IDTODAY NEWS – Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (Sekjen KPA) Dewi Kartika mengeluhkan soal standar ganda pemerintah dalam menerapkan aturan terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penularan Covid-19.
Sebab, kata Dewi, ruang bagi pihak-pihak yang mengkritik kebijakan pemerintah dibatasi secara ketat dengan alasan PSBB.
Dewi menyinggung soal aksi unjuk rasa berkaitan Hari Tani Nasional, Kamis (24/9) yang dibatasi waktu penyelenggaraannya.
“Di mana petani dilarang untuk menyampaikan aspirasinya kepada DPR, dibatasi ruang geraknya,” kata Dewi saat menggelar keterangan resmi secara daring, Minggu (4/10).
Namun, kata dia, perlakuan berbeda diterapkan pemerintah kepada elite politik yang membahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Pemerintah tampak membiarkan pertemuan-pertemuan yang membahas aturan sapu jagat tersebut.
“Kami lihat tadi malam, bahkan beberapa pekan terakhir ini, anggota DPR, para pimpinan wakil rakyat, dan pemerintah tetap bermufakat, tetap berkumpul untuk melakukan pelanggaran terhadap konstitusi,” ungkap dia.
Terkait Omnibus Law, kata Dewi, KPA tentu menolak aturan tersebut.
Sebab, Omnibus Law hendak membentuk bank tanah untuk menjalankan reforma agraria.
“Ini adalah bentuk pengkhianatan, dan penyimpangan dari agenda reforma agraria, tidak mungkin reforma agraria disandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan tanah bagi investor dan pemilik modal,” beber dia.
Sesuai rencana, kata Dewi, KPA bakal bergabung dengan sejumlah organisasi lain untuk melaksanakan aksi menolak Omnibus Law.
Aksi akan dilaksanakan serempak di seluruh Indonesia pada 6-8 Oktober 2020.
“Kami akan melakukan mobilisasi secara luas penolakan-penolakan kaum tani di berbagai daerah, di berbagai kampung-kampung untuk memastikan tidak saja menjaga tanah-tanah reklaimingnya, tanah perjuangan, tetapi juga menyatakan secara utuh perlawanan terhadap Omnibus Law,” beber dia.
Sumber: jpnn