Jaksa juga telah diberhentikan,” kata Leonard, dalam konferensi pers virtual, Jumat (8/6/2021).

Lebih lanjut, dalam surat keputusan tentang pemberhentian sementara Pinangki sebagai PNS itu juga diatur tentang pemberhentian sementara gaji Pinangki. Selain itu, Leonard mengatakan isi surat itu juga sekaligus memberikan hak pada Pinangki untuk diberikan uang pemberhentian sementara sebesar 50 persen dari tunjangannya.

“Dalam keputusan Jaksa Agung nomor 164 tahun 2020 tersebut juga memberhentikan sementara gaji terhadap saudara Pinangki dan selanjutnya juga memberikan hak kepada Pinangki untuk memberikan uang pemberhentian sementara terhadap Pinangki sebesar 50 persen dari tunjangan yang didapat,” imbuhnya.

Sementara itu saat ini Pinangki sudah dipecat oleh Jaksa Agung, Leonard mengungkap tidak ada lagi fasilitas negara yang dipegang oleh Pinangki. Selain itu Pinangki juga tidak mendapat fasilitas seperti mobil dinas khusus selaku pejabat eselon IV.

“Untuk fasilitas-fasilitas negara yang ada pada Pinangki telah di.. tidak dipegang oleh Pinangki lagi, dan sudah ditarik dari Pinangki,” kata Leonard.

“Untuk khusus, untuk kendaraan dinas tidak ada selaku pejabat esselon IV tidak ada, hal-hal lain tidak ada. Namun seperti biasa hal operasional, komputer, peralatan-peralatan operasional kedinasan tetap melekat ada di kantor pada saat dimana posisi Pinangki terakhir,” ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengklarifikasi terkait polemik Pinangki Sirna Malasari masih menerima gaji hingga kini. Kejagung membantah Pinangki masih menerima gaji, Kejagung mengklaim Pinangki tak lagi menerima gaji sejak bulan September 2020.

“Terkait pemberitaan yang beredar bahwa terdakwa Pinangki Sirna Malasari masih menerima gaji, bersama ini kami luruskan materi pemberitaan ‘tidak benar’,” kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/8/2021).

“Kami sampaikan bahwa gaji Pinangki Sirna Malasari sudah tidak diterima (diberhentikan) sejak September 2020, sedangkan tunjangan kinerja dan uang makan juga sudah tidak diterima lagi oleh yang bersangkutan (diberhentikan) sejak Agustus 2020,” ungkapnya.

Leonard mengungkap Pinangki telah diberhentikan sementara dari jabatan PNS oleh karenanya sekaligus Pinangki tidak lagi berstatus jaksa.

“Perlu kami sampaikan bahwa berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 164 Tahun 2020 tanggal 12 Agustus 2020, Pinangki Sirna Malasari telah diberhentikan sementara dari jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan secara otomatis yang bersangkutan tidak lagi sebagai Jaksa,” ungkapnya.

Dalam kesempatan berbeda, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Paryono menjelaskan, pemberhentian sementara PNS diatur dalam Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.

Pada Pasal 40 Ayat 1 aturan tersebut dijelaskan, pemberhentian sementara bagi PNS yang ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana berlaku sejak PNS ditahan. Dan dalam Ayat 4 pada pasal yang sama, PNS yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud Ayat 1 tidak diberikan penghasilan/gaji.

Meski demikian, dalam Ayat 5 disebutkan bahwa PNS yang diberhentikan sementara diberikan uang pemberhentian sementara. Lalu, uang pemberhentian sementara ini dijelaskan di Ayat 6, yakni diberikan sebesar 50% dari penghasilan jabatan terakhir sebagai PNS sebelum diberhentikan sementara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemudian, di Ayat 7 tertulis, penghasilan jabatan terakhir sebagaimana dimaksud Ayat 6 terdiri dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan dan tunjangan kemahalan umum apabila ada sampai dengan ditetapkannya peraturan pemerintah yang mengatur gaji.

Uang pemberhentian sementara ini akan tetap diberikan kepada Pinangki sampai ia menerima putusan inkrah terkait kasus penyuapannya. Hal ini tertuang pada Ayat 9 yang menjelaskan bahwa pemberhentian sementara ini berlaku sampai dengan (a) dibebaskannya tersangka dengan surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan oleh pejabat yang berwenang, atau (b) ditetapkannya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

“(Diberikan) Per bulan sampai putusan inkrah. Kalau terbukti bersalah maka yang 50% itu dihentikan,” katanya kepada detikcom, Selasa (16/6/2021).

Diketahui, Pinangki telah dieksekusi ke Lapas Wanita Tangerang. Pinangki dan jaksa penuntut umum tidak mengajukan kasasi sehingga vonis kasusnya 4 tahun penjara berkekuatan hukum tetap.

Sumber: detik.com

Kategori
Hukum

Kejagung Tak Kasasi Pinangki, Komitmen Jokowi Lawan Korupsi Dipertanyakan

IDTODAY.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) memutuskan tidak mengajukan kasasi atas vonis ringan Pinangki Sirna Malasari. Atas hal itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai atasan langsung Jaksa Agung, dipertanyakan komitmennya dalam pemberantasan korupsi.

“Menurut saya tindakan tidak kasasi itu memang tidak mengherankan karena Kejaksaan pasti berdalih bahwa putusan tersebut sudah sesuai dengan tuntutan JPU. Namun tanpa disadari, keputusan kejaksaan itu sudah menggagalkan komitmen Presiden Jokowi memberantas korupsi,” kata Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar kepada wartawan, Kamis (8/7/2021).

Menurut Haris, keputusan Kejaksaan Agung khususnya Jaksa Agung ST Burhanuddin tersebut jelas mencoreng kampanye pemberantasan korupsi yang digaungkan Presiden Jokowi.

“Karena memang sejak awal institusi Kejaksaan Agung terlihat nyata sangat melindungi Pinangki dan menurut saya mereka sangat tidak tahu malu,” ujar Haris.

Haris menilai, Pinangki adalah wajah buruk institusi dan penegakan hukum di Indonesia. Bahkan, ia menduga pembakaran gedung Kejaksaan Agung merupakan sedikit cerita dari institusi tersebut untuk mengelabui publik dengan mengatasnamakan penegakan hukum.

“Kondisi ini menyedihkan. Menambah deret panjang cerita ketidakberesan lembaga penegak hukum di negeri ini. Alhasil Jaksa Agung ST Burhanuddin semakin tidak populis di mata masyarakat,” kata Haris menegaskan.

Senada, Indonesia Corruption Watch (ICW) turut mengucapkan selamat kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin yang telah bersikukuh mempertahankan vonis ringan eks jaksa Pinangki.

“ICW mengucapkan selamat kepada Bapak ST Burhanudin selaku Jaksa Agung dan jajarannya di Kejaksaan Agung karena telah berhasil mempertahankan vonis ringan kepada Pinangki Sirna Malasari,” ujar Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, pada Selasa 6 Juli 2021.

Kurnia mengatakan, penegak hukum yang melakukan tindak pidana korupsi dan pemerasan mestinya diganjar hukuman maksimal. Namun jaksa tidak kasasi atas vonis Pinangki yang hanya 4 tahun penjara.

Bagi ICW seluruh proses penanganan korupsi suap, pencucian uang, dan permufakatan jahat Pinangki hanya dagelan semata. “Betapa tidak, begitu banyak celah-celah yang tak mau dibongkar oleh Kejaksaan Agung,” kata dia.

Menurutnya, salah satu hal yang terkesan enggan dibongkar Kejaksaan yaitu terkait dengan dugaan keterlibatan pejabat tinggi di instansi penegak hukum yang menjamin Pinangki untuk dapat bertemu dengan Joko Tjandra.

“Selain itu, dalam proses hukum ini pula publik bisa melihat betapa KPK telah melakukan pembiaran atas penanganan perkara yang penuh dengan konflik kepentingan ini,” katanya.

Kasus ini bermula saat patgulipat makelar kasus (markus) itu terbongkar pada 2020 lalu. Djoko yang berstatus sebagai buronan bisa melenggang ke Jakarta, membuat e-KTP dan mendaftar PK ke PN Jaksel. Akal bulus Djoko dibantu pengacara Brigjen Prasetijo Utomo dan Anita Kolopaking.

Belakangan juga terungkap Djoko mengurus permohonan Fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait kasus korupsi yang membelitnya. Di kasus ini, melibatkan jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya. Dalam dakwaan jaksa, nama Ketua MA dan Jaksa Agung disebut-sebut di kasus Fatwa MA.

Nah, untuk memuluskan aksinya di atas, Djoko menyuap aparat agar namanya di Red Notice hilang. Pihak yang disuap yaitu Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo. Serag markus juga ikut terseret yaitu Tommy Sumardi. Mereka akhirnya diadili secara terpisah.

Berikut daftar hukuman komplotan Djoko Tjandra dkk:

1. Djoko Tjandra, dihukum 2,5 tahun penjara di kasus surat palsu dan 4,5 tahun penjara di kasus korupsi menyuap pejabat. Djoko juga harus menjalani hukuman korupsi 2 tahun penjara di kasus korupsi cessie Bank Bali. MA juga memerintahkan agar dana yang disimpan di rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dikembalikan kepada negara.
2. Jaksa Pinangki, awalnya dihukum 10 tahun penjara tapi disunat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi 4 tahun penjara.
3. Irjen Napoleon divonis 4 tahun penjara.
4. Brigjen Prasetijo divonis 3,5 tahun penjara.
5. Tommy Sumardi divonis 2 tahun penjara.
6. Andi Irfan divonis 6 tahun penjara.

Sumber: detik.com

Kategori
Hukum

Jaksa Kejagung Tak Ajukan Kasasi Pinangki, MAKI: Diduga untuk Tutupi Peran King Maker

IDTODAY.CO – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai JPU dari Kejaksaan Agung tidak mengajukan kasasi terhadap terdakwa eks Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang mendapat diskon hukuman 4 tahun penjara, agar peran ‘King Maker’ dalam kasus ini tidak dibongkar.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyebut dalam tiga kasus yang sudah menjerat Pinangki terkait suap dan pencucian uang, ada satu kasus yakni terkait pemufakatan jahat yang turut melibatkan buronan Djoko Tjandra.

MAKI menyebut ada sosok ‘KingMaker’ yang dimana sempat disampaikan dalam putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat.

“Diduga, tidak kasasi ini untuk menutupi peran ‘king maker’. Yang mana yang saya pernah ungkap dulu di KPK ada peran ‘king maker’ dan diungkapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ada peran ‘king maker’,” ungkap Boyamin dihubungi, Selasa (6/7/2021).

Boyamin sebelumnya berharap JPU mengajukan kasasi untuk menindaklanjuti kasus ini, sekaligus membongkar sosok ‘King Maker’. Namun, kenyataannya JPU sependapat dengan putusan PT DKI terhadap Pinangki dengan memberikan diskon hanya empat tahun penjara.

“Saya berharap sebenarnya Kejaksaan Agung mengajukan kasasi untuk membongkar peran ‘king maker’,” ujar Boyamin.

Menurutnya Kejaksaan Agung sama sekali tidak mendengarkan desakan publik untuk mengajukan kasasi terhadap Pinangki. Maka itu, Boyamin menilai sudah terdapat disparitas perbedaan hukuman yang mencederai rasa keadilan.

Menurut Boyamin, sepatutnya Pinangki mendapat hukuman lebih berat dari Djoko Tjandra maupun Andi Irfan Jaya.

“Sudah ada petisi, suara masyarakat di internet dan lain-lain, agar Kejaksaan Agung mengajukan kasasi,” ucap Boyamin.

“Jadi jaksa menutup diri atas rasa keadilan,” Boyamin menambahkan.

Sebelumnya Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Riono menyanpaikan bahwa Jaksa dari Kejagung tidak mengajukan kasasi terhadap terdakwa Pinangki.

