Ferdinand Hutahaean: Pembubaran FPI Tidak Mencederai Demokrasi, Justru Rawat Kebangsaan

Mantan politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean. (Foto: @FerdinandHaean3/Twitter)

IDTODAY NEWS – Mantan politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menilai keputusan pemerintah melarang Front Pembela Islam (FPI) tidak mencederai demokrasi seperti yang ditudingkan banyak pihak.

Menurutnya, demokrasi di Indonesia bisa berjalan dengan baik tanpa adanya intimidasi dari segelintir kelompok tertentu yang membuat rakyat takut bersuara.

“Pembubaran FPI sedikitpun tdk mencederai demokrasi yg ada dinegeri ini. Demokrasi berjalan dgn baik dan tdk ada intimidasi yg membuat rakyat takut berdemokrasi atau bersuara,” ujar Ferdinand dalam akun Twitter @FerdinandHaean3, Jumat (1/1).

Ia menambahkan, alih-alih mencederai demokrasi, pelarangan FPI merupakan bagian dari merawat bangsa.

Pelarangan itu juga dinilainya merupakan bentuk menjaga Indonesia dari ormas-ormas yang kerap melanggar aturan.

“Pembubaran FPI ini adlh bagian dr merawat kebangsaan, menjaga Indonesia dr ormas2 yg tdk taat aturan,” katanya.

Sebelumnya, sejumlah organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menyebut Surat Keputusan Bersama (SKB) enam menteri dan kepala lembaga soal pelarangan Front Pembela Islam (FPI) bertentangan dengan kebebasan berkumpul dan berserikat.

Baca Juga  Adhie Massardi: Langkah Yenny Wahid Tepat, Tokoh NU Cuma Jadi Bumper Salah Kelola BUMN

UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas yang menjadi dasar SKB FPI dinilai secara konseptual bermasalah secara perspektif negara hukum.

“UU Ormas memungkinkan pemerintah untuk membubarkan organisasi secara sepihak tanpa melalui proses peradilan (due process of law),” bunyi keterangan koalisi yang diterima Kamis (31/12).

Koalisi tersebut terdiri dari KontraS, Institute Perempuan, LBH Masyarakat, LBH Pers, PBHI, PSHK, SAFENET, YLBHI, dan YPII.

Penilaian serupa juga dilontarkan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.

“Keputusan ini berpotensi mendiskriminasi dan melanggar hak berserikan dan berekspresi, sehingga semakin menggerus kebebasan sipil di Indonesia,” ujar Usman dalam keterangan tertulis, Rabu (30/12).

Usman memandang, pelarangan secara sepihak oleh pemerintah tersebut bisa terjadi lantaran adanya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

Baca Juga  Haris Rusli Moty: Sulit Dibantah, Kabinet Jokowi Sarang Koruptor

Perppu tersebut mengatur pembubaran ormas yang dinilai bertentangan dengan Pancasila.

Ia menyesalkan keputusan pemerintah itu. Sebab, kata dia, keputusan tersebut secara signifikan memangkas prosedur hukum acara pelarangan maupun pembubaran ormas melalui mekanisme teguran serta pemeriksaan pengadilan.

“UU ini bermasalah dan harus diubah. Menurut hukum internasional sebuah organisasi hanya boleh dilarang atau dibubarkan setelah ada keputusan dari pengadilan yang independen dan netral,” katanya.

Diketahui, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan pemerintah menghentikan kegiatan dan aktivitas FPI dalam bentuk apapun.

“Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang akan dilakukan karena FPI tak lagi mempunyai legal standing, baik sebagai ormas maupun sebagai organisasi biasa,” kata Mahfud saat jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (30/12).

​​Dia mengatakan, FPI sejak 20 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas, namun sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktivias yang melanggar ketertiban dan keamanan dan bertentangan dengan hukum seperti tindak kekerasan, sweeping secara sepihak, provokasi dan lainnya.

Mahfud menyebut berdasarkan peraturan perundang-undangan dan sesuai putusan MK, tertanggal 23 Desember 2014, pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan FPI.

“Kalau ada sebuah organisasi mengatasnamakan FPI, dianggap tidak ada dan harus ditolak, terhitung hari ini,” tegas Mahfud.

Hal itu, menurut Mahfud, juga tertuang dalam keputusan bersama 6 pejabat tinggi di kementerian/lembaga yaitu Mendagri Tito Karnavian, Menkumham Yasonna Laoly, Menkominfo Jhonny G. Plate, Jaksa Agung Burhanuddin, Kapolri Jenderal Idham Azis, dan Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafly Amar.

Baca Juga: Usai Kepulangan Habib Rizieq, Jokowi Dinilai Gagal Bangun Konsolidasi Antar Elite

Sumber: fin.co.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan