IDTODAY NEWS – Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja telah disahkan. Salah satu kebijakan yang cukup menarik perhatian adalah diperbolehkannya asing memiliki rumah susun di Indonesia.
Pengamat properti dan CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menilai kebijakan itu akan memberikan angin segar buat industri properti tanah air. Namun dia khawatir pemerintah melupakan kebutuhan hunian untuk rakyatnya sendiri.
“Karena 1 juta rumah saja sebenarnya tidak begitu efektif. Oke rumah di pinggiran untuk masyarakat bawah. Tapi kan ada kalangan menengah yang butuh hunian juga di tengah kota,” ucapnya saat dihubungi.
Sementara Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid menjelaskan maksud kepemilikan satuan rumah susun (sarusun) bagi orang asing yang tertuang dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja Khalawi memastikan bahwa izin kepemilikan rusun bagi warga asing tersebut tak akan mengganggu pasokan rusun bagi MBR.
“Rusun untuk MBR mendapat kemudahan berupa fasilitas pembiayaan seperti KPR FLPP dan demand-nya tinggi. Dengan demikian Rusun MBR (dengan bantuan pemerintah dan permintaannya tinggi) akan tetap merupakan ladang usaha yang sangat menarik untuk para pengembang,” ujar Khalawi.
Lebih lanjut, Khalawi menjelaskan meski warga asing diperbolehkan memiliki rusun di Indonesia, namun, rusun yang bisa dimiliki WNA itu adalah rusun yang berdiri di atas tanah yang berstatus sebagai hak pakai.
Berdasarkan Pasal 41 ayat (1) UUPA, defisini Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain.
“Orang asing dapat memiliki Rusun dengan Hak Pakai,” katanya.
Lagi pula, rusun yang dimaksud dalam omnibus law tersebut adalah berbentuk rusun komersial atau apartemen dan tentu berbeda dengan rusun buat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Rusun bagi orang asing berbentuk Rusun Komersial/Apartemen yang berbeda segmen pasarnya dengan Rusun untuk MBR,” tambahnya.
Menurut Komite Perizinan dan Investasi Realestat Indonesia (REI) Adri Istambul LG Sinulingga, aturan satu itu harusnya tak perlu dipermasalahkan. Lantaran, yang dimaksud izin memiliki rusun tadi tidak termasuk rusun untuk segmentasi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Rusun itu kan bukan rusun yang untuk menengah ke bawah rusun itu adalah istilah daripada apartemen, jadi bukan rusun yang untuk segmentasi menengah ke bawah jadi UU Cipta Kerja itu adalah memudahkan kepemilikan orang asing untuk kepemilikan apartemen ataupun kondotel yang ada di kota-kota besar tidak mungkin apartemen itu berada di daerah-daerah,” ujar Adri kepada detikcom, Rabu (7/10/2020).
Ia memastikan ada patokan harga tersendiri khusus untuk pembelian rusun bagi orang asing.
“Harganya juga ada patokannya bahwa segmentasinya itu kisaran di atas harga FLPP, di atas Rp 1 miliar lah,” tambahnya.
Lagi pula, warga asing yang memiliki rusun di Indonesia statusnya tetap strata title. Maksudnya ada hak kepemilikan bersama atas kompleks bangunan tempat unit apartemen yang dibeli WNA itu berada, yang terdiri dari hak eksklusif atas ruang pribadi sekaligus hak bersama atas ruang publik.
Ini berarti, di ruang pribadi (unit apartemen atau rumah susun) si pemilik tidak terikat aturan. Sementara, ketika berada di ruang publik (kolam renang, taman dan sebagainya), dia terikat peraturan karena ruang publik juga dimiliki penghuni-penghuni lain.
“Kepemilikan hak orang asing itu ada ketentuan Menteri ATR/BPN. Ada ketentuan-ketentuannya misalnya dia harus juga ukurannya, luasnya, harganya lokasinya terus juga statusnya sebagai apa, itu juga ada aturan mainnya dan juga status kepemilikan rusun ataupun apartemen itu strata title namanya dalam tanda kutip jadi ada hak kepemilikan di atas HPL namanya,” terangnya.
Sumber: detik.com