1 Tahun Jokowi di Periode Kedua, Ekonom: Gagal Pilih Menteri

Presiden Jokowi (kelima kanan) memimpin rapat kabinet terbatas mengenai percepatan penanganan dampak pandemi COVID-19 di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 29 Juni 2020. Teguran tersebut disampaikan Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna yang digelar secara tertutup pada 18 Juni 2020,(Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)

IDTODAY NEWS – Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah memberikan tiga catatan terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjelang satu tahun masa kepemimpinannya di Kabinet Indonesia Maju. Catatan pertama, Piter menilai Jokowi gagal memilih sosok-sosok menteri menjadi pembantunya.

“Sejak awal, saya menilai Jokowi gagal menempatkan sosok yang kuat dan dapat dipercaya untuk menjadi menteri. Akibatnya, kabinet menjadi lemah dan tidak dapat melakukan koordinasi sinergi yang kuat,” ujar Piter saat dihubungi Tempo pada Jumat, 16 Oktober 2020.

Piter mengatakan kegagalan tersebut tampak dari kinerja menteri-menteri Jokowi saat mengatasi pandemi virus Corona. Ia mengatakan para pembantu presiden kerap tidak kompak sehingga masyarakat menilai Kabinet tidak mumpuni dalam menanggulangi masalah penyebaran virus.

Catatan kedua, Piter mengatakan di masa pemerintahannya saat ini, Jokowi terlihat menanggung beban berat untuk mencopot menteri-menteri yang dianggap tak kompeten. Sikap ini, tutur dosen Perbanas Institute tersebut, berkebalikan dengan masa pemerintah Jokowi di periode pertamanya lalu.

“Sejak akhir periode yang pertama hingga saat ini, Jokowi justru terlihat terbebani. Pilihan menteri, hingga ketidakberanian melakukan reshuffle menyiratkan jokowi menanggung beban dalam mengambil keputusan,” ucap Piter.

Di samping itu, banyak peristiwa yang membuat posisi Jokowi semakin lemah sebagai kepala negara. Misalnya, sikap kala mengambil keputusan untuk menghadapi amandemen Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Beberapa waktu lalu, Jokowi memilih tak menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk membatalkan UU KPK meski memperoleh desakan dari segala penjuru. Beleid yang ditengari melemahkan fungsi lembaga anti-rasuah ini membuat publik kecewa terhadap Jokowi.

Baca Juga  Muhammadiyah Berencana Dirikan Bank Syariah, Diharapkan Terwujud di 2022

Kemudian catatan ketiga, Jokowi dianggap tidak berhasil membangun proses komunikasi yang baik dalam melahirkan Undang-undang Cipta Kerja bersama DPR. Walhasil, tujuan yang diharapkan pemerintah dari pengesahan beleid itu meruntuhkan cita-cita untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendongkrak masuknya investasi.

“Saya melihat Pak Jokowi genuine ingin mewujudkan janjinya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sayangnya, UU Cipta Kerja tidak di-deliver dengan proses dan komunikasi yang baik,” tuturnya.

Meski demikian, Piter menyebut tak terlampau adil menilai kinerja Jokowi berdasarkan sekelumit indikator ekonomi lantaran adanya pandemi Covid-19. Itu sebabnya, tidak berjalannya program pemerintah tak serta-merta bisa dijadikan tolok ukur untuk menilai kegagalan Jokowi dalam setahun ke belakang. “Sebagaimana kita tahu, pandemi menghancurkan ekonomi di hampir semua negara,” ucapnya.

Baca Juga  Andi Arief: Kehadiran Jokowi Di Tengah Masyarakat Saat Bencana Sangat Berarti

Jokowi dilantik sebagai Presiden RI periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2020. Ini adalah periode keduanya terpilih sebagai kepala negara.

Dalam pidatonya di depan MPR setahun lalu, Jokowi menjanjikan lima pencapaian yang akan digeber hingga 2024. Pertama, pembangunan sumber daya manusia yang unggul. Kedua, pembangunan infrastruktur. Ketiga, penyederhanaan regulasi. Keempat, penyederhanaan birokrasi. Terakhir, kelima, percepatan transformasi ekonomi.

Sumber: tempo.co

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan