Pakar Hukum UI: Mengapa Polisi tak Menembak Kaki?

Ketua Tim Kajian Hukum dan HAM dari KNSR, Heru Susetyo di acara dialog panel ungkap fakta pelanggaran HAM berat Pemerintah Myanmar atas etnis Rohingya di Wisma Antara, Jakarta, Rabu (14/11).(Foto: Republika/Fuji Eka Permana)

IDTODAY NEWS – Pakar Hukum dan Hak Asasi Manusia dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Heru Susetyo, meminta pihak kepolisian menjelaskan definisi tindakan tegas dan terukur dalam kasus tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di tangan aparat. Peristiwa yang terjadi pada 7 Desember dini hari di Rest Area KM 50 Tol Cikampek itu dinilai penuh kejanggalan.

Heru meminta polisi dapat menjelaskan kriteria, bukti, dan ukuran dari perbuatan tegas terukur yang disampaikan kepolisian. Heru juga mempertanyakan peristiwa yang terjadi pada dini hari baru dikabarkan kepolisian pada siang hari setelah diketahui luas dan menghebohkan publik. Menurut Heru, hal itu juga perlu dijelaskan kepada publik.

Baca Juga  BEM SI Tolak Tawaran Mediasi Polisi untuk Bertemu dengan KSP

“Mengapa tidak ditembak bagian kaki? Pastinya kekuatan FPI dan polisi lebih kuat polisi karena dilengkapi dengan pistol atau senjata yang lebih canggih. Ini extra judicial killing bukan suatu law enforcement,” kata dia kepada Republika, Rabu (16/12).

Dia menganggap tindakan aparat kepolisian hingga menimbulkan jatuhnya enam korban jiwa tidak serta-merta dapat dikatakan sebagai penegakan hukum (law enforcement). Dia menegaskan, kasus tertembaknya enam anggota FPI hingga tewas cenderung sebagai perbuatan extra judicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan.

Menurut Heru, penegakan hukum membutuhkan beberapa prasyarat, yakni adanya prosedur terkait kode etik dan profesionalisme serta adanya hukum acara. Sementara itu, tujuan aparat kepolisian dalam insiden tersebut tidak dalam upaya pengejaran orang yang menjadi tersangka atau buron, melainkan sekadar melakukan pengintaian misi intelijen daripada misi penangkapan atau pencarian keterangan. “Polisi pun tidak menggunakan identitas dan atribut, tidak menggunakan seragam, dan tidak ada surat perintah,” kata Heru.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan