IDTODAY NEWS – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) diminta untuk tidak berlindung dibalik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menilai, asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) konstitusional. Karena MK tidak memutus apapun terkait prosedur yang cacat dalam pelaksanaan TWK oleh KPK, Badan Kepegawaian Negara atau pihak-pihak lain terlibat menyimpangkan kewenangan dalam pelaksanaan TWK.

Anggota Themis Indonesia Bivitri Susanti menegaskan, putusan MK sama sekali tidak mengenyampingkan temuan Ombudsman RI dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Kedua lembaga negara itu telah menyatakan terdapat malaadministrasi dan pelanggaran HAM dalam proses hingga pelaksanaan TWK.

“Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Kepegawaian Nasional tidak bisa berlindung di balik putusan MK. Sebab lembaga-lembaga yang memiliki otoritas telah memiliki penilaian bahwa dalam praktik penyelenggaraan TWK dalam rangka alih status pegawai KPK secara sah dan meyakinkan telah menemukan fakta adanya penyalahgunaan wewenang, cacat adminitrasi dan terbukti adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia,” kata Bivitri dalam keterangannya, Selasa (7/9).

Bivitri menjelaskan, putusan MK yang menyatakan TWK konstitusional dalam pertimbangan Putusan Nomor 70/PUU-XVII/2019 terdapat makna tidak boleh merugikan hak pegawai KPK, untuk
diangkat menjadi ASN, dengan alasan apapun diluar desain yang telah ditentukan tersebut.

Menurutnya, makna tidak boleh merugikan itu berarti dalam konteks individu pegawai KPK, mengandung arti bahwa dalam pelaksanaan alih status menjadi ASN, semua pegawai KPK mempunyai kesempatan yang sama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan harus tetap mengedepankan sumber daya manusia pegawai KPK yang bukan hanya profesional tapi juga berintegritas, netral dan bebas dari intervensi politik. Serta bersih dari penyalahgunaan wewenang dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pegawai KPK.

“Terang benderang dalam putusan Mahkamah Nomor 34/PUU-XIX/2021 tidak memiliki pertentangan dengan Putusan Mahkamah Nomor 70/PUU-XVII/2019. Mahkamah mengakui konstitusional TWK. Tapi Mahkamah tidak pula memutus mengenai prosedur yang seperti apa yang konstitusional,” tegas Bivitri.

Baca Juga  LPPI: Ombudsman Jangan Intervensi KPK

Dia menegaskan, meskipun TWK konstitusional namun tidak dapat proses pelaksanaanya tidak menjunjung nilai-nilai konstitusi (UUD 1945) terkait perlindungan hak asasi manusia dan ketentuan undang-undang lainnya, termasuk UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Terlebih dalam proses pelaksanaan TWK ditemukan penyalahgunaan wewenang dan cacat adminitrasi sebagaimana tertuang dalam dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI. Sehingga meskipun TWK adalah kewenangan KPK, tetapi telah dilakukan
dengan prosedur yang tidak sepatutnya dilanggar berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan dan UU Ombudsman Republik Indonesia.

Bahkan dalam temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga telah ditemukan fakta-fakta dalam prosedur pelaksanaan TWK terjadi 11 pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran konstitusi.

“Meskipun TWK adalah kewenangan KPK namun dalam penyelenggaraannya tidak diperbolehkan melanggar hak asasi manusia. Meskipun TWK adalah kewenangan KPK, namun dalam hukum administrasi negara jika kewenangan tersebut dilakukan dengan prosedur yang salah, maka hasilnya harus dianggap batal demi hukum,” cetus Bivitri.

Baca Juga  Ramai Seruan 'Tangkap M Kece', Netizen Desak Rocky Gerung Juga Dipolisikan

Terpisah, pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri menyatakan, sejak awal konsisten selalu menghormati hasil pemeriksaan maupun putusan terkait proses alih status pegawai menjadi ASN, dari lembaga-lembaga sesuai kewenangannya. Termasuk Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dan Komnas HAM yang menyebutkan adanya pelanggaran.

“Baik hasil pemeriksaan yang outputnya rekomendasi maupun putusan peradilan yang sifatnya mengikat dan memaksa untuk ditindaklanjuti para pihak,” papar Ali.

Ali menuturkan, pelaksanaan asesmen TWK yang juga melibatkan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dinilai sangat berkompeten. Menurutnya, pengajuan uji materi ke MK dinilai sebagai wujud perhatian dan kecintaan pemohon kepada pemberantasan korupsi.

“Oleh karenanya, kami berterima kasih sekaligus berharap publik terus memberikan dukungan kepada KPK agar pantang surut bekerja memberantas korupsi, demi mendukung perwujudan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahter,” pungkas Ali.

Sumber: jawapos.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan