Kategori
Politik

Kritisi Pidato Kenegaraan, Politisi PKS: Benahi Komunikasi Publik!

IDTODAY NEWS – Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menanggapi pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo dalam Sidang Tahunan MPR, Senin (16/08).

Mardani menilai, penanganan pandemi Covid 19 yang sudah berjalan 1,5 tahun belakangan belum efektif. Salah satu penyebabnya ialah krisis komunikasi yang harus segera dibenahi oleh Jokowi.

“Pemerintah perlu memperkuat komunikasi publik dalam penanganan pandemi Covid-19, salah satunya dengan menunjuk juru bicara utama sebagai modal untuk meningkatkan kesadaran kolektif masyarakat,” ujar Mardani.

Dalam pemaparannya, Mardani juga mengingatkan pemerintah pusat untuk memperbaiki pola komunikasi dengan pemerintah daerah. Hal ini menurutnya penting untuk mengurangi adanya ketidaksinkronan dalam harmonisasi kebijakan-kebijakan pemerintah pusat yang sering kali berubah-ubah khususnya di bidang kesehatan dan ekonomi. Lebih lanjut, Mardani juga menyebutkan pelayanan kesehatan harus diperkuat sebagai upaya penanganan krisis pandemi ini.

“Pandemi Covid-19 bukan hanya menjadi masalah krisis tenaga dokter. Menipisnya jumlah dokter hanyalah imbas dari ketidaksiapan sistem layanan kesehatan. Pemerintah tidak punya pilihan lain kecuali memperkuat pelayanan kesehatan dan menggenjot pelaksanaan vaksinasi. ” jelas Mardani.

Mardani menambahkan, disamping pelayanan kesehatan yang perlu diperkuat, kesejahteraan para tenaga kesehatan juga harus diperhatikan oleh pemerintah. Sebagai garda terdepan dan faktor pendukung pelayanan kesehatan yang efektif, sudah selayaknya para tenaga kesehatan mendapatkan apresiasi dan dukungan khusus dari pemerintah yaitu berupa insentif yang menjadi hak nakes.
“Jangan sampai ada tunggakan-tunggakan klaim dana penanganan Covid-19 yang belum ditunaikan, supaya operasional dan pelayanan rumah sakit tetap optimal dan demi kesejahteraan nakes yang telah berjuang.” tambahnya.

Selain itu, Mardani mengungkapkan penegakan hukum di era pemerintahan Joko Widodo yang kedua ini perlu mendapat perhatian publik. Sebabnya, ada beberapa Undang-Undang yang penuh kontroversi dan berpotensi menimbulkan masalah moral penegakan hukum.

“Masalah pembentukan UU KPK, omnibus law Cipta Kerja, UU Darurat Pandemi Covid-19 hingga perubahan statuta UI, misalnya, jelas menggambarkan problema mendasar dari dunia hukum kita, adanya manipulasi fungsi hukum oleh pemegang kekuasaan yang membutakan masyarakat” papar Mardani.

Sebagai penutup, Mardani juga sangat menyayangkan absennya ucapan duka atas ratusan ribu rakyat yang meninggal akibat Covid 19 dari Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraannya. Hal ini sangat disayangkan mengingat banyaknya masyarakat Indonesia yang kehilangan baik keluarga, sanak saudara, serta gugurnya para pejuang tenaga kesehatan di tengah pandemi ini.

“Seharusnya dalam pidato kenegaraannya, Presiden Jokowi meminta maaf dan turut berduka cita mewakili pemerintah dan negara atas wafatnya hampir 120.000 rakyat Indonesia akibat pandemi Covid-19 ini.” tutupnya.

Sumer: jitunews.com

Kategori
Politik

Pasal 46 UU Cipta Kerja Dikoreksi, Istana: Salah Ketik

IDTODAY NEWS – Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono menjelaskan koreksi oleh Sekretariat Negara (Setneg) terkait dengan Pasal 46 di Undang-Undang Cipta Kerja tidak mengubah substansi yang telah disepakati oleh Panitia Kerja DPR.

“Yang tidak boleh diubah itu substansi, dalam hal ini penghapusan tersebut sifatnya administratif/typo (salah ketik) dan justru membuat substansi menjadi sesuai dengan apa yang sudah disetujui dalam Rapat Panja Baleg DPR,” kata Dini di Jakarta, Jumat (23/10).

Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa Pasal 46 terkait minyak dan gas bumi memang seharusnya dihapus dari UU Cipta Kerja. Pasal 46 tersebut sejatinya merupakan Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang sebelumnya tercantum dalam naskah UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang dikirimkan DPR kepada Presiden Jokowi pada hari Rabu (14/12). Namun, belakangan pasal tersebut dihapus dari naskah UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman yang dikirimkan Sekretariat Negara ke sejumlah organisasi masyarakat Islam.

Supratman menjelaskan bahwa Pasal 46 UU Migas itu berkaitan dengan tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas karena Panja DPR tidak menerima usulan pemerintah soal pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Intinya Pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final karena dalam rapat panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing,” kata Dini menambahkan.

Menurut Dini, Kemensetneg justru melakukan tugasnya dengan baik. “Dalam proses cleansing final sebelum naskah dibawa kepada Presiden, Setneg menangkap apa yang seharusnya tidak ada dalam UU Cipta Kerja dan mengomunikasikan hal tersebut dengan DPR,” ungkap Dini.

Dini menilai penghapusan Pasal 46 justru menjadikan substansi UU Cipta Kerja menjadi sejalan dengan apa yang sudah disepakati dalam rapat panja.

“Yang jelas perubahan dilakukan agar substansi sesuai dengan yang disepakati dalam rapat panja, sudah dengan sepengetahuan DPR dan diparaf oleh DPR. Perubahan dilakukan dengan proper, itu yang penting,” kata Dini menegaskan.

Naskah UU Cipta Kerja memang memiliki jumlah yang berbeda-beda. Draf elektronik pertama UU Cipta Kerja beredar dengan nama “5 OKT 2020 RUU Cipta Kerja-Paripurna.pdf” pada tanggal 5 Oktober 2020, saat RUU Cipta Kerja disahkan DPR menjadi UU dengan jumlah 905 halaman.

Selanjutnya, pada Senin (12/10) pagi, beredar dokumen elektronik lain dengan nama “RUU CIPTA KERJA – KIRIM KE PRESIDEN.pdf setebal 1.035 halaman.

Masih pada hari Senin (12/10) atau sore harinya muncul lagi draf elektronik UU Cipta Kerja berjudul “RUU CIPTA KERJA – PENJELASAN.pdf”. Jumlah halaman pada dokumen itu menyusut menjadi 812 halaman.

Naskah setebal 812 halaman itu yang diserahkan Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar kepada Sekretariat Negara pada hari Rabu (14/10). Namun, saat Presiden Joko Widodo bertemu dengan sejumlah ormas Islam dan menyerahkan UU Cipta Kerja, naskah berubah lagi menjadi 1.187 halaman.

Sumber: Republika

Kategori
Politik

Bawa Poster Jokowi Berhidung Pinokio, Demonstran Diamankan

IDTODAY NEWS – Gelombang aksi penolakan terhadap Undang-Undang Omnibus Law terus terjadi. Puluhan demonstran dari PMII dan GMNI Malang melakukan unjuk rasa di depan Balai Kota Malang, Jumat, 23 Oktober 2020.

Sempat terjadi insiden antara massa aksi dengan polisi saat seorang demonstran ditangkap karena membawa poster Presiden Joko Widodo. Dalam poster itu bergambar Jokowi berhidung panjang atau pinokio serta tulisan bertagar #Jokowibohong.

“Saya tidak bisa mentolerir ada lambang negara atau Pak Presiden kita yang hidungnya dibuat panjang. Saya tidak bisa lihat seperti itu (disita),” kata Kapolresta Malang Kota Komisaris Besar Polisi Leonardus Simarmata.

Leonardus mengatakan, polisi akan mengambil tindakan tegas jika demonstran melecehkan lambang negara saat berunjuk rasa. Akibat dari tindakan itu, polisi menyita poster sekaligus mengamankan demonstran pembawa poster.

“Saya akan ambil tindakan. Akan kami proses. Nanti kami lihat lagi (diproses). Yang bersangkutan juga masih akan dipantau,” ujar Leonardus.

Kategori
Politik

Presiden PPMI Sebut UU Omnibus Law Produk “Ugal-ugalan” Ciptaan DPR

IDTODAY NEWS – Undang-undang Cipta Kerja/Ombibus Law terus mendapatkan penolakan dari banyak pihak. Gelombang aksi penolakan juga sudah digelar serentak di berbagai daerah.

Presiden Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Daeng Wahidin, menjelaskan, ada banyak alasan mengapa masyarakat khususnya buruh menolak disahkannya UU Omnibus Law.

“Selama pembahasan tidak ada transparansi terkait draf yang akan dibahas. Terbukti saat pengesahan, kabar yang saya terima dari PKS dan Demokrat, kedua partai ini tidak menerima naskah final omnibus law,” ujar Daeng, kepada Pojokkarawang.com, Jumat (23/10/2020).

Menurut Daeng, Undang-undang ini ia anggap sebagai produk “ugal-ugalan”. Pasalnya, selain merugikan masyarakat, UU yang dibuat oleh legislatif ini juga diduga dibekingi oleh kaum pemodal.

“Ini jelas produk ugal-uggalan yang sudah dilakukan oleh setan-setan di senayan itu (Anggota DPR/red),” ucap Daeng.

Sejauh ini, kata Daeng, PPMI bersama gabungan buruh sudah beberapa kali aksi menolak UU Omnibus Law. Pertama dimulai pada tanggal 5 Oktober 2020, 8 oktober, 14 oktober dan terakhir 20 Oktober 2020.

“Kami meminta agar UU ini dibatalkan oleh Presiden Jokowi,” ujar Daeng.

Daeng meminta kepada Presiden Jokowi untuk mengambil keputusan bijak soal UU Omnibus Law. Jika alasan UU ini untuk memudahkan investasi, kata Daeng, seharusnya pemerintah membuat UU khusus tentang investasi bukan Omnibuslaw.

“Jangan dihubungkan dengan ketenagakerjaan, klaster-klaster UU ini tak jelas dan merugikan petani, masyarakat adat, buruh, dan lain-lain,” ungkapnya.

Untuk itu, lanjut Daeng, buruh khususnya PPMI akan tetap konsisten menolak dan meminta Jokowi untuk membatalkan UU Omnibus Law.

Dalam waktu dekat, PPMI juga akan mengerahkan sebayak 5000 anggotanya untuk mengikuti aksi di Jakarta. Nantinya, PPMI akan bergabung dengan aliansi serikat buruh dan gabungan mahasiswa lain untuk menolak UU Umnibus Law.

Kategori
Politik

UU Ciptaker Ditemukan Pasal Selundupan, Pemerintah dan DPR Tak Cukup Minta Maaf, Mesti Diproses Hukum

IDTODAY NEWS – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lacius Karus menanggapi terkait dengan pasal tentang minyak dan gas bumi yang dihapus Sekertariat Negara (Setneg).

Padahal, pada saat pembahasan UU Omnibus Law atau Cipta Kerja ada sejumlah pasal yang ditolak, termasuk dengan pasal minyak dan gas bumi itu.

Demikian disampaikan oleh Lacius dalam keterangannya kepada Pojoksatu.id di Jakarta, Jumat (23/10/2020).

“Fakta ada pasal yang menurut Supratman sebenarnya sudah ditolak saat proses pembahasan, tetapi nyatanya masih ada di naskah,” ujarnya.

Lacius juga menduga bahwa pasal yang dihapus oleh Setneg tersebut merupakan pasal selundupan.

Penghapusan oleh Setneg itu, lanjut Lacius, mungkin saja bukan buah dari ketelodoran atau kelupaaan mencoret ketentuan yang sudah tak disetujui pada rapat kerja di DPR.

“Saya menduga pasal Ini merupakan pasal selundupan,” ungkapnya.

Ia juga menyebutkan di balik kekacauan pengesahan UU Ciptaker ada niat jahat yang selumbungkan.

Hal tersebut, kata Lacius, terlihat dari penghapusan pasal oleh Setneg.

“Saya melihat ada potensi kejahatan dibalik kekacauan naskah dan berikut isi UU Ciptaker ini sebagaimana terungkap melalui penghapusan pasal oleh Setneg ini,” tuturnya.

Kendati begitu, kekacauan atau kesalahan itu tak cukup dipertanggung jawabkan hanya melaui klarifikasi. Namun juga secara hukum dan politik.

“Terhadap fakta adanya penghapusan pasal dan juga pengakuan dari DPR ini saya kira klarifikasi saja tak cukup. Kekacauan atau kesalahan itu harus dipertanggungjawabkan secara hukum dan politik,” tegasnya.

Ia pun meminta kepada penegak hukum atau kepolisian untuk menyelidiki motif di balik keberadaan pasal yang dihapus oleh Seteng tersebut.

“Secara hukum, saya kira penegak hukum seperti kepolisian atau kejaksaan bisa menelusuri proses pembentukan UU Ciptaker ini untuk membuktikan motif keberadaan pasal yang dihapus Setneg,” tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas angkat bicara seputar pasal terkait minyak dan gas bumi yang hilang dari draf Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) terbaru yang sudah dipegang pemerintah.

Menurutnya, Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi itu memang seharusnya dihapus dari UU Ciptaker karena terkait tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas.

“Terkait Pasal 46 yang koreksi, itu benar. Jadi kebetulan Setneg [Sekretariat Negara] yang temukan. Jadi, itu seharusnya memang dihapus, karena itu terkait dengan tugas BPH Migas,” kata Supratman kepada wartawan saat dikonfirmasi, Kamis (22/10).

Sumber: pojoksatu.id

Kategori
Politik

Staf Khusus Presiden Pastikan Hanya Satu Pasal Dihapus dari UU Cipta Kerja

IDTODAY NEWS – Istana Kepresidenan memastikan proses cleansing atau pemeriksaan akhir terhadap naskah UU Cipta Kerja telah rampung. Pemeriksaan ini sebelumnya dilakukan oleh Kementerian Sekretariat Negara, dengan menyesuaikan format halaman dan menghapus satu pasal yang seharusnya dikembalikan ke UU existing.

Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, menjelaskan bahwa hanya pasal 46 dalam paragraf 5 tentang Energi dan Sumber daya Mineral (sebelumnya termuat dalam naskah 812 halaman) yang dikeluarkan. Pasal yang hilang tersebut memiliki substansi yang sama dengan Pasal 46 UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Hilangnya pasal tersebut memiliki arti, pengaturannya dikembalikan ke UU existing.

Dini mengutip penjelasan dalam Pasal 5 UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan harus berdasarkan beberapa asas. Salah satunya adalah asas ‘kejelasan rumusan’ yang termuat dalam huruf f pasal tersebut.

“Proses cleansing yang dilakukan oleh Setneg adalah dalam rangka memastikan bahwa asas ‘kejelasan rumusan’ tersebut terpenuhi,” kata Dini kepada wartawan, Jumat (23/10).

Dini juga menyebutkan bahwa naskah UU Cipta Kerja yang sudah rampung diperiksa ini sedang dalam proses ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Setelah resmi ditandatangani oleh presiden dan diundangkan dalam Lembaran Negara RI (LNRI), maka naskah UU Cipta Kerja bisa diakses terbuka oleh publik.

Seperti diketahui, naskah UU Cipta Kerja yang diserahkan DPR terdiri dari 812 halaman. Namun belakangan, usai dilakukan formatting dan pengecekan teknis terhadap aturan sapu jagat itu, jumlah halaman berubah menjadi 1.187.

Ternyata, perubahan halaman ini bukan hanya disebabkan penyesuaian format saja, namun juga ada satu pasal yang hilang. Pemerintah mengklaim bahwa Pasal 46 memang seharusnya tidak ada dalam naskah final. Alasannya, rapat panja telah memutuskan untuk mengembalikan pasal tersebut ke aturan UU existing.

Namun, adanya revisi naskah oleh pemerintah setelah UU Cipta Kerja diketok palu dan diserahkan oleh DPR justru memberi kesan bahwa penyusunan aturan sapat jagat tersebut tergesa-gesa. Setelah disetujui oleh pemerintah dan DPR pun, terbukti masih ada perbaikan format halaman hingga penghapusan pasal.

Menanggapi anggapan ini, Dini meminta wartawan menanyakan hal tersebut ke parlemen. Sekretariat Negara, menurutnya, hanya menjalankan tugas final review atau pemeriksaan akhir terhadap naskah yang diserahkan DPR.

“Yang jelas perubahan dilakukan agar substansi sesuai dengan kesepakatan dalam rapat panja. Perubahan juga dilakukan dengan sepengatahuan DPR dan diparaf DPR. Perubahan dilakukan dengan proper. Itu yang penting,” kata Dini.

Kategori
Cek Fakta

Cek Fakta: Akhirnya MK Resmi Gagalkan Omnibus Law

IDTODAY NEWS – Akun Facebook Zona Nyaman mengunggah video yang diikuti dengan narasi bahwa akhirnya MK resmi menggagalkan omnibus law setelah Presiden Joko Widodo dicecar mahasiswa. Postingan tersebut diunggah pada Kamis (22/10/20).

Video dan narasi tersebut pertama kali tayang pada akun Youtube Jordan Liono pada Rabu (21/10/20).

Berikut narasinya:

“ AKHIRNYA!! MK RESMI GAGALKAN OMNIBUS LAW SETELAH PRESIDEN JOKOWI DICECAR MAHASISWA ??”

Penjelasan

Dari hasil penelusuran, dilansir turnbackhoax.id, dalam video tersebut tidak ditemukan pernyataan yang menyebutkan bahwa akhirnya Mahkamah Konstitusi resmi menggagalkan omnibus law setelah Presiden Jokowi dicecar mahasiswa.

Dari penelusuran lebih lanjut, sampai saat ini (22/10/20) tidak ada pemberitaan maupun pernyataan dari instansi-instansi terkait bahwa UU Cipta Kerja resmi dibatalkan.

Melansir dari suara.com, melalui juru bicara MK, Fajar Laksono, memastikan bahwa Mahkamah Konstitusi siap menerima permohonan Judicial Review (JR) terkait Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan DPR dan Pemerintah, Senin (5/10/2020) lalu.

Fajar juga mengatakan bagi para pemohon uji materi untuk menyiapkan seluruh prosedur untuk nantinya diverifikasi agar diterima oleh MK.

“Prosedurnya dengan hukum acara untuk perkara PUU (pengujian undang-undang) seperti biasanya, diterima, diverifikasi, diregistrasi, disidangkan, kemudian diputuskan,” ucap Fajar.

Fajar mengklaim hakim MK akan memutus setiap permohonan uji materi secara adil dan berharap nantinya masyarakat turut memantau proses selama persidangan uji materi terkait UU Cipta Kerja di MK.

“Mari ikut memastikan penanganan perkara berjalan sesuai koridor ketentuan peraturan perundang-undangan,” tutup Fajar.

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa video dan narasi yang beredar adalah tidak benar dan masuk ke dalam kategori konten yang menyesatkan.

Sumber: viva