Target Ekonomi 2020 Sering Direvisi, Ternyata: Tumbuh 0% Saja Tidak

Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani/RMOL

IDTODAY NEWS – Harapan pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi 0% pada tahun 2020 sudah tinggal kenangan. Apalagi pertumbuhan positif, hanya angan-angan belaka. Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan prediksi terbarunya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020: berada di rentang kontraksi 2,2 sampai 1,7 persen.

Sebagai perbandingan pada Mei-Juni 2020 lalu, pemerintah masih optimistis tahun 2020 Indonesia bisa di atas 0%, alias positif. Kemudian ekspektasi turun menjadi setidaknya bisa tumbuh 0% pada September-Oktober 2020.

Tak hanya Kemenkeu, lembaga dunia lain yaitu Asian Development Bank (ADB) juga merevisi prediksinya. Pada Mei-Juni 2020, ADB masih yakin Indonesia bisa tumbuh 1% pada 2020, tetapi berubah pada Desember 2020 menjadi kontraksi 2,2%.

Bank Dunia juga sama dari yakin Indonesia bisa tumbuh 0% pada 2020 (Mei-Juni), menjadi kontraksi 2,2% (Desember). Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) juga mematok pertumbuhan Indonesia tahun 2020 di kontraksi 2,2% per Desember.

Prediksi Kemenkeu paling mutakhir, dilandasi sejumlah estimasi pada pertumbuhan pengeluaran Produk Domestik Bruto (PDB). Konsumsi rumah tangga masih akan terkontraksi 2,7 sampai 2,4%. Konsumsi pemerintah kontraksi 0,3 sampai positif 0,3%.

Baca Juga  Target Ekonomi Tumbuh 5,5 Persen hanya Angin Surga dari Pemerintahan Jokowi

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) kontraksi 4,5% sampai 4,4%. Ekspor terkontraksi 6,2% sampai 5,7% dan impor terkontraksi 15% sampai 14,3%.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan pertumbuhan ekonomi RI memang tak terelakan akan semakin menjauhi posisi 0%. Pada tahun 2020 sendiri, pertumbuhan Indonesia bisa mencapai kontraksi 2%, alias semakin mepet ke batas bawah.

Penyebabnya, jauhnya ekspektasi yang terjadi selama kuartal terakhir atau Q4 2020. Faisal bilang konsumsi masyarakat pada Q4 2020 masih terpuruk padahal komponen ini memegang porsi 57,31% alias paling utama dalam struktur PDB Indonesia.

“Kondisi terakhir Q4 banyak di bawah ekspektasi terutama konsumsi. Jadi pertumbuhan bakal lebih rendah,” ucap Faisal kepada reporter Tirto saat dihubungi, Selasa (22/12/2020).

Data Indeks Penjualan Riil (IPR) terus menunjukan penurunan mengindikasikan konsumsi masyarakat masih belum pulih. Nilainya memburuk dari kontraksi 8,7% pada September, menjadi kontraksi 14,9% pada Oktober. Selanjutnya, November diperkirakan akan semakin memburuk menjadi kontraksi 15,7%.

Baca Juga  Hilangnya Pertamina Dari Fortune Global 500 Tak Cuma Jadi Tanggung Jawab Ahok

Inflasi inti yang mengukur daya beli juga terus menurun. Per November 2020 inflasi inti year on year (yoy) menurun ke 1,67%. Lebih rendah dari 1,74% (Oktober 2020). Alias melanjutkan pelemahan yang sudah terjadi sejak bulan Maret 2020.

Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia pada November 2020 memang sudah naik ke angka 50,6 pertanda industri mulai kembali berekspansi. Namun, IHS Markit menilai, ekspansi ini terbatas karena bukan disebabkan adanya peningkatan permintaan. Sebaliknya, perusahaan hanya menyelesaikan sisa pesanan bulan-bulan sebelumnya.

Pelemahan berbagai indikator ini, kata Faisal, juga terkait dengan buruknya penanggulangan COVID-19. Kasus harian meningkat di atas 6.000-an per hari per Desember 2020. Masih tingginya kasus COVID-19 tentu sedikit banyak berdampak pada niat masyarakat untuk melakukan konsumsi.

Baca Juga  Ekspor RI ke Afghanistan Meroket 361 Persen Setelah Taliban Berkuasa

Situasi kemudian diperparah saat pemerintah kembali memutuskan pembatasan di akhir tahun. Antara lain pemberlakuan syarat rapid antigen perjalanan antar kota, sampai pembatasan operasional mall-restoran mirip PSBB September 2020 lalu. Liburan akhir tahun 2020 yang ditunggu-tunggu pun diyakini tak bakal mampu memberi dorongan yang cukup bagi perekonomian.

Terakhir, realisasi belanja pemerintah juga masih belum maksimal. Misalnya Belanja Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang digadang-gadang bakal memberi dorongan pertumbuhan baru mencapai Rp483,62 triliun atau 69,6% dari total pagu Rp695,2 triliun per 14 Desember 2020. Total anggaran penanganan COVID-19 di daerah juga sama lambannya hanya terealisasi Rp35,37 triliun atau 48,8% dari total Rp72,45 triliun.

Tumbuh 5% di 2021, Masuk Akalkah?

Melihat tren Q4 dan 2020 ini, ia bilang kondisi yang sama juga bakal menimpa prediksi 2021 sehingga target pertumbuhan 5% juga tak akan tercapai. Prediksi CORE untuk 2021 nanti menyatakan paling rendah pertumbuhan ekonomi RI bisa tersungkur di 3%.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan