Kategori
Politik

70 Persen Pejabat Naik Kekayaannya di Masa Pandemi, Nasir Djamil: Potret Buram Ekonomi Pasca-Orba

IDTODAY NEWS – Di tengah situasi sulit akibat pandemi Covid-19, masyarakat dipertontonkan dengan sekitar 70 persen pejabat negara memiliki harta kekayaan yang melonjak tajam.

Hal ini membuat polemik di kalangan masyarakat lantaran yang kaya semakin kaya dan yang miskin bertambah miskin.

Politisi PKS, Muhammad Nasir Djamil sependapat dengan konklusi dari fenomena tersebut, yang dia sampaikan dalam diskusi series Tanya Jawab Cak Ulung yang diselenggarakan secara virtual oleh Kantor Berita Politik RMOL, Kamis siang (16/9).

“Ya jadi memang ini ada dua hal yang kontradiktif ya. Di satu sisi ada potret buram yang itu kemudian dilihat oleh masyarakat. Artinya ada sesuatu situasi yang memprihatinkan,” ujar Nasir.

Situasi yang tidak menyenangkan tersebut, lanjut Anggota Komisi III DPR RI ini, telah menunjukkan ketimpangan ekonomi yang terjadi di Indonesia setelah era reformasi berjalan selama sekitar 23 tahun.

“Tidak begitu kuat (ekonomi Indonesia) pasca-kejatuhan rezim Orde Baru,” imbuhnya.

Terkait hal tersebut, Nasir memandang pemerintahan pasca-Orba tidak membangun dan memperbaiki secara baik fondasi ekonomi Indonesia, sehingga akhirnya uang negara tersebut berputar hanya di kalangan elit semata.

“Dan itu kemudian critical effect down-nya itu tidak ada. Kalau turun itu hanya tetesan turun ke bawah. Sehingga ini problem orang yang punya akses, orang yang punya kuasa dia bisa mengakses ke mana saja,” tuturnya.

Oleh sebab itu, Nasir memandang naiknya kekayaan pejabat negara yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) disebabkan sistem ekonomi yang masih belum juga diperbaiki dan dibangun secara benar oleh pemerintah.

Di sisi yang lain, rekening jumbo milik pejabat yang terungkap saat ini juga merupakan sesuatu yang nyata. Karena, mereka adalah orang-orang yang memiliki kuasa dan akses terhadap kekuasaan dan keuangan, sehingga memungkinkan bertambahnya angka di rekening para pemegang kekuasaan.

Sementara itu, angka pengangguran di Indonesia masih cukup besar menurut Nasir, karena ketersediaan lapangan kerja yang semakin kecil apalagi saat pandemi Covid-19.

“Kemudian UMKM kita tidak terurus dengan baik. Maka tidak heran kalau kemudian ada orang orang yang punya akses dengan kekuasaan itu bisa menambah pundi-pundi keuangannya,” katanya.

Maka dari itu, Nasir menyimpulkan fenomena harta kekayaan pejabat yang naik kemungkinan bukan hanya terjadi di pusat pemerintahan, tapi juga hingga ke orang-orang yang memiliki kekuasan kecil di daerah.

“Mereka pun bisa mendapatkan kesejahteraan dengan cara yang kurang ahsan (baik). Misalnya ya saya baca seorang kepala desa punya saldo yang cukup besar dalam situasi seperti saat ini,” bebernya.

“Jadi, kekuasaan baik besar maupun kecil maka dia punya akses. Selain akses kekuasaan dia juga punya aset-aset lain, yang kemudian dioptimalkan dan dimanfaatkan,” tandasnya.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Risma Ngamuk Lagi, Nasir Djamil: Mensos Butuh Hiburan Agar Lebih Relaks

IDTODAY NEWS – Sikap emosional yang ditunjukan Menteri Sosial Tri Rismaharini dinilai masyarakat terlalu berlebihan. Mantan Walikota Surabaya tersebut pun diminta lebih tenang dalam menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapi tanpa menonjolkan amarah.

Menurut anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Nasir Djamil, Risma perlu banyak hiburan agar lebih santai dalam menghadapi segala permasalahan dalam distribusi bantuan sosial kepada masyarakat.

“Menteri Sosial Risma butuh hiburan agar lebih relaks dalam mengelola dana bantuan sosial,” ujar Nasir kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (30/8).

Legislator dari fraksi PKS ini menambahkan, Risma tidak perlu mengamuk atau marah-marah kepada petugas yang bekerja di lapangan. Seharusnya sebagai menteri, ia lebih banyak mendengarkan duduk permasalahan bukan malah marah-marah.

“Enggak perlu marah-marah menyikapi terlambatnya distribusi sembako kepada warga yang membutuhkan. Sebab marah-marah menunjukkan bukan kelas menteri,” ucapnya.

Disinggung mengenai gaya marah-marah Risma adalah pencitraan semata, Nasir Djamil mengatakan, sikap hal tersebut memang tampak seperti peduli terhadap rakyat kecil. Namun hal tersebut tidak dibutuhkan di tengah situasi serbasulit akibat pandemi Covid-19 saat ini.

“Jadi yang dibutuhkan rakyat itu bukan marah-marah, tapi arahan yang jelas dan terukur,” tandasnya.

Sumber: rmol.id

Kategori
Hukum

Habib Rizieq Batal Bebas, Nasir Djamil: Ada Kesan Kuat Hakim Diintervensi Kekuasaan

IDTODAY NEWS – Mantan imam besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab batal bebas dari hukuman yang menjeratnya atas kasus kerumunan yang terjadi tahun lalu saat kepulangannya dari Arab Saudi.

Banyak kalangan yang kecewa dengan keputusan hakim tersebut.

Merespons hal itu, anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil langsung mengingatkan majelis hakim yang mengadili Habib Rizieq Shihab (HRS).

Kata politisi PKS itu, Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan. Dengan demikian, semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum.

Dalam pandangan Nasir Djamil, sudah selayaknya Habib Rizieq dibebaskan.

“Bangsa ini akan runtuh manakala hakim bertindak tidak adil, karena tidak ada lagi yang layak menjadi pelindung,” kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (29/8).

Legislator asal Aceh ini menambahkan, dalam kasus yang menjerat HRS idealnya hakim wajib menggali.

Selain itu hakim harus mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang di hidup di dalam masyarakat.

Ia mengingatkan bahwa hukum dasarnta bukan pertimbangan atau tekanan dari yang punya kuasa.

“Terus terang saya miris mengikuti pemberitaan persidangan HRS. Ada kesan yang sangat kuat di tengah masyarakat bahwa hakim yang mengadili HRS sepertinya diintervensi pihak-pihak lain yang berpengaruh,” tandasnya.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Nasir Djamil: Pembuat Mural Diburu, Wajar Demokrasi Indonesia Dipertanyakan

IDTODAY NEWS – Tidak ada yang salah ketika ada orang mempertanyakan bagaimana sebetulnya kondisi demokrasi di Indonesia. Setidaknya, pertanyaan itu berkaitan dengan kebebasan orang dalam berekspresi.

Begitu dikatakan anggota Komisi II DPR RI, Nasir Djamil, dalam dialog Legislative Corner: “Mural Dibatasi, Degradasi Demokrasi” yang disiarkan kanal Youtube PKS TV, Jumat (20/8).

Nasir menyebutkan, pertanyaan atas masa depan demokrasi semakin kuat, salah satunya ketika ada upaya pencarian pembuat mural bergambar wajah mirip Jokowi dengan mata ditutup tulisan “404: Not Found” yang belakangan viral.

“Ketika ada upaya untuk mencari yang membuat mural, itu kan akhirnya membuat orang mempertanyakan nasib demokrasi di Indonesia,” kata Nasir.

Bagi legislator PKS ini, mural merupakan salah satu media untuk menyampaikan keluh kesah yang seharusnya disambut baik oleh pemerintah.

“Itu ekspresi sebenarnya yang seharusnya tidak disikapi dengan apriori atau mencari-cari orang yang membuat mural,” katanya.

Lanjut Nasir, jika pemerintah hari ini semakin banyak melakukan pencarian penyampai kritik, maka benar adanya kekhawatiran bahwa demokrasi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

“Ini lah yang menyebabkan kenapa banyak pihak menilai bahwa demokrasi di Indonesia mengalami degradasi, sedang dalam ancaman,” pungkasnya.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Polemik Rektor UI, Nasir Djamil: Seperti Buruk Rupa Cermin Dibelah

IDTODAY NEWS – Rangkap jabatan Rektor Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro, tengah jadi perbincangan panas di berbagai kalangan masyarakat. Terlebih Pemerintah kemudian justru mengubah Statuta UI yang melarang rektor rangkap jabatan.

Berdasarkan Statuta UI yang baru, Rektor UI kini bisa merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN/BUMD. Hal inilah yang memantik emosi masyarakat.

Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Nasir Djamil, bahkan mengibaratkan polemik ini dengan pepatah “Buruk Rupa Cermin Dibelah”.

“Pepatah ini cocok untuk menggambarkan perilaku pemerintah dalam menyikapi rangkap jabatan yang dialami oleh Rektor UI. Bukannya wajah yang diganti tapi justru kaca cermin yang dihancurin,” tegas Nasir kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (22/7).

Politikus PKS ini menambahkan, perilaku tersebut mencerminkan tidak siapnya seorang pemimpin yang menjadi representative figure atau orang yang dihormati di kalangan masyarakat.

“Pertanyaannya apakah tidak ada orang lain selain Ari Kuncoro yang bisa menempati posisi komisaris di BUMN tersebut? Sampai-sampai harus mengubah Statuta UI. Akibatnya, UI secara kelembagaan mengalami degradasi moral publik. Ini terlihat dari pesan-pesan bernada sinisme dan peyoratif terhadap rektor UI di media sosial,” paparnya.

Menurut legislator asal Aceh ini, perubahan statuta hanya untuk mengakomodasi seseorang menunjukkan sisi lain bahwa kepemimpinan di negeri ini kehilangan kompas kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Sangat disayangkan hanya karena ulah oknum yang haus dengan jabatan, lembaga UI menjadi korban. Seharusnya di saat bangsa ini memperingati hari raya Idul Adha, mengorbankan jabatan untuk kepentingan idealisme kampus sebagai kawah candradimuka kaum intelektual wajib didahulukan,” ucapnya.

Ia pun meminta agar Jokowi mencabut statuta tersebut untuk menjaga marwah Universitas Indonesia.

“Sebelum terlambat, saya pikir Pak Jokowi mampu melakukan itu. Sebab beliau konsisten dengan sikap yang tidak suka dengan rangkap jabatan,” demikian Nasir Djamil.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Cegah Keluyuran Keluar Negeri, Nasir Djamil Sarankan Jokowi Beri Menteri Tanggung Jawab Urus Provinsi

IDTODAY NEWS – Kekecewaan Presiden Joko Widodo terhadap para menteri yang berpergian ke luar negeri dalam situasi pandemi membuat anggota II DPR RI M. Nasir Djamil merasa heran.

Sebab lazimnya para menteri tidak bisa mendapatkan visa masuk dan pencairan anggaran manakala tidak mendapat izin dari presiden.

Secara tegas, politisi PKS itu meminta Presiden Joko Widodo tidak memberi izin para menteri melakukan kunjungan kerja ke luar negeri.

“Selain menunjukkan tidak empati dengan situasi pandemi di dalam negeri, hal itu juga dinilai menghambur-hamburkan uang negara,” tegas Nasir kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (18/7).

Legislator asal Aceh ini mengingatkan bahwa dalam situasi pandemi yang kian hari semakin meningkat, dibutuhkan soliditas para menteri guna membantu mayoritas rakyat kecil yang mengalami himpitan hidup akibat ekonominya terjepit.

Atas dasar tersebut, kata Nasir, Presiden Jokowi dan para pembantunya diharapkan lebih fokus memastikan vaksinasi dan bantuan sembako kepada warga yang berhak menerimanya.

“Daripada izinkan menterinya ke luar negeri, mending Presiden beri tugas masing-masing menteri bertanggung jawab terhadap satu provinsi. Misalnya, Menteri Pariwisata bertangung jawab mengatasi pandemi di Bali, Menteri Koperasi bertanggung jawab di Jawa Barat, dan seterusnya,” katanya.

Politisi PKS ini mengaku heran dengan para pembantu Jokowi yang keluar negeri di saat kondisi negara saat ini sedang menangis rakyatnya lantaran banyaknya korban meninggal dunia akibat pandemi Covid-19.

“Kan aneh kalau kita sedang perang melawan Covid-19, eh ada sejumlah menteri justru lenggang kangkung ke luar negeri,” ketusnya.

Menurutnya, adanya penugasan setiap menteri untuk bertanggung jawab kepada salah satu provinsi adalah bentuk bahwa pusat adalah pusatnya daerah dan daerah adalah daerahnya pusat.

“Tidak sinkronnya pusat dan daerah serta sering gonta-ganti kebijakan dalam penanganan Covid-19 adalah karena pusat merasa tidak memiliki daerah dan daerah juga sebaliknya,” tandasnya.

Sumber: rmol.id

Kategori
Politik

Korupsi Meningkat Dalam 2 Tahun Pemerintahan Jokowi, Nasir Djamil: Ini Pukulan Telak!

IDTODAY NEWS – Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyebutkan kasus korupsi dalam 2 tahun terakhir kepemimpinan Presiden Joko Widodo meningkat tajam. Hal ini terutama dirasakan oleh para pelaku usaha di tanah air.

Menurut anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Nasir Djamil, hasil survei yang disampaikan LSI sama persis dengan yang dikeluarkan Transparancy International.

Mayoritas, kasus korupsi terjadi di sektor pelayanan publik, jasa, juga sektor pertambangan.

“Kalau sektor pelayanan publik kan terkait birokrasi. Nah, tapi ini kan persepsi. Ini pukulan, pukulan telak. Artinya hasil survei itu sangat mengganggu (kredibilitas Presiden),” ucap Nasir kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (9/2).

Legislator asal Aceh ini mengingat kembali bahwa Presiden Jokowi sempat menyatakan kepemimpinannya yang kedua ini tidak ada beban. Alhasil, meski banyaknya kasus korupsi, Jokowi tidak memiliki beban lantaran sudah diurus oleh KPK.

“Ini implikasinya memang, jadi tidak beban. Karena beliau merasa punya KPK atau mungkin di satu sisi beliau melihat KPK kalau rilis mereka banyak ditangkap (koruptor), keuangan negara banyak diselamatkan,” ujarnya.

“Lalu kemudian ada survei dari Transparancy International sehingga ada dua hal yang berbeda,” imbuhnya.

Munculnya persepsi publik mengenai kinerja pemerintah dan menyatakan dalam dua tahun terakhir kasus korupsi melonjak, diibaratkan Nasir seperti duri dalam daging yang perlu dibedah oleh Presiden Jokowi.

“Ini seperti duri dalam daging sebenarnya, yang sangat mengganggu. Duri dalam daging itu sakit kadang-kadang ya, walaupun enggak kelihatan, tapi kalau ada penyakit dalam, demam juga itu. Maksud saya presiden harus mengevaluasi dua hal tadi. (Hasil survei) LSI dan Transparancy Internasional,” tandasnya.

Baca Juga: Semangati Kader Gerindra, Prabowo: Kita Belum Berkuasa dengan Mutlak

Sumber: rmol.id