“JPU tidak mengajukan permohonan kasasi,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Riono dikonfirmasi, Selasa (6/7/2021).

Riono menyebut alasan Jaksa Kejaksaan Agung RI tidak mengajukan banding, bahwa putusan PT DKI terhadap Pinangki sudah sesuai apa yang diharapkan Jaksa Penuntut Umum.

Maka itu, kata Riono, Jaksa tidak memiliki alasan lain untuk mengajukan kasasi terhadap Pinangki.

“JPU berpandangan bahwa tuntutan JPU telah dipenuhi dlm putusan PT. Selain tidak terdapat alasan untuk mengajukan permohonan kasasi sebagaimana ketentuan di dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP,” tutup Riono

Padahal pada tingkat pertama di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Jaksa Pinangki sudah divonis 10 tahun penjara dan membayar denda Rp 600 juta. Hal itu dilihat dalam laman website Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Senin (14/6/2021).

“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” isi Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta.

Pertimbangan Hakim

Adapun sejumlah pertimbangan majelis hakim ditingkat banding di PT Jakarta.

Pertama, Jaksa Pinangki telah mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengiklaskan dipecat dari profesinya sebagai Jaksa. Dan diharapkan Jaksa Pinangki akan berprilaku sebagai warga masyarakat yang baik.

Kedua, Jaksa Pinangki memiliki balita berumur 4 tahun. Sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan.

Ketiga, Jaksa Pinangki sebagai perempuan harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.

Keempat, perbuatan Pinangki tidak lepas dari peran pihak lain yang juga patut bertanggung jawab. Sehingga, pengurangan kesalahannya cukup berpengaruh dalam putusan ini.

Kelima, tuntutan Jaksa selaku pemegang azas Dominus Litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat.

Sumber: suara.com

Kategori
Hukum

Kerugian BPJS Ketenagakerjaan Capai Rp20 Triliun, Kejagung Dalami Upaya Kesengajaan

IDTODAY NEWS – Kejaksaan Agung ( Kejagung ) menaksir kerugian BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp20 triliun. Kerugian dalam jumlah besar tersebut diduga akibat dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah mengatakan bahwa kerugian tersebut setidaknya terjadi dalam tiga tahun terakhir. Kerugian dengan jumlah besar patut dipertanyakan mengenai kemungkinan risiko bisnis.

“Kalau itu kerugian atas risiko bisnis, apakah analisanya sebodoh itu sampai menyebabkan kerugian Rp20 triliun?” ujar Febrie di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (11/2/2021).

Febrie menjelaskan pihaknya mendalami terkait kemungkinan antara analisis keuangan yang salah atau dalam upaya disengaja. Dia pun mempertanyakan perihal perusahaan lain yang memiliki kerugian atas risiko bisnis sebesar itu. Menurutnya, penyidik sangat berhati-hati menangani kasus ini.

“Nah sekarang saya tanya balik, di mana ada perusahaan-perusahaan yang lain unrealized lost sebesar itu dalam tiga tahun? Ada tidak transaksi itu saya ingin dengar itu,” kata dia.

Kasus BPJS Ketenagakerjaan sudah masuk dalam tahap penyidikan, namun belum ada tersangka yang dijerat oleh penyidik Kejagung. Selain itu, jumlah kerugian keuangan negara akibat dugaan korupsi tersebut pun belum rampung dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Penanganan kasus itu berdasarkan pada surat penyidikan Nomor: Print-02/F.2/Fd.2/01/2021. Pada Senin lalu 18 Januari 2021 Kejagung sudah menggeledah Kantor BPJS Ketenagakerjaan dan menyita sejumlah dokumen.

Jampidsus Kejagung, Ali Mukartono meyakini bahwa dugaan korupsi dalam pengelolaan uang dan dana investasi ini serupa dengan yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya kala itu. “Hampir sama dengan Jiwasraya, itu kan investasi juga. Dia (perusahaan) punya duit, investasi keluar,” kata Ali.

Baca Juga: Ngeri Banget, Ketua MUI Sebut Buzzer Pemakan Daging Saudara Sendiri

Sumber: sindonews.